BJ ’09 Fluid Zone akan fokus menampilkan karya-karya yang berhubungan dengan Asia Tenggara. Asia Tenggara terdiri atas negara-negara berkembang yang lahir dan tumbuh nyaris bersama-sama menyusul kebangkrutan Perang Dunia II. Secara budaya, wilayah ini merupakan tempat bertemunya peradaban-perdaban besar dan agama-agama tertua yang berpengaruh, melalui perdagangan, migrasi dan kolonialisasi. Dewasa ini Asia Tenggara tidak hanya disatukan oleh budaya dan tradisi yang masih dipegang teguh oleh masyarakatnya, tapi juga keragaman dan hibriditas masyarakatnya yang tak dimiliki oleh wilayah mana pun di dunia.

Berbagai perubahan paradigma dalam tataran wacana dan praktik seni rupa kontemporer selalu merupakan gaung yang dipantulkan oleh perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam tataran yang lebih besar. Ekspresi seni di Asia Tenggara berhubungan dengan status Asia Tenggara sebagai wilayah baru yang muncul setelah kolonialisasi dan modernisasi abad ke-20. Praktik seni rupa kontemporer di wilayah ini yang memang tidak bisa dilihat sebagai fenomena terpisah dengan perkembangan seni rupa di Eropa dan Amerika.

Menyusul berlangsungnya krisis ekonomi 1997 yang menghantam nyaris semua negara di Asia Tenggara, berlangsung berbagai gelombang perubahan sosial, ekonomi dan politik. Gelombang perubahan ini bisa dipastikan berpengaruh terhadap terhadap kemunculan seni rupa kontemporer di wilayah tersebut. Perubahan konstelasi kekuatan dan dominasi ekonomi dan politik di kawasan ini juga sangat menonjol dan dipengaruhi oleh daya tahan (survival) dan strategi masing-masing negara.

BJ ‘09 melihat pentingnya mengidentifikasi ‘gelombang perubahan’ tersebut untuk menelusuri berbagai faktor yang mendorong kemunculan paradigma seni rupa kontemporer di Asia Tenggara. Upaya pembacaan dan pemetaan ini perlu untuk ditempuh untuk bisa memperoleh gambaran yang lebih terang tentang sifat-sifat dan karakter khusus dalam ‘seni rupa kontemporer’ sebagai praktik kultural secara luas. Pameran ini menganggap bahwa penyelenggaraan pameran dengan fokus pada isu isu di wilayah Asia Tenggara merupakan cara yang memadai untuk memetakan paradigma seni rupa kontemporer di wilayah tersebut.

Untuk menjadikannya lebih spesifik, tema “ZONA CAIR” (Fluid Zone) telah ditetapkan sebagai acuan bentuk pameran dan pemilihan seniman BJ ‘09. Tema ini dianggap tepat mewakili situasi Asia Tenggara yang secara historis merupakan wilayah persilangan, pertemuan, percampuran sekaligus arena perebutan berbagai kuasa ekonomi, politik, ideologi dan budaya. Sampai saat ini, dengan status “berkembang” yang masih melekat pada sebagian besar negaranya, Asia Tenggara masih merupakan wilayah yang rentan terhadap perubahan-perubahan drastis karena situasi ekonomi dan politik yang labil dan tidak merata, serta kemiskinan yang masih menghantui sebagian besar masyarakatnya. Dalam diskursus seni rupa, kekayaan dan keragaman budaya, pengaruh modernisasi dan globalisasi, serta kekuatan tradisi yang masih hidup sampai sekarang, telah mendorong perkembangan praktik artistik yang spesifik di Asia Tenggara. Keragaman dan perubahan menjadi dua kata kunci yang penting untuk memahami perkembangan estetik di wilayah ini.

Judul ZONA CAIR / Fluid Zone juga menyiratkan substansi yang menjadi basis untuk semua peradaban wilayah Asia Tenggara, juga keterhubungannya dengan dunia.

SUB TEMA

BJ ‘09 terdiri atas dua skema pameran yang masing-masing menggambarkan dinamika perkembangan mutakhir praktik seni rupa di Asia Tenggara:

traffic

Menampilkan karya dari kurang lebih 15 – 20 seniman Internasional yang dihasilkan oleh program-program residensi seniman di wilayah Asia Tenggara yang berlangsung selama 2002 – 2007. Dewasa ini, program residensi seniman merupakan bentuk aktual dan mutakhir dari pertukaran dan persilangan budaya yang ‘dilembagakan’. Dalam pameran ini akan dilihat sejauh mana karya-karya yang dihasilkan bisa menggambarkan proses dialog atau pertukaran budaya antara seniman dengan budaya setempat atau dengan konteks lokal di mana ia tinggal dan bekerja. Bagian pameran ini juga ingin menguji bagaimana zona cair di Asia Tenggara sebagai sebuah ‘situs persilangan’, dengan aspek lokalitas yang spesifik di wilayah ini bisa merangsang gagasan-gagasan artistik dari para seniman ‘asing’.

on the map

Limapuluhan orang seniman muda dengan ragam kebangsaan di Asia Tenggara, individu maupun kelompok, yang aktif berkarya dan menonjol di negara masing-masing dan medan seni rupa internasional. Sebuah bienal untuk seniman muda juga bisa dinyatakan sebagai sebuah survei dan pemetaan masa depan. Biennale Jakarta ‘09 berpotensi menjadi semacam laboratorium di mana seniman-seniman muda mempertontonkan gairah eksplorasi yang meletup-letup, yang tidak jarang juga menghasilkan tonggak pencapaian artistik yang penting.

Pameran ini tidak bermaksud menegaskan suatu ciri atau identitas estetik suatu kawasan sebagai suatu entitas kultural yang utuh, melainkan memperlihatkan penampang perkembangan mutakhir secara kritis melalui dialog dan ramalan-ramalan tentang masa depan seni rupa kontemporer di Asia Tenggara sebagai wilayah diskursus yang selalu rentan terhadap perubahan.

Tempat Dan Waktu Pelaksanaan

BJ ’09 akan diadakan pada bulan Februari 2009 dan akan bertempat di lima lokasi (dengan dua venue utama) secara bertahap dengan tujuan untuk memperluas cakupan serta keberagaman penonton. Juga akan dipamerkan beberapa karya rupa di ruang non-seni seperti di beberapa ruang publik, mall dan kampus.

Tentang Kurator

Agung Hujatnika, atau Agung Hujatnikajennong, lahir di Tasikmalaya 9 Januari 1976. Menyelesaikan program sarjana (2001) dan pascasarjana (2005) di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Mengikuti program residensi sebagai kurator magang di Australia (Queensland Art Gallery, Brisbane dan Drill Hall Gallery, Canberra, 2002) dan Jepang (Nanjo and Associates, Tokyo, 2004). Beberapa pameran yang telah dikurasinya antara lain, Yasumasa Morimura Touring Exhibition (2001); Ecstaticus Mundi, Pameran Kelompok Jendela (2002); OK Video – Jakarta Video Art Festival (2003 dan SUB/VERSION, 2005); Something Appears Nothing, Pameran Tunggal Handiwirman Saputra (2004); AVICON – Asia Video Art Conference (2004); Imagined Legacies (2005); Bandung New Emergence (2006); I/CON, Pameran Tunggal Agus Suwage (2007). Menjadi networking curator untuk Singapore Biennale (2006); konseptor dan pelaksana ASEAN New Media Art Competition (2007); dan kontributor dan editor untuk surat kabar, majalah, jurnal, katalog pameran dan buku di Indonesia dan luar negeri (sejak 1999). Memberikan ceramah seni rupa di berbagai seminar di Indonesia, Australia, Jepang, Korea, Thailand dan Belanda. Selain sedang menyelesaikan desertasi doktor dan mengajar paruh waktu di almamaternya, sejak 2001 ia bekerja sebagai kurator di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung.

jennongnong@yahoo.com