Salah satu penanda penting sebuah kota, khususnya Kota besar  Jakarta, adalah kuatnya kultur festival seni untuk menciptakan iklim warga kota yang semakin inklusif.  JICON Dance Fest di Jakarta sendiri, sebagai sebuah festival yang berbasis praktik koreografi digagas berdasarkan kompleksitas ruang kota, sedemikian hingga maka dibutuhkan perluasan (expanded) untuk menjangkau keragaman dan inklusifitas kota yang melingkupinya. Perluasan praktik koreografi atau juga disebut dengan expanded choreography sendiri secara serentak juga bentuk kontemporesasi  di dalam seni pertunjukan tari memiliki ragam arah. Selain praktik koreografi yang tidak lagi bergantung   pada hubungan linier antara peristiwa  pertunjukan dan penonton, namun juga bagaimana perluasan koreografi bekerja dengan lintas medium, dan penggunaan objek-objek lainnya semacam arsip dan visual.  Pengertian perluasan dalam  konteks expanded choreography melalui medium, ruang, dan objek ini dimaknai sebagai perluasan kesadaran dari praktik koreografi itu sendiri, untuk menjangkau kemungkinan-kemungkinan isu koreografi yang lebih luas. Perluasan dari koreografi ini juga tidak lepas dari seiring dengan keragaman masyarakat kita hari ini yang semakin performatif karena telah dipengaruhi oleh media, khususnya media digital, dalam mengkontruksi dan melihat realitas keseharian mereka. Kompleksitas masyarakat tersebut tentu saja mempengaruhi seni, khususnya seni pertunjukan tari yang koreografinya tidak lagi bisa dibatasi oleh pengertian-pengertian tari secara konvensional. Koreografi kontemporer (expanded choreography) pada akhirnya  tumbuh menjadi perspektif dalam melihat fenomena sosial masyarakat beserta sosial medianya yang semakin performatif, untuk melihat pengertian gerak tubuh yang semakin luas.