Tahun 2014 adalah tahun kedua penyelenggaraan Kineforum Misbar, sebuah bioskop temporer yang didesain khusus untuk ruang terbuka di kota Jakarta. Acara ini merupakan kerjasama Kineforum Dewan Kesenian Jakarta yang didukung oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jaya. Kineforum Misbar 2014 kali ini kembali hadir di ruang publik Jakarta: Lapangan Basket, Lapangan Blok S dan Lapangan Futsal, Taman Menteng.
Tema acara tahun ini adalah “LAWAN” yang merupakan tanggapan terhadap peristiwa sosial kemasyarakan yang terjadi sepanjang 2014. Tahun ini merupakan tahun perubahan, di mana masyarakat Indonesia mengalami banyak hal dalam upaya melawan dan memperbaiki hal-hal yang kurang baik menjadi hal-hal yang baik. Singkat kata saat kita berbicara ‘lawan’ bukanlah semata-mata perihal fisik, tapi juga bersifat personal, dari lingkungan terdekat, sosial dan negara. Adrian Jonathan dan Alexander Matius, selaku pemrogram Kineforum Misbar 2014, melihat bahwa tema “LAWAN” kali ini adalah sebuah ajakan untuk membangun ruang bersama yang kian luwes dan tidak lagi terikat pada aturan-aturan konvensional yang kerap kali diarahkan untuk kepentingan ataupun kalangan tertentu saja.
Rangkaian acara ini akan berlangsung dari tanggal 22 November 2014 sampai tanggal 6 Desember 2014 di Lapangan Blok S dan tanggal 23-24 November di Lapangan Futsal, Taman Menteng. Kineforum Misbar 2014 kali ini dibuka dengan pemutaran film Kantata Takwa (Gotot Prakosa, Eros Djarot, 2008), dan diakhiri oleh pemutaran salah satu film penanda bangkitnya perfilman Indonesia di akhir tahun 1990an, Kuldesak (Riri Riza, Nan Achnas, Mira Lesmana, dan Rizal Mantovani, 1998). Empat puluh film pilihan yang akan diputar adalah film-film Indonesia klasik dan juga kontemporer yang dinilai oleh tim pemrogram memperlihatkan perlawanan pada situasi dan kondisi zamannya baik secara estetika film dan juga pergerakan. Kineforum Misbar 2014 ini secara eksklusif akan menampilkan pemutaran perdana film Garuda Power: The Spirit Within (Bastian Meirosonne, 2014), tentang dokumenter film laga di Indonesia yang pernah diputar di Busan International Film Festival 2014, pada tanggal 29 November 2014.
Kineforum Misbar 2014 juga akan menampilkan hasil digitalisasi salah satu film klasik Indonesia, Titian Serambut Dibelah Tujuh (Chaerul Umam, 1982). Selain pemutaran film-film layar lebar, rangkaian acara kali ini menampilkan dua film dokumenter pendek dalam satu kompilasi sebagai salah satu daya tarik acara.
Pada tahun ini, Kineforum Misbar 2014 mempersembahkan bioskop temporer hasil desain Bob Anzac Perwira (desainer panggung) dan Gerrits SBC Udjung (arsitek) dari Indonesia untuk mempersembahkan pengalaman menonton bagi publik Jakarta dalam ruang alternatif.
Selain penayangan film, Kineforum Misbar 2014 kali ini menampilkan penampilan musik dari tiga band terpilih yang akan mendampingi dalam acara-acara khusus ajang kali ini
Kineforum Misbar 2014 terbuka untuk publik dan gratis.
Kineforum Misbar 2014 akan menampilkan 40 film:
- Kantata Takwa
- Garuda Power: The Spirit Within
- Sokola Rimba
- Lima Elang
- Jakarta Hati
- Belenggu
- Sebelum Pagi Terulang
- Kwaliteit 2
- Matjan Kemajoran
- Si Pitung
- Si Doel Anak Betawi
- Ramadhan dan Ramona
- Atheis
- Ketika Bung di Ende
- Pagar Kawat Berduri
- Titian Serambut Dibelah Tujuh
- Beri Aku Waktu
- Kuldesak
- Metamorfoblus
- Mata Tertutup
- Selamat Pagi, Malam
- Tak Sempurna/King of Rock City
- Catatan Harian Si Boy
- Halaman Belakang
- Polah
- Bermula dari A
- Umar Amir
- Wan An
- Indie Bung !!
- Onomastika
- Seserahan
- Gula-Gula Usia
- Jadi Jagoan ala Ahok
- Nyalon
- Sepatu Baru
- Joshua
- El Meler
- Boncengan
- Say Hello to Yellow
- Gazebo
FILM PEMBUKA:
Kantata Takwa (Gotot Prakosa, Eros Djarot, 2008)
Film ini adalah sebuah puisi kesaksian para seniman Indonesia tentang tekanan rezim saat Orde Baru. Periode sejarah itu kental akan penangkapan, penculikan, bahkan pembunuhan para aktivis yang aras ideologinya tidak selaras dengan pemerintah penguasa.
Termasuk di antaranya WS Rendra, seorang penyair yang harus keluar-masuk penjara karena karya-karyanya dianggap menyindir dan mengkritisi pemerintah. Begitu juga Iwan Fals, Sawung Jabo, Jockie Surjoprajogo, dan Setiawan Djodi yang sering menyuarakan keadaan sosial masyarakat Indonesia; pada saat itu mereka harus berhadapan dengan kemungkinan pencekalan oleh pemerintah penguasa. Suara kesaksian para seniman tersebut mereka karyakan dalam konser akbar Kantata Takwa.
Konser Kantata Takwa yang ditampilkan dalam film berlangsung pada April 1991, yang kemudian dilarang tampil setelah penampilan selanjutnya di Surabaya. Konser ini adalah simbol perlawanan dan oposisi terhadap pemerintah penguasa saat itu, disuarakan dengan lantang dalam konser tersebut melalui syair dan lagu yang sarat dengan nuansa teatrikal.
FILM PENUTUP
Kuldesak (Riri Riza, Nan Achnas, Mira Lesmana, dan Rizal Mantovani, 1998)
Kuldesak menandai awal dari kebangkitan perfilman Indonesia, setelah selama dekade 90an perfilman nasional mati suri.
Ada empat “cerita” yang satu dengan lainnya tak ada kaitannya, kecuali bahwa seluruh “cerita” tadi bermaksud melukiskan dunia remaja masa kini dari kacamata remaja itu sendiri. Suatu dunia yang sering sukar dipahami generasi lainnya yang lebih tua. Empat tokoh dari cerita tadi masing-masing punya impian, keinginan, obsesi dan masalah masing-masing, yang umumnya tidak kesampaian.
Yang unik dari film ini adalah bentuk yang digunakannya hingga dia betul-betul menjadi “isi” dunia remaja itu. Bentuk itu sangat dekat dengan gaya videoklip yang sering tampil di MTV. Sebuah film yang betul-betul “lepas” kaitannya dari sejarah film Indonesia sebelumnya. Keberhasilan film ini menampilkan dunia remaja yang seolah-olah berada dalam dunia realitas dan dunia maya (virtual) sekaligus, seolah-olah bebas nilai.