Coaching Clinic Master Class MTN Lab bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) memasuki hari ketiga sekaligus hari terakhir. Kelima belas peserta mendapatkan materi yang tak kalah bernas dengan hari-hari sebelumnya.

Di sesi penutup tersebut, peserta mendapatkan materi terkait cara agar karya sastra mereka dapat bersinar di hadapan pembaca luas, baik pasar nasional maupun internasional.

“Materi yang disampaikan meliputi teknik pitching naskah, mengenal profil dan selera penerbit, serta pemahaman terhadap tren dan kebutuhan pasar sastra saat ini oleh para promotor sastra yang berpengalaman dalam menjembatani karya sastra dan dunia penerbitan,” ungkap perwakilan Yayasan Atelir Ceremai, Willy Fahmy Agiska.

Menurut dia, kerja menulis akan selalu berkaitan dengan kerja industri perbukuan. Karena itu, dalam profesionalisme, para peserta perlu mengetahui apa saja yang menjadi hak dan kewajiban penulis.

Materi pertama disampaikan oleh Hetih Rusli, Head of IP Licensing for Film & TV Gramedia. Sosok yang telah lama malang melintang di industri perbukuan itu menyatakan bahwa buku yang ditulis oleh para 15 peserta pendampingan naskah adalah kekayaan intelektual mereka.

Pada sisi lain, lisensi IP adalah proses pemberian izin kepada pihak-pihak lain untuk menggunakan hak atas kekayaan intelektual. Lisensi IP itu dapat berupa buku atau novel yang telah ditulis oleh para peserta.

“Proses pemberian izin itu nanti ada timbal balik berupa royalti, fee, atau pembagian keuntungan,” ungkapnya.

Dia menjabarkan lisensi IP tersebut menjadi adaptation rights yang merupakan pemberian izin mengubah karya ke bentuk lain. Ada pula merchandising rights yang memberikan izin menggunakan karakter/brand di produk fisik.

“Kemudian ada yang namanya publishing rights, ini berarti memberikan izin menerbitkan atau menerjemahkan karya ke dalam bentuk buku. Lalu ada digital rights, izin untuk menerbitkan buku ke platform digital. Serta performance rights, memberikan izin menampilkan karya di panggung, konser, atau teater.”

Buku yang bagus, menurut Hetih, sudah setengah jalan menuju film bila menyediakan plot, karakter, dialog, konflik, dan setting. Karenanya, bagi penulis skenario dan sutradara, ini merupakan fondasi siap pakai yang siap dipindahkan ke dalam bentuk visual.

Materi berikutnya diberikan oleh Wedha Stratesti Yudha yang merupakan Wakil Ketua Umum Bidang Kerja Sama dan Hubungan Luar Negeri Ikapi. Menurutnya, sastra Indonesia amat layak mendunia.

Hal ini didasarkan oleh beberapa hal, seperti potensi diplomasi budaya melalui karya sastra, keunikan perspektif lokal yang menarik bagi pembaca global, maupun momentum global seperti meningkatnya minat terhadap suara dari Global South.

“Nah, kenapa penulis menurut saya penting juga mempersiapkan karya agar bisa go internasional? Karena ada aspek ekonomi yang mengikutinya. Ini juga akan menjadi added value untuk penulis,” kata Wedha.

Wedha juga mengatakan, dengan karya penulis diterjemahkan ke satu atau dua bahasa, kesempatan untuk diundang saat negara tersebut mengadakan festival internasional akan lebih luas.

Peserta Puas

Pendampingan bagi 15 naskah terpilih Sayembara Novel DKJ 2025 selama tiga hari, 6-8 November 2025 di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin diakui peserta memberikan banyak wawasan baru bagi para peserta.

Junaydy Michael Angelo Ginting, salah satu peserta yang merupakan penulis Sumatrabhumi (Rimba Purba), mengakui program MTN Lab tersebut memberikan perspektif baru dunia sastra terhadap dirinya yang biasa bergelut di dunia konservasi.

“Selama saya melakukan pelatihan-pelatihan ini, semua materi yang diberikan memberikan pandangan yang baru. Harapannya, semoga karya saya bisa diterima oleh masyarakat. Dan juga isu-isu lingkungan yang saya angkat dalam novel ini bisa diperbincangkan dan jadi bacaan untuk semua masyarakat,” tuturnya.

Wawan Kurniawan, finalis lainnya yang menulis novel Museum Kepada yang Lupa juga mengaku pendampingan tersebut memberikan banyak manfaat bagi dirinya.

“Saat mengikuti proses pendampingan ini, kami belajar banyak terkait dengan bagaimana editing, bagaimana promosi sastra, dan bagaimana agar naskah yang sudah kami buat bisa hadir lebih baik dari sebelumnya.”

Wawan berharap, ke depannya bisa menghadirkan naskah-naskah berkualitas dan berkontribusi di dunia sastra, serta karyanya bisa menemukan pembacanya.

Koordinator Manajemen Talenta Nasional (MTN) David Irianto menyemangati para peserta yang telah mengikuti pendampingan untuk segera menerbitkan karya-karya mereka.

Terlebih, Indonesia akan menjadi Guest of Honor (GoH) pada Abu Dhabi Book Fair di April 2026. Ia berharap salah satu peserta akan menjadi kontingen penulis Indonesia yang diterbangkan ke Abu Dhabi.

“Saya juga berterima kasih pada teman-teman dari Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta yang telah membuka diri untuk kolaborasi dengan kami. Usaha yang kita kerjakan, pada ujungnya adalah supaya talenta sastra kita semakin hari semakin baik. Dan narasi kita tentang keindonesiaan, jadi peluang besar untuk diplomasi kebudayaan yang semakin maju di masa depan,” tutup David.

MTN Seni Budaya adalah program prioritas nasional yang bertujuan untuk menjaring, mengembangkan, dan mempromosikan talenta seni budaya Indonesia secara terstruktur dan berkelanjutan. Program ini menghubungkan talenta dengan berbagai peluang pengembangan kapasitas dan akses pasar, baik nasional maupun global.

(Komite Sastra)