Salah satu seni budaya yang turun-temurun hidup dan berkembang di berbagai daerah Nusantara adalah musik. Setiap daerah punya ciri khas musik yang unik sebagai identitas, media ekspresi, dan akar budaya masyarakat setempat. Seperti ciri khas musik di Nias yang menggunakan alat musik perkusi dengan panjang hingga tiga meter yang biasa disebut sebagai gendera, Jawa Barat dengan angklung, dan Maluku dengan Tifa (semacam gendang).
Musik berakar pada tradisi masyarakat yang keberlangsungannya dalam konteks masa kini merupakan upaya pewarisan masa lalu yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tradisi menghadirkan masa lalu di era sekarang, sehingga menjadi kontinuitas masa lalu bagi masa kini dan yang akan datang. Sudah seharusnya musik tradisi Indonesia dijaga dan dilestarikan sebaik mungkin.
“Musik tradisi kurang diminati oleh masyarakat pendukungnya, terutama generasi muda, sehingga banyak kosa kata (vocabulary) yang sudah hilang. Ironinya, masyarakat banyak yang tidak mengetahui lagu tradisi yang pernah ada. Berdasarkan pengalaman saya dibeberapa daerah, musik tradisi sudah diganti dengan instrumen barat seperti keyboard untuk keperluan ritual, seperti terjadi pada masyarakat Karo Sumatera Utara,” ujar Anusirwan, anggota Komite Musik DKJ dan Sekertaris Program Etnomusikologi – Insitut Kesenian Jakarta (IKJ).
Menanggapi hal tersebut, Komite Musik – Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) berkerjasama dengan Program Studi Jurusan Etnomusikologi – Insitut Kesenian Jakarta (IKJ) mengadakan program Meja Bundar Musik. Program ini hadir sebagai wadah pertemuan para pakar musik, musisi, dan akademisi dalam membahas permasalahan, perkembangan, dan pelestarian musik.
Meja Bundar Musik, yang pertama ini mengangkat tema World Music – Musik Tradisi Nusantara: Merawat, Mengembangkan, Mengilhami, dan akan diadakan selama dua hari pada 3 dan 4 September 2015 di Teater Luwes, Institut Kesenian Jakarta (IKJ) mulai pukul 14.00 WIB setiap harinya.
Pembicara yang hadir adalah I Wayan Balawan (pendiri Batuan Ethnic Fusion yang mengusung eksplorasi musik tradisional Bali), Rahayu Supanggah (komponis tradisi yang banyak berkolaborasi dengan kelompok internasional), Rence Alfons (komponis suling bambu Ambon), dan Trisutji Djuliati Kamal (komponis berbasis klasik barat yang memasukan unsur tradisi nusantara dalam karyanya). Para pembicara tersebut akan membahas bagaimana dan sejauh mana musik terdisi diniali masih memegang unsur tradisi, bagaimana perkembangan musik tradisi, dan sejauh mana musik tradisional menjadi “World Music”. Moderator dalam program ini adalah Nyak Ina Raseuki/Ubiet dan Jabatin Bangun (praktisi musik tradisi dan dosen IKJ).
“Di sisi lain, musik tradisi mulai diminati oleh banyak komponis Indonesia. Meja Bundar Musik ini diadakan untuk menjadi sarana edukatif memperkenalkan dan menyegarkan kembali musik tradisi Indonesia kepada masyarakat pada umumnya dan generasi mendatang pada khususnya,” lanjut Anusirwan.
Program Meja Bundar Musik gratis dan terbuka untuk umum. Penonton bisa berpartisipasi memberikan pertanyaan seputar musik tradisi nusantara kepada pembicara melalui Twitter, dengan menggunakan tagar #MBMTradisi dan mention akun Twitter DKJ @JakArtsCouncil.