Untuk kelima kalinya, konser bulanan orkes kota Jakarta City Philharmonic (JCP) digelar di Gedung Kesenian Jakarta, Pasar Baru, Jakarta Pusat, pada Rabu, 12 Juli 2017. Berbeda dengan sebelumnya, yang mengangkat repertoar dari wilayah atau negara tertentu (Skandinavia, Jerman, Rusia, Italia), kali ini JCP menampilkan tema S(CH/J)UMANNIANA. Sebuah penghormatan untuk “kegilaan Schumann dan Sjuman”.

“Penempatan dua komposer yang memiliki keunikan identik pada program kali ini bukanlah tanpa alasan. Dalam runutan sejarah, banyak figur bertalenta tinggi yang dapat dikatakan memiliki problem psikologis. Kelainan bipolar merupakan salah satunya,” ujar Anto Hoed, Ketua Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

S(CH/J)UMANNIANA menampilkan dua komposer yang uniknya – jika tidak kebetulan – memiliki kesamaan dalam hal nama dan perjalanan hidup. Jika pelafalan Schumann dan Sjuman terdengar homofon, -maniana mengacu kepada mania; kelainan mental yang ditandai dengan munculnya momentum penuh sukacita, euforia, delusi, dan aktivitas meluap-luap yang diduga dialami oleh kedua komposer tersebut. Penambahan akhiran -ana menyatakan kata benda plural, hal-hal yang diasosiasikan dengan tokoh tertentu, tempat, atau minat pada hal-hal khusus.

“Jadi S(CH/J)UMANNIANA bisa diterjemahkan sebagai sebuah kaleidoskop karya-karya musik Schumann dan Sjuman yang keanehan, keeksentrikan, serta keunikan persona penciptanya akan dirayakan oleh JCP malam ini,” ungkap Pengaba Utama, JCP Budi Utomo Prabowo.

Dalam beragam catatan historis, Robert Schumann (1810-1856) adalah salah satu dari figur legendaris yang menderita kelainan jiwa. Pertama terdeteksi pada 1833 sebagai episode melankolia berat, dengan fase-fase mania dan bertambahnya delusi pribadi bahwa ia sedang diracun atau diancam dengan benda-benda metal. Akhir Februari 1854, gejala psikosisnya semakin bertambah, yaitu saat visi-visi malaikatnya berganti menjadi gambaran iblis. Pada 27 Februari 1854, Schumann mencoba bunuh diri dengan menceburkan diri ke sungai Rhine. Berhasil diselamatkan oleh pengayuh perahu yang lewat, ia kemudian memohon kepada istrinya untuk dikirim ke rumah sakit jiwa hingga meninggal dunia

Aksan Sjuman (1970) menyatakan bahwa ia pernah mengalami masa-masa yang sulit di tahun 2000-an, sebuah periode saat ia menderita skizofrenia. Saat itu, ia merasa bahwa semua hal yang disentuhnya bermetamorfosis menjadi suara-suara dan kata-kata. Pada saat pikirannya sedang jernih, segenap elemen tersebut akan menjadi puisi, namun saat ia sedang merasa buram, ia tidak akan segan menghujat apa pun yang ada di sekitarnya. Jika perasaan paranoid sedang melanda dirinya, hal-hal positif akan sirna seketika. Gejolak perasaan tersebut dapat terjadi kapan saja, seperti pada saat ia sedang menabuh drum atau simbal, mendadak suara-suara kor anak kecil bergaung di telinganya. Ia pernah berusaha mengatasi gangguan psikologis ini dengan obat dari psikiater serta usaha hipnotis diri melalui meditasi tenaga prana.

Tiga komposisi panjang yang akan dimainkan JCP malan ini adalah:

SCHUMANN, Robert (1810-1856):

  • Simfoni No. 4 dalam D minor, Op. 120 (versi 1851)
  • Konserto untuk Selo dalam A minor, Op. 129

SJUMAN, Aksan (1970):

  • Under Umbrella, for “M” 

Simfoni No. 4 dalam D minor, Op. 120, meskipun bagian terakhir dari empat simfoni, bukanlah pencapaian terakhirnya dalam genre musik simfonik. Pada awalnya, Schumann segera menggubah simfoni ini pada saat ia menyelesaikan simfoni pertamanya pada 1841. Oleh karena itu sebenarnya simfoni keempat ini mendahului simfoninya yang kedua dan ketiga. Namun demikian, Schumann menahan dirinya untuk tidak memublikasikan karya tersebut hingga 1853.

Adapun Konserto untuk Selo dalam A minor, Op. 129 ditulis menjelang akhir hidup Schumann yang singkat. Konserto ini dianggap sebagai salah satu karyanya yang mengundang banyak pertanyaan karena beberapa hal, antara lain strukturnya, panjang bagian eksposisi, serta kualitas transendental yang menyesap pada bagian pembukaan, sebagaimana lirisisme kuat pada bagian kedua.

Sementara itu, Under Umbrella, for “M” merupakan komposisi yang baru digubah oleh Aksan Sjuman. Menurutnya, “Karya ini adalah ungkapan perasaan yang mengalir terdengar di telinga, yang tidak terikat dengan gaya, zaman, ataupun teknik- teknik dalam sebuah komposisi.” Sesuai dengan bagian dari judulnya, karya ini ia dedikasikan untuk anaknya: Miyake Shakuntala Sjuman.

Mengenai Jakarta City Philharmonic

Jakarta City Philharmonic (JCP) adalah proyek bersama Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) dengan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Pada bulan November 2016 orkes ini mengadakan pentas perdana dan mendapat sambutan hangat dari kalangan pencinta musik.

JCP dibentuk untuk melengkapi Jakarta sebagai kota metropolitan. Seperti layaknya kota-kota besar di dunia, kehadiran sebuah orkestra profesional dengan jadwal rutin sepanjang tahun merupakan kebutuhan kultural sebuah metropolitan modern. Dengan menggunakan sumber daya manusia Indonesia yang tersedia, JCP menghadirkan repertoar musik klasik dunia dan karya komposer Indonesia kepada masyarakat Jakarta dan sekitarnya.

Dari edisi ke edisi peminat konser JCP terus meningkat. Sampai dengan Minggu, 9 Juli 2017, pukul 23.00, sebanyak 903 orang melakukan reservasi untuk mendapatkan tiket masuk konser JCP malam ini. Di satu sisi menggembirakan karena memperlihatkan meluasnya awareness mengenai JCP dan meningkatnya minat masyarakat untuk menikmati pertunjukan kesenian yang baik. Namun di sisi lain menimbulkan persoalan karena kapasitas GKJ terbatas hanya untuk 425 penonton.

Meningkatkan minat masyarakat membuat JCP semakin serius memikirkan kemungkinan mengadakan konser dua kali dalam sebulan dan keberlanjutan konser di masa mendatang. Meskipun hal itu bukan perkara mudah karena memerlukan pendanaan sangat besar. Sejak beberapa waktu lalu JCP melakukan penjajakan kepada beberapa pihak, yang juga dimaksudkan untuk mencari model pembiayaan yang berkelanjutan di tahun-tahun mendatang.

“Di samping dua hal tersebut, yang pasti sekarang kami menghadapi persoalan baru yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, yaitu bagaimana mengelola antusiasme dan gejolak emosi calon penonton yang sangat ingin menonton padahal kapasitas terbatas. Kami akan menanganinya dengan baik dan berhati-hati,” jelas Totot Indrarto, salah satu Komisaris JCP.

Email: jakartacityphilharmonic@gmail.com
IG: @jakartacityphilharmonic
Facebook: /jakartacityphilharmonic