Mengawali 2018 ini, Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta menyelenggarakan kembali program Bincang Tokoh ke-10. Berbeda dengan edisi-edisi sebelumnya, Bincang Tokoh kali ini hadir dalam bentuk kuliah terbuka dan menghadirkan seorang ilmuwan sastra. Komite Sastra yang terdiri dari Yusi Avianto Pareanom, Aini Sani Hutasoit, Yahya Andi Saputra, dan Linda Christanty merasa perlu membicarakan para ilmuwan sastra selain membahas sastrawan dan karyanya. Diperkuat dengan kenyataan bahwa produksi karya sastra di Indonesia tidaklah kurang, sedangkan produksi kritik dan apresiasi terhadap karya sastra sangatlah minim.
Menurut Ketua Komite Sastra DKJ, Yusi Avianto, DKJ penting menghadirkan tokoh yang bukan hanya pengarang tapi juga seseorang yang membahas kepengarangan seperti Prof. Dr. Melani, karena ekosistem sastra, kritik dan kajian akademis sebetulnya adalah bagian yang tak terpisahkan.
Bincang Tokoh #10 ini menghadirkan Prof. Dr. Melani Budianta, seorang guru besar dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia dengan latar belakang pendidikan di bidang sastra dan kajian budaya Inggris/Amerika. Melani Budianta mengembangkan kajian dan penelitian atas karya sastra dan fenomena budaya. Fokus perhatiannya antara lain adalah persoalan keragaman budaya, gender, dan politik kekuasaan.
Dalam Bincang Tokoh kali ini, Prof. Dr. Melani Budianta akan memberikan kuliah terbuka dengan judul Sastra, Hoaks, dan Humaniora. Membahas judul tersebut, pasti akan banyak pertanyaan yang muncul seperti: “peradaban macam apa yang ditandai oleh hoax?”, “iklim berpikir macam apa yang dominan?”, “bagaimana sastra dan ilmu humaniora menyikapi kecenderungan seperti ini?”. Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang akan coba didiskusikan dan direfleksikan bersama.
Sastra hoaks secara sederhana merupakan karya yang menjungkir-balikkan persepsi pembaca tentang sastra itu sendiri, mencampur-adukkan ‘apa yang real’ dan ‘apa yang tidak real’. Sifat dari hoaks itu sendiri sebenarnya adalah fiksi. Sedangkan sastra adalah sebuah cerita fiksi; sebuah cerita rekaan yang berarti bukan sesuatu yang sesungguhnya. Beberapa pendapat mengatakan bahwa sastra itu hoaks. Namun, pendapat seperti ini juga dapat runtuh ketika kita melihat sastra dalam konteks ide yang dibawa oleh aliran realisme.
Untuk melengkapi diskusi yang akan berjalan, tokoh sastra Zen Hae juga akan hadir sebagai Pembahas dalam Bincang Tokoh #10. Zen Hae sendiri merupakan seorang penulis puisi, cerpen, esai, dan kritik sastra. Ia telah menerbitkan tiga buku: kumpulan cerpen Rumah Kawin (KataKita, 2004), himpunan puisi Paus Merah Jambu (Akar Indonesia, 2007) dan edisi tigabahasa cerpen-cerpennya The Red Bowl and Other Stories (Yayasan Lontar, 2015).
Ketua Komite Sastra, Yusi Avianto juga mengatakan “Melani Budianta tak pernah ragu menguji gagasan dan nilai-nilai yang ada dalam sebuah karya sastra. Tulisan-tulisannya yang sudah dimuat di banyak jurnal penting selalu tajam, tanpa kompromi, dan jernih. Keilmuan guru besar sastra di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia ini memang paripurna.” Hal itu juga yang dipertimbangankan mengapa tahun ini Komite Sastra DKJ memilih Prof. Dr. Melani Budianta sebagai tokoh yang diangkat.
Bincang Tokoh #10 yang diselenggarakan pada Rabu, 17 Januari 2018 pukul 16.00 – 19.00 WIB bertempat di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki diharapkan agar publik semakin mengapresiasi kontribusi Melani Budianta dalam sastra Indonesia.