Daftar Bakal Kandidat Dewan Kesenian Jakarta 2023-2026

Pendaftaran untuk menjaring Bakal Kandidat Anggota Biasa DKJ 2023-2026 telah dibuka untuk publik selama 10-23 Oktober 2022. Secara keseluruhan telah masuk 85 pendaftar. Setelah dilakukan seleksi administratif, sebanyak 5 (lima) orang dinyatakan tidak lolos.

Seluruh dokumen yang telah lolos seleksi administratif yang dikirim oleh pendaftar akan diserahkan kepada Musyawarah Kesenian Jakarta pada 1 November 2022 untuk diseleksi di dalam Komisi Bakal Kandidat. Musyawarah Kesenian Jakarta akan memilih 60 (enam puluh) nama untuk direkomendasikan kepada Akademi Jakarta untuk diseleksi lebih jauh.

Semua calon yang ada di daftar ini telah:

  1. bersedia dicalonkan diri dan tidak akan mengundurkan diri selama proses pencalonan berlangsung;
  2. bersedia mengikuti proses pemilihan yang ditetapkan;
  3. mempunyai waktu untuk menjalankan tugas-tugas dan kewajiban sebagai anggota DKJ;
  4. tidak memiliki cacat (etik dan etika profesional) dalam kegiatan kreativitas penciptaan seni.
  5. tidak pernah tersangkut dan/atau terlibat dalam kegiatan yang sifatnya merugikan nama baik dunia kesenian, baik yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan kreativitas penciptaan seni maupun tidak;
  6. belum pernah menjadi Anggota DKJ selama 2 (dua) periode baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut;
  7. tidak menjadi anggota lembaga sejenis di tempat lain;
  8. tidak pernah tersangkut perkara penyalahgunaan narkoba dalam segala bentuknya;
  9. bukan anggota partai politik.

Pengumuman untuk validasi publik ini, beserta nama dan dokumen-dokumennya, telah dimintakan persetujuan dari pendaftar ketika mengisi formulir kandidat.

Panitia Pengarah
Musyawarah Kesenian Jakarta 2022

Bidang Film

No. Nama Komite Pandangan Pribadi Riwayat Hidup Ringkas
1. Anisa Nastiti

Film Industri film di Indonesia semakin membuktikan eksistensinya. Dilihat dari masuknya nominasi2 film festival tingkat internasional.
Walaupun begitu pandangan saya terhadap permasalahan pengembangan dan pembinaan di bidang film saat ini adalah tidak adanya standar kompetensi yang jelas untuk para pelaku film, semua hanya berdasar dari pengalaman pernah mengikuti sebuah produksi. Sehingga kualitas dari hasil karya film tidak bisa di jaga standarnya. Begitu juga dengan kurangnya kebijakan perlindugan SDM perfilman. Singkatnya , di setiap fungsi perfilman jumlah manpower kita masih kurang memadai, tidak ada standar kompetensi, tidak ada kebijakan perlindungan SDM perfilman, serta tidak ada kurikulum berstandar nasional.Hal ini juga berkaitan dengan investasi dan dukungan dari pemerintah yang kurang sistematis, sehingga output dari karya tersebut tidak mencapai target yang diinginkan dalam jangka pendek (film terjual dgn baik dan fungsi film sbg hiburan) maupun jangka panjang (fungsi film sbg alat propaganda yang diharapkan menjadi kenyataan sesuai dgn yg propagandis inginkan). Karena hakikatnya film itu seharusnya bisa menjadi media komunikasi yang paling lengkap dalam menyampaikan sebuah pesan dan sebagai influence dalam mengembangkan macam-macam bisnis (sektor ekonomi) guna membantu ekonomi kota maupun negara.Harapan saya, Jakarta sebagai pusat perfilman di Indonesia, melalui Dewan Kesenian Jakarta bisa menjadi penggerak dalam membuat program-program standarisasi, mengumpulkan talenta Indonesia yg berperan di kancah internasional untuk melatih dan membuat standarisasi kompetensi, membuat roadmap investasi dan dukungan pemerintah dalam industri perfilman.
Saya Anisa Nastiti, akrab di panggil Icha. Latar belakang pendidikan saya adalah Art di Macquarie University Sidney, Australia. Saya adalah seorang Creative Director, TVC Director & Producer. Karya besar terakhir saya adalah Opening & Closing Ceremonies Asian Para Games 2018, di INAPGOC saya menjabat sebagai Head of Creative Study dalam pengembangan dasar dan konsep pembuatan opening dan closing ceremony, dan opening ceremony telah menjadi trending topik no 1 di dunia karena keutuhan ceritanya yg menyentuh lewat pagelaran panggungnya. Di kesempatan yang sama ada sebuah karya video dengan judul “the box” yang merupakan video intro pada saat Presiden Jokowi turun ke lapangan untuk memanah. Video teresbut mendapatkan penghargaan Citra Pariwara di tahun 2019 dengan saya sebagai creative & producer.
2. Aulia Mahariza

Film Permasalahan pengembangan dan pembinaan kesenian di bidang film saat ini menurut saya adalah keberlanjutan dan tujuan akhir dari program yang sering kali hanya sepenggal dan tidak ada target hasil akhir nyata yang dapat dipergunakan oleh peserta selain dari sertifikat atau piagam kepesertaan. untuk semua program, seharusnya peran dari DKJ memiliki hasil akhir yg berkelanjutan dan bertujuan nyata untuk meningkatkan taraf hidup para pelaku industri seni ini. Baik itu pengembangan/ pembinaan di tahap awal (entry level) maupun pembinaan di tahap akhir (advance level).Misalnya pelatihan pembuatan film, pembuatan film tidak hanya mampu untuk membuat produknya, namun berkemampuan juga untuk memasarkan produknya, dan produk tersebut berkemampuan untuk laku di pasaran. Integrasi semua ini yang bisa menaikan level dan taraf hidup para pelaku seni. Saya harap pengembangan seni oleh DKJ kedepan, benar benar mampu mencapai tujuannya, tidak hanya sekedar menyelenggarakan kegiatan dalam pemanfaatan anggaran. Saya Aulia Mahariza nama panggilan saya ULI, banyak yg panggil saya mba aulia, bu uli padahal saya bapak bapak — Malang melintang di dunia kreatif sejak tahun 2005 (Creative Agency, PH), dengan berlatar belakang pendidikan Teknik Elektro, saya memiliki sudut pandang dan hal hal yg tidak dimiliki oleh teman teman saya dari latar belakang seni. tahun 2011-2012 saya bergabung dengan Regu Kerja Didi Petet untuk membuat Teater Musikal Lutung Kasarung sebagai produser, lalau 2013-2017 saya memiliki Rumah Produksi film bersama Rudi Soedjarwo, kita merilis 4 film komersil dan 3 film independen di bioskop, membuat pelatihan perfilman, membuat festival perfilman dan kegiatan perfilman lainya, 2017-2018 Saya bergabung dengan panitia penyelenggara Indonesia Asian Para Games 2018 – perhelatan olahraga untuk atlit disabilitas berskala ASIA disini saya berperan sebagai Director of Ceremonies menangani Opening-Closing Ceremonies, Torch Relay, Team Welcoming Ceremony. 2015 – 2017 saya dengan berperan sebagai perwakilan dari Dyandra Promosindo membuat dan mewujudkan perhelatan Syncronize Festival bersama teman teman dari deMajors. 2019 – 2022 saya dipercaya mengelola 4 Kebun Raya (Bogor, Cibodas, Purwodadi & Bali) milik negara sebagai Direktur Operasional. Banyak perhelatan berskala kecil sampai berskala internasional sudah saya buat, dan sampai saat ini, saya masih terus mewujudkan hal tersebut bersama Istri saya. Moto saya “If it’s thinkable, it’s doable”
3. Dhani Agustinus Syah

Film Kondisi perfilman Indonesia sudah mulai menggeliat setelah dihantam pandemi beberapa tahun terakhir,  ditandai dengan banyaknya film Indonesia yang merajai box office bioskop dengan jumlah penonton yang signifikan. Momentum ini perlu dijaga bahkan ditingkatkan dengan literasi visual yang masif khususnya untuk generasi muda karena mereka lah segmen penonton terbesar. Tetapi di lain sisi,  generasi muda kita juga  terkontaminasi dengan visual instan yang ditawarkan oleh platform-platform media sosial yang dengan gampangnya bisa diakses melalui gawai mereka.
Apresiasi terhadap budaya sendiri, khususnya film sebagai gerbong penarik industri kreatif lainnya perlu ditingkatkan untuk bisa menyeimbangi penetrasi budaya asing. Pemahaman yang kuat akan budaya bangsa perlu ditanamkan sejak dini sehingga mereka akan lebih menghargai budaya sendiri dibanding hanya sebagai konsumen menyerap budaya asing. Sekolah-sekolah dan pendidikan tinggi dapat berpartisipasi dengan mengadakan kegiatan ekstra kurikuler di bidang Apresiasi dan Produksi Film, serta pemangku kepentingan yang lain bisa berpartisipasi dalam membagikan pengetahuan dan skillnya di bidang film melalui cara-cara yang mudah, murah dan cepat, semisal menggunakan teknologi digital yang saat ini merupakan keniscayaan. Perlu juga dibentuk regenerasi/kaderisasi orang yang bisa berbagi kembali pengetahuan yang didapat kepada orang sekitarnya, baik melalui lembaga formal seperti sekolah dan kampus, serta komunitas-komunitas film melalui workshop-workshop, penerbitan buku film, kompetisi produksi dan apresiasi dan sebagainya.Jakarta sebagai barometer industri kreatif nasional dapat berperan besar dalam menghadapi serbuan invasif dari budaya luar. Sehingga harapannya  masyarakat Indonesia, Jakarta pada khususnya tidak hanya berperan sebagai konsumen atau penikmat budaya/film dari luar tapi bisa berperan sebagai produsen produk budaya semisal menjadi tempat pilihan produksi film kelas dunia, penyelenggara festival film kelas dunia, tempat belajar film kelas dunia  yang sejajar dengan kota-kota besar lainnya sehingga terjadi keseimbangan dimana sebagai kota metropolitan dunia, selain terbuka terhadap berbagai macam budaya luar tetapi tidak meninggalkan dan melupakan budayanya sendiri.
Dhani Agustinus, lulusan sarjana seni dari Fakultas Film dan Televisi IKJ peminatan Kajian Film, kemudian melanjutkan studi Pasca Sarjana di University Paris 3 Sorbonne Nouvelle, dengan konsentrasi Ekonomi Film. Melahirkan beberapa karya dokumenter semisal Restaurant Indonesia yang mendapat perhargaan Dokumenter Terbaik di FFD 2007, serta Paris Dreams dan Paris Dream Continued yang diputar di beberapa festival lokal. Sekarang aktif menjadi pengajar Film di beberapa Universitas dan Politeknik serta menjadi narasumber di beberapa workshop dan pelatihan film.
4. Donny Anggoro

Film Kesadaran dokumentasi digital sebenarnya di masa sekarang mulai tumbuh dengan perkembangan teknologi. Membuat film pendek atau foto dengan kualitas baik dari gambar dan editing kini hampir bisa dilakukan siapa saja. Film dokumenter, misalnya. Festivalnya baik skala kecil maupun besar cukup sering diadakan. Ajang FFI sudah memasukkan kategori ini dalam salah satu kompetisinya. Tak ketinggalan ajang film komunitas di berbagai daerah. Sayang outputnya masih terkesan sporadis dan tidak tersistematik dengan baik sehingga masih membuat publik “tersesat” karena tetap saja hanya diketahui segelintir. Output atau hasil film dokumenter kita belum diperhitungkan secara komersial kendati beberapa langkah publikasi pernah dicoba dengan misalnya menayangkannya dalam jadwal reguler bioskop. (2019 – Fajar Merah Bercerita, sutr. Yuda Kurniawan). Tapi bagaimana kita menikmati Metamorfoblus dokumenter tentang fans Slank grup musik rock era 90-an yang kini masih ada? Memang masih banyak kendala perihal kualitas juga kuantitas yang mungkin juga masih minim jika harus dibuatkan platform tersendiri. Namun menimbang perlunya kolaborasi ekosistem yang kini sedang tumbuh dengan bidang lain,misalnya kearsipan-pebisnis start up digital,pengusaha bioskop, yang sebenarnya di era pandemi cukup digiatkan oleh beberapa pelaku seni,salah satunya seni panggung-kiranya hingga 2045 film dokumenter bisa lebih maju setelah dari sekedar tayang di festival juga mampu  dinikmati berbarengan dengan tayangnya film cerita yang kini tumbuh tak hanya untuk komsumsi bioskop melainkan juga pasar digital (ditonton lewat gawai). Meski bukan hal baru, namun ada kalanya hingga beberapa tahun ke depan masih kerap dan tetap terus diupayakan pematangan konsep baik dari kolaborasi antar kreator juga perhitungan bisnis sehingga film khususnya dokumenter sebagai produk pengetahuan mampu dijangkau siapapun. Akrab dipanggil “Doro” inisial namanya pernah malang-melintang sebagai editor,penerjemah lepas, dan wartawan di berbagai media daring/cetak a.l editor di Lembaga Bhinneka Nusantara, Surabaya (2012) dan penerjemah di The Borneo Institute,Palangkaraya (2016). Bersama grup  teater Gong Tiga pada 2015 mendapat sponsor dari Galeri Indonesia Kaya sebagai penulis naskah drama musikal “Gumam Gugat Gigit”. Sejak 2011-sekarang mengelola toko buku dan musik “Bakoel Didiet” di Jakarta. Kini bergiat di Sahabat Seni Nusantara (SSN 2020-sekarang). 2019 artikel tentang filmnya diterbitkan dalam antologi kritik film “Tilas Kritik” yang diterbitkan Komite Film DKJ. Awal Maret 2021 salah satu panitia acara “100 Tahun Usmar Ismail dan Retrospeksi Rempo Urip” di Perpustakaan Nasional diselenggarakan Kemendikbud Ristek RI. September 2022  bersama SSN terlibat sebagai tim media dan publikasi “Indonesia Bertutur” yang diselenggarakan Dirjen Kebudayaan/Kemendikbud Ristek RI juga panitia dan kurator kompetisi band Bhinneka Music Festival yang diselenggarakan GBN (Gerakan Bhinneka Nasionalis) pimpinan Eros Djarot. Bukunya yang sudah terbit, sejarah musik peranakan Indo-Belanda “Membaca Indorock, Mendengar Nostalgia” (Pelangi Sastra, Malang,2021).
5. Ekky Imanjaya

Film Sebagai ketua komite film DKJ yang sedang berjalan, saya ingin melanjutkan visi dan misi Komite Film 2020-2023, yaitu Jakarta Kota Sinema 2045, dimana Jakarta ditargetkan menjadi ekosistem film yang kondusif dan akomodatif untuk semua pihak. Hal ini adalah turunan dari visi dan misi DKJ yaitu “Menjadikan Jakarta sebagai salah satu kota seni terdepan di dunia”.

Visi di atas, yaitu kondusif dan akomodatif,  berlaku untuk seluruh elemen dari perfilman di Jakarta dan sekitarnya, mulai dari sisi produksi/distribusi/eksibisi, hingga apresiasi, edukasi, dan literasi. Termasuk juga kearsipan.  Ke depannya, dunia perfilman di Jakarta dapat lebih produktif dan lebih kreatifsekaligus melindungi para pembuat film—mulai dari Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) hingga perlindungan dari Kekerasan Seksual. Termasuk rencana pembuatan Jakarta Film Commission.

Sebagai langkahnya, sebagaimana paparan di Diskusi Publik 4 Oktober 2022, Komite Film DKJ  ke depannya diharapkan akan membuat program dengan tujuan:

– Membuat kebijakan yang menghidupkan masyarakat film Jakarta
– Meningkatkan kreatifitas masyarakat film Jakarta.
– Menjaga kekaryaan yang berkelanjutan.
DKJ

Dua program unggulan Komite Film, yaitu Madani Film Festival dan Kineforum bisa lebih ditingkatkan dari segi perluasan jejaring, benchmarking, dan peningkatan mutu kuratorial, serta penjangkauan penonton yang lebih luas dari pencinta film, namun juga mengaitkan film dengan isu-isu actual seperti lingkungan hidup dan HAM.

Ekky Imanjaya PhD.
Ekky Imanjaya saat ini menjabat sebagai Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta. Ia seorang kritikus film dan budaya pop, serta dosen tetap di Prodi Film, Universitas Bina Nusantara. Ekky Imanjaya menyelesaikan studi doktoralnya di bidang Kajian Film di University of East Anglia di kota Norwich, Inggris.  Studi masternya diselesaikan di dua tempat, yaitu Ilmu Filsafat Fakultas Ilmu Budaya UI (2003) dan Kajian Film di Universiteit van Amsterdam (2008). Ekky juga anggota dewan festival di Festival Film Internasional Madani dan Jakarta Film Week. Ekky menulis buku, tulisan akademis dan tulisan popular. Yang terbaru adalah “The Real Guilty Pleasures: Menimbang Ulang Sinema  Eksploitasi Transnasional Orde Baru” yang merupakan terjemahan tesis S-3 nya serta buku “99 Film Madani” ditulis bersama Hikmat Darmawan yang   diluncurkan dalam Madani International Film Festival 2022. Ekky juga berperan sebagai Kepala Redaksi Seri Wacana Sinema (salah satu program Komite Film DKJ) yang menghasilkan 6 judul buku pada 2019,  yang bisa diunduh di situs DKJ.
6. Felencia

Film Sejak 2006 saya mulai bekerja untuk membangun ekosistem seni budaya, ekonomi kreatif dan kota kreatif di Indonesia, dari mulai penguatan organisasi, pembangunan platform, jejaring dan juga advokasi kebijakan. Secara umum persoalan seni budaya di Indonesia tidak lepas dari minimnya dukungan terhadap ekosistem itu sendiri dari para pihak terutama pemerintah sebagai salah satu pemangku kebijakan dan kepentingan terutama di Indonesia. Dalam pandangan saya ini terjadi karena masih belum samanya frekuensi melihat relevansi seni budaya dengan sektor-sektor lainnya.  Penyikapan terhadap isu seni budaya cenderung masih terkotak-kotak, padahal dalam konteks pengembangan kota dan warga kota, seni budaya seharusnya bisa menjadi cara pandang untuk melihat masalah dan mencari solusi yang dibutuhkan pengelola maupun warganya.

Seniman dan pegiat kebudayaan di Indonesia selama ini bergerak sebagai filantropis dari sektor mereka, memperjuangkan keberlangsungan rantai nilai dari sektor seni budaya di Indonesia dari mulai  penciptaan karya, distribusi, pertunjukan/ekshibisi karya, pendidikan seni budaya, pembangunan dan edukasi penonton, pembangunan jejaring nasional dan internasional sampai ke subsidi silang proyek—proyek kebudayaan.  Karya-karya seniman Indonesia dan festival-festival seni budaya di Indonesia yang saat ini dikenal dan telah menjadi bagian dari pergerakan seni budaya di tingkat internasional adalah hasil kerja keras para pelaku dan pegiat seni budaya.

Dukungan pemerintah masih sangat diperlukan bukan sekedar soal pendanaan karya. Beragam dukungan bisa diberikan dari mulai penjaminan kebebasan berekspresi, riset ekosistem, penyediaan dan pemerataan akses fasilitas-fasilitas seni di berbagai wilayah, kebijakan yang mengkondisikan sektor lain untuk mendukung seni budaya (seperti sektor pendidikan dan finansial), serta memfasilitasi pelaku seni budaya untuk berjejaring dan terlibat dalam perhelatan-perhelatan internasional, sebagai bagian edukasi, kolaborasi, riset hingga promosi kebudayaan. Harapan saya, pemerintah DKI Jakarta bisa secara berkesinambungan duduk bersama dan berdiskusi dengan para pelaku seni budaya di Jakarta untuk menajamkan kembali visi Jakarta untuk sektor seni budaya, relevansi seni budaya terhadap pembangunan kota dan warganya, serta mengambil kebijakan berdasarkan pemetaan ekosistem dan rantai nilai seni budaya yang ada di Jakarta.

Felencia memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun bekerja mendukung pekerja seni dan organisasi seni budaya di Indonesia. Ia memiliki ketertarikan dalam membangun jejaring multidisiplin dan ekosistem seni budaya dan ekonomi kreatif di tingkat nasional dan internasional. Ia menginisiasi beberapa program riset kebijakan kebudayaan di Indonesia dan terlibat untuk advokasi kebijakan kebudayaan diantaranya ratifikasi Konvensi UNESCO 2015, filantropi kesenian, pemberian insentif pajak untuk perusahaan yang mendukung sektor seni budaya dan kebijakan perfilman bersama Dewan Kesenian Jakarta peroode kepengurusan Marco Kusumawijaya). Ia juga terlibat dalam penulisan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional untuk sektor film  tahun 2014-2019 di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Felencia pernah bekerja  pada beberapa lembaga internasional yang bergerak di bidang seni budaya, diantaranya sebagai Program Officer Seni Budaya untuk Asia Tenggara, konsultan industri kreatif untuk British Council, konsultan program untuk Danish Center for Culture and Development dan konsultan destination branding untuk UNESCO Indonesia. Sebagai konsultan industri kreatif, ia bertanggung jawab untuk menghubungkan program, pelaku dan lembaga pemerintah di bidang industri kreatif Inggris dan Indonesia. Beberapa program yang dilakukan antara lain adalah peningkatan kapasitas pembuat film Indonesia bekerja sama dengan Film London, melakukan pemetaan sektor industri kreatif di beberapa kota di Indonesia dan mendorong kerjasama antar pelaku festival di Yogyakarta.

Felencia juga turut mendirikan beberapa inisiatif seperti Indonesian Creative Cities Network, Perkumpulan Coworking Indonesia, Jogja Festivals, Peretas dan ke:kini ruang bersama. Ia adalah anggota Koalisi Seni Indonesia dan saat ini bekerja sebagai peneliti lepas dan konsultan seni budaya dan ekonomi kreatif.

7. IWAN DARMAWAN

Film            Permasalahan pengembangan dan pembina Kesenian  Jakarta harus melihat bahwa film adalah sebuah konsep  media  untuk mengintegrasikan multi displiner antara  sejarah, seni dan budaya serta ekonomi masyarakat keseniannya. Sehingga film tidak hanya dilihat sebagai film konvesional yang diputar dibioskop akan tetapi dapat ditampilkan dengan inovasi teknologi  milenial  dan berinteraksi dengan masyarakatnya.  Sebagai contoh konsep intergrasi masyarakat seni  adalah sistem diorama cinema (film) tentang kota Jakarta  (disebut Jakrama) dengan berbasis storyline kearsipan kota Jakarta yang beritergrasi dengan Kuliner UMKM khas  masyarakat Jakarta (disebut JAKRASA) dan  oleh – oleh  khas Jakarta yang merupakan kreasi dari budaya dan seni  masyarakat Jakarta (disebut JAKRAGAM ). Kesenian tidak dapat menjaga keberlangsungan hidupnya tanpa kemapanan infrastruktur,  teknologi  dan  ekonomi masyarakat keseniannya.
Pembuatan konsep tidak akan berhasil tanpa dikawal dengan kompetensi bidangnya.  Pemerataan Kompeteni Perfilman  sesuai dengan SKKNI Perfilman pada masyarakat Jakarta harus dipercepat  pemerataanya  baik ditingkat sekolah kejuruan (SMK) perfilman maupun Perguruan tinggi  maupun masyarakat umum sesuai dengan kenjang level kebutuhan kompetensinya.  Selain itu Kesenian Jakarta juga harus mampu memberikan kompetensi keahlian internasional yang ada diprofesi perfilman yang mampu berdaya saing dengan dunia internasional.
Harapan kedepan bahwa pengembangan dan pembina Kesenian  Jakarta dengan menggunakan media  film dapat  digunakan sebagai media untuk menyatukan kreatifitas   unsur seni sastra, seni rupa,   seni tari, Seni teater, seni musik  sebagai wajah berkesenian Jakarta.
Iwan Darmawan, Praktisi, Pendidik dan Peneliti
8. Mochammad Fahmi

Film Keberagaman budaya dan seni diindonesia sangat lah luas dan kaya banyak tempat kita bisa explore untuk memajukan kesenian indonesia tapi masih belum banyak kita bisa berkarya sesuai dg apa yg inginkan harapan saya pemerintah bisa membuat lebar bantuan utk para pekerja seni indonesia dikenal di seleuruh Dunia Saya bekerja sebagai Casting Director Film, Series dan lain lain
9. Nurbaiti Fitriyani

Film Lokus persebaran seni film di Indonesia tak sebanyak ilmu pengetahuan susastra, baik dalam kritik dan analisis dan/atau kajian ilmiah, sehingga kemudian masalah yang terjadi adalah produksi film, baik komersial maupun non-komersial, tidak terimbangi dari dan oleh ilmu pengetahuan penciptaan film yang mapan. Akibatnya, penggunaan teknologi mutakhir menjadi tidak efektif karena minimnya kemampuan teknis dan teoretis. Aksesibilitas ilmu pengetahuan seni film baru berkutat di dalam lingkup akademis saja, bahkan rujukan kanon berasal dari negara lain. Publikasi buku perihal film sebagai seni di Indonesia juga sedikit. Dalam konteks Indonesia, wacana film nasional belum tereksplorasi secara maksimal oleh karena fokus utamanya belum ke arah tersebut, tetapi produksi film-film lebih banyak mengedepankan visi-misi komersialisme ketimbang fokus terhadap pengembangan film sebagai produk seni, budaya, dan identitas Indonesia dalam perfilman internasional.

Upaya pengembangan dan pembinaan seni sepatutnya dilakukan secara merata, baik untuk masyarakat urban maupun desa, dalam segi pengetahuan maupun teknologi. Beberapa di antaranya ialah melalui (1) teknologi media digital, baik dalam segi penciptaan maupun pengkajian film, dapat dimanfaatkan sebagai wahana penyebaran seni film, dan (2) festival film yang muncul di permukaan tak hanya dikonsumsi masyarakat urban, tetapi juga menyebar ke seluruh pelosok daerah, sehingga mereka lebih sadar akan adanya seni film; lalu (3) adanya lokakarya dalam bidang perfilman, khususnya bagi masyarakat awam yang belum mengetahui teknik pembuatan film, sehingga dapat membuka wawasan yang luas; kemudian (4) menjaring seniman-seniman, baik skala nasional maupun lokal, dalam sayembara penciptaan seni film dengan konsep sinema nasional yang mengeksplorasi multikulturalisme Indonesia; sehingga (5) sayembara kritik film yang terselenggara bukan sekadar ajang mengulas film tanpa acuan, tetapi juga menghasilkan kritik sekaligus analisis yang bernas dan mendalam, sehingga dapat menjadi sumber rujukan valid. Dengan begitu, bentuk dan gaya seni film di Indonesia bukan hanya menjadi produk komersial dan hiburan belaka, tetapi pula berkemampuan membawa identitas Indonesia yang multikultural ke ranah kesenian Internasional.

Nurbaiti Fitriyani–lebih karib disapa ”Kanya”, juga dikenal sebagai Kanya Ahayu Ning Yatika Akasawakya, menamatkan sarjana seni dalam bidang pengkajian film dengan tugas akhir berjudul “Rekonsiliasi antara Suara dan Tatapan Perempuan dalam Layar: Telaah Lokus Audiovisual atas Karakter Perempuan Terhadap Film “Rayya: Cahaya di Atas Cahaya”” di mayor Kajian Sinema, Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta. Kini ia menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Genre dan Semiotika di FFTV, IKJ. Selain menjadi peneliti seni film secara independen untuk jurnal cetak dan elektronik, ia juga menulis cerita pendek dan esai seputar kesenian di media daring maupun luring. Beberapa karyanya dimuat oleh media Kompas, Lensa Sastra, Pelangi Sastra Malang, Berita Jatim, Alif, dan lain-lain.
10. Nurman Hakim

Film Nilai-nilai budaya (cultural values) merupakan prinsip inti yang harus dipegang oleh pelaku seni dan juga masyarakat demi eksistensi dan keberlanjutan suatu kebudayaan. Film sebagai produk budaya memerlukan suatu ekosistem, menyangkut siklus produksi, eksibisi dan penyebaran ke masyarakat yang mampu mempengaruhi, bukan hanya nilai-nilai budaya itu sendiri, tapi juga nilai estetis, ekonomi, sosial dan politik.
Kita juga harus memiliki kesadaran bahwa perkembangan serta evolusi medium film  penting ditelusuri dan dipelajari. Berbagai cara bisa dilakukan, misalnya, membangun kerjasama antar lembaga bidang pengarsipan dan pelestarian film agar kita mengetahui sejarah dan pengaruhnya terhadap situasi kebudayaan di masa kini.
Hal lain yang perlu dicermati adalah telah terjadinya perubahan lanskap penonton di berbagai platform; film, televisi dan konten digital yang diproduksi oleh para penyedia konten. Kita harus merespon dan mengantisipasi perubahan lanskap penonton itu dalam koridor menjaga keberlanjutan kebudayaan kita sendiri. Selain itu, sangatlah penting untuk menyediakan forum bagi film-film yang memiliki dampak budaya yang progresif serta positif untuk masyarakat, dan juga karya film yang mampu memberikan warna baru, baik secara bentuk (form), isi (content) dan gaya (style).
Nurman Hakim adalah seorang sutradara, penulis, dan produser yang telah memenangkan penghargaan dari berbagai festival film internasional. Ia lulus S1 dari jurusan film – IKJ dan S2 seni dari ISI Surakarta. Kini sedang menempuh studi doktoral di jurusan Antropologi-Universitas Indonesia. Ia juga menulis esai soal film di berbagai media seperti koran Kompas, Koran Tempo, Jawapos dan juga Majalah Tempo.
11. Panji Nandiasa Ananda M

Film COVID-19 ternyata semakin mempersempit ruang gerak pekerja seni, terbukti di bioskop saat ini yang beredar kebanyakan film horor. Semua diawali dari monopoli industri film Holywood yang semakin menjadi dan menguasai jalur distribusi semuanya terlihat dari aturan film yang tidak tayang eksklusif di bioskop bisa tayang namun untuk film Indonesia bioskop tetap mensyaratkan untuk tayang terlebih dulu di bioskop. Lingkup perfilman saat ini terkooptasi dalam dua hal yaitu film bioskop dan film festival dan tidak ada pilihan di antaranya. Pekerja seni terbilang sulit untuk mandiri dan bergantung pada pemerintah dan harus menjilat kekuasaan sekadar ingin berkarya. Panji Mukadis merupakan Dosen Program Studi Bisnis Digital Universitas Bunda Mulia. Mendirikan Infoscreening.co di tahun 2012, sebuah media yang menginformasikan ragam sinema termasuk festival dan layar mandiri. Terlibat di berbagai wahana ekshibisi film antara lain seperti Sinema Rabu 2015-2019. Tahun 2021 sempat menjadi juri nominasi film pendek Festival Film Indonesia dan tahun 2022 menjadi bagian dari komite program untuk Bali International Film Festival (Balinale).
12. Ranty Yustina Dewi

Film Rasanya belum lama kita pernah bermimpi untuk bisa membuat film dengan mudah. Ini tentu menjadi mimpi saja karena saat itu di tabun 2000-an awal, kenyataan-nya adalah membuat film itu sulit. Ada banyak keahlian yang dibutuhkan, misalnya kemampuan untuk mengoperasikan kamera seluloid yang besar, berat dan banyak aksesori-nya itu. Lalu, bagaimanapun kita ber-siasat, ber-strategi, membuat film juga tidak bisa murah. Dengan harga bahan baku seluloid 35 mm di kisaran 4-5 juta untuk durasi 4-5 menit, maka biaya untuk memproduksi film jelas-jelas tidak bisa murah. Maka tidak begitu banyak kriteria untuk film yang bagus menimbang perjalanan kreatif dan manajemen sudah lumayan berliku-liku bagi tim kru dan pemain-nya. Walau tetap banyak juga film yang jelek, film-film yang berhasil bagus selalu punya akses untuk muncul di permukaan menemui penontonnya.

Abad ini, -sebentar, saya tidak setua itu-, terutama mulai akhir 2000-an awal sampai hari ini, teknologi digital menjawab semua mimpi kita tadi. Dengan kamera digital, bikin film kini bisa relatif lebih mudah dan murah. Ilustrasi saja di talun 2022, sebuah produksi film layar lebar bisa dikerjakan dalam waktu 5 bulan (1 bulan persiapan-15 hari shooting-sisanya editing dan mixing), dengan dana 2-3 milyar saja. Film bagus semakin bermunculan dengan pencapaian-nya masing-masing baik itu secara teknis pembuatan di 7 (tujuh) bidang (penulisan, penyutradaraan, produksi, kamera, artistik, suara dan editing), maupun dari laris manis-nya penjualan tiket film tersebut di bioskop.

Ramuan untuk membuat film yang bagus pun sudah menjadi rahasia umum, karena penonton pun mulai bereaksi, merespon karya kita dengan terbuka. Internet dan maraknya platform untuk pemutaran film secara daring juga memberikan banyak sekali ruang untuk pembuat film berkarya seluas-luasnya, selebar-lebarnya. Film, dalam arti yang paling sederhana, jadi milik semua. Milik pembuatnya, milik penonton-nya, milik negara yang bisa ikut bangga dengan setiap prestasi dan pencapaian film-film tersebut. Film, sekali lagi, terbukti dapat  menjadi media ekspresi yang efektif.

Namun apakah film-film bagus dan berprestasi saja sudah cukup? Apa kita sudah menggunakan film sebagai media dalam mengkomunikasikan ide, pikiran, gagasan kita dengan maksimal? Apa membuat film yang bagus saja sudah cukup?

Harapan saya adalah terjadinya peningkatan kualitas produksi film, yang signifikan. Ini berarti kembali lagi ke ruang kerja kreatif kita, eksplorasi lagi ide cerita dan tema yang bisa menjadi perwakilan bagi mereka yang tidak bisa bersuara: binatang, alam, masyarakat adat, dan lainnya. Ini juga berarti mengkaji kembali pusat kebaikan dalam sebuah proses pembuatan film: apakah di pencapaian kreatif, bisnis, keduanya, atau ada di kebaikan film-nya sendiri. Sekolah film harus diberikan dukungan penuh, karena Korea Selatan juga berhasil meningkatkan kualitas film mereka dengan melakukan ini. Harus lebih banyak lagi akses bagi teman-teman dari komunitas film, mereka yang tidak pernah sekolah film, untuk diberikan dukungan penuh, -baik dari segi pelatihan pembuatan film atau dari segi pendanaan pembuatan film-, sehingga mereka bisa memiliki kesempatan yang sama dalam berkarya.

Terakhir, dengan bertambahnya jumlah film yang diproduksi setiap tahun, kita bisa mulai fokus menyusun ‘Law of Cinema’/LoC versi kita (inspirasi-nya dari pemerintah Korea Selatan). LoC yang diharapkan juga senantiasa diperbarui dan di revisi sesuai perkembangan ini dapat membantu mendorong pertumbuhan industri budaya kita, misalnya dengan menciptakan ruang aman bagi pekerjanya, mengutamakan kebaikan film-nya sendiri dalam proses pembuatannya, untuk kemudian dapat melahirkan film yang bukan hanya bagus, namun juga mampu memberikan dampak yang significant dalam kehidupan. Mimpinya, kini, industri film kita akan sampai pada kerja kreatif yang sustainable.

Ranty Yustina Dewi adalah lulusan S-1 Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dengan mayor Produksi Film dan skripsi tentang penerapan sistem produksi ‘Triangle System’ dalam proses pembuatan film GIE (miles productions). Setelah bekerja selama lebih dari 1 (satu) dekade, ia melanjutkan sekolah S-2 dengan beasiswa dari Universita della Calabria/University of Calabria, Calabria-Italia, bidang studi DAMS (Cinema, Photography, Performances). Tesis-nya berfokus pada Semiotika di dalam film ‘Memories of My Body’ (Kucumbu Tubuh Indahku) yang disutradarai oleh Garin Nugroho. Selama lebih dari 20 tahun ia terlibat dalam berbagai jenis produksi film, baik nasional maupun internasional seperti Gie (Riri Riza), Habibie & Ainun (Hanung Bramantyo), Soegija (Garin Nugroho), The Fall (Tarsem Singh), Eat Pray Love (Ryan Murphy), Taksu (Kiki Sugino), Indonesia on The Move (Dan Sall), Blod Sved og Ris (Dorthe Thirstup). Sejak pandemi Covid-19, Ranty mulai mengajar Film di UMN (Universitas Multimedia Nusantara).
13. Shuri Mariasih Gietty

Film Di tahun 2045, Dewan Kesenian Jakarta menargetkan Jakarta sebagai salah satu kota seni terdepan di dunia. Visi ini kemudian diartikulasikan oleh Komite Film yang memproyeksikan Jakarta sebagai Kota Sinema. Berbagai tantangan yang dihadapi ekosistem perfilman di kota Jakarta terutama pada masa pasca pandemi membuka ruang kreatif untuk terus berinovasi. Salah satu tantangan terbesar adalah membangun sinergi antar berbagai pihak baik komunitas, industri, praktisi,  maupun unsur pendidikan dan pemerintah terkait film dalam konteks Jakarta. Pemetaan tantangan dan formulasi kebijakan secara bottom-up diperlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan, seperti urgensi diperlukannya sistem data film terpadu yang dapat diakses secara luas, sertifikasi dan benchmarking pendidikan film di Jakarta dan di Indonesia pada umumnya, jalur distribusi film dengan keberpihakan pada pengembangan komunitas dan ruang putar alternatif, preservasi dan restorasi film yang berkelanjutan dan juga permasalahan lingkungan kerja perfilman yang aman terutama yang terkait isu kekerasan seksual. Sebagai ruang yang berkembang dengan sangat cepat apabila dilihat dari data produksi dan distribusi film, Jakarta sebagai kota sinema dapat menjadi ruang dialog antar berbagai pihak yang menawarkan solusi terhadap berbagai permasalahan tersebut. Untuk itu, perumusan kebijakan tidak dapat dilakukan secara top-down dan diperlukan keterlibatan semua pihak sebagai bagian dari pemajuan film yang merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia dan menempatkan masyarakat dan ekosistem film sebagai “pemilik dan penggerak kebudayaan.” Sebagai pemberi masukan dalam perumusan kebijakan terkait seni dan budaya di Jakarta, DKJ terutama Komite Film diharapkan dapat terus bergerak dalam memastikan adanya tata kelola yang berpihak pada pengembangan seni film di Jakarta yang tentunya akan menjadi landasan dalam semakin majunya perfilman Indonesia. S.M. Gietty Tambunan adalah akademisi dan peneliti dari Universitas Indonesia. Saat ini, Gietty merupakan anggota Komite Film, Dewan Kesenian Jakarta periode 2020-2023. Gietty memperoleh gelar magister di bidang Literary and Cultural Studies di University of Groningen (2010) dan di Universitas Indonesia (2007). Setelah menyelesaikan studinya dari Belanda, Gietty melanjutkan studi Doktor di Lingnan University, Hongkong, dari tahun 2010 dan mendapatkan gelar Doktor dalam bidang Cultural Studies di tahun 2013. Sebagai peneliti, Gietty sudah melakukan penelitian mengenai film dan materi audio visual lainnya dan menghasilkan sejumlah luaran penelitian baik dalam bentuk artikel di jurnal maupun buku yang sudah dipublikasikan secara nasional dan internasional. Isu-isu utama yang diteliti terkait dengan permasalahan politik identitas, multikuturalisme, gender, ras dan etnisitas, globalisasi dan arus budaya transnasional terutama dalam konteks Asia. Gietty mengajar sejumlah Mata Kuliah di tingkat sarjana maupun pasca sarjana seperti Kajian Film dan Media, Kajian Kritis Budaya Populer, Ideologi Kebudayaan Populer dan Multikulturalisme & Globalisasi. Selain di Universitas Indonesia, Gietty juga mengajar dan menjadi narasumber di beberapa institusi lainnya seperti di IKJ untuk program pascasarjana dan juga menjadi pembimbing dan penguji untuk sejumlah topik skripsi, tesis dan disertasi yang terkait dengan film.
14. Sidi Saleh

Film Selain intrument rekreasi yang secara umum dipahami oleh masyarakat Indonesia, filem terbukti menjadi instrument yang sangat mempengaruhi pembentukan budaya, pendidikan, bahkan alat propaganda. Dalam laporan tahun 1963 untuk Organisasi Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Pendidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melihat Filem dan Budaya di India, penulis (Baldoon Dhingra) mengutip pidato Perdana Menteri Nehru yang menyatakan, “…Pengaruh filem di India lebih besar daripada surat kabar dan buku jika digabungkan.” Bahkan pada tahap awal perfilman ini, filem India  ditonton sampai lebih dari 25 juta orang per-minggunya. Selain India tentu kita semua juga mengetahui bagaimana filem dari Amerika juga memiliki industri yang sangat dominan bagi dunia secara umum, khususnya Indonesia, apalagi jika berkaitan dengan persoalan pembentukan trend. Mengikuti Amerika dan India, Korea Selatan juga telah memberikan tambahan data signifikan mengenai kemampuan filem menjadi sebuah komoditi yang tidak kalah penting bagi perekonomian sebuah negara. Film memiliki potensi untuk menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia di masa mendatang.
Untuk Indonesia sendiri Kebutuhan untuk melakukan  percepatan  pertumbuhan sektor industri ekonomi kreatif, perlu mendapat  dukungan tenaga kerja yang memiliki nilai kreatif dan inovatif. Namun, tidak optimalnya ruang interaksi penciptaan di bidang perfilman, karena adanya hambatan di pasar yang terjadi disebabkan oleh konfilk kebutuhan antara produser dan ekshibitor, disebabkan oleh tidak adanya tata edar yang jelas, melalui regulasi pemerintah. Kendala ini yang kemudian menjadi persoalan bagi para pemangku kepentingan sub-sektor film.
Sidi Saleh memperoleh gelar sarjana sinematografi dari Institut Kesenian Jakarta. Setelah lulus, ia terjun ke dalam industri film pada awal tahun 2000-an dan terus aktif dalam departemen sinematografi.  Sebagai sinematografer, ia terlibat dalam beberapa film seperti yaitu Kara, Anak Sebatang Pohon, Babi Buta yang Ingin Terbang (juga sebagai produser), dan Kebun Binatang (judul dalam versi internasional Postcards from the Zoo) dan Yokudo film produksi Jepang. Kara, Anak Sebatang Pohon memperoleh penghargaan Film Pendek Terbaik dalam Festival Film Indonesia tahun 2005 dan menjadi film Indonesia pertama yang lolos seleksi Director’s Fortnight (bahasa Perancis: Quinzaine des Réalisateurs), Festival Film Cannes pada tahun 2005. Babi Buta yang Ingin Terbang memperoleh Penghargaan FIPRESCI pada Festival Film Internasional Rotterdam tahun 2009. Dan Kebun Binatang masuk dalam kompetisi utama Festival Film Berlinale tahun 2012.
Sidi kemudian memulai debut sutradaranya pada tahun 2011 dengan Full Moon, salah satu segmen dalam film Belkibolang. Film lainnya yang ia sutradarai, yaitu Fitri, masuk dalam Festival Film Pendek Internasional Clermont-Ferrand tahun 2014. Pada tahun yang sama, melalui film pendek Maryam, sidi berhasil  memenangkan penghargaan Orrizonti untuk film pendek terbaik pada Festival Film Venice ke-71 tahun 2014. Ia menjadi sineas Indonesia pertama yang memperoleh penghargaan film pendek terbaik di perhelatan Venice Film Festival pada 2014 silam. Sidi juga merupakan salah satu penerima Anugerah Kebudayaan dari Kemedikbud pada tahun 2018
Sidi melanjutkan karirnya di bidang penyutradaraan lewat film panjang pertama berjudul Pai Kau, Mama Mama Jagoan dan Bukan Cerita Cinta. Sidi baru saja menyelesaikan studi S2 di Magister Manajemen Eksekutif, PPM School of Management Jakarta pada tahun 2019.
15. Sugar Nadia Azier

Film Permasalahan pengembangan dan pembinaan perfilman di Jakarta ada beberapa yang ingin saya tekankan, pertama ekosistem perfilman tidak melulu perihal produksi film, melainkan melibatkan banyak unsur, termasuk eksebisi film, kajian, preservasi film, unsur-unsur tersebut saat ini masih mengalami kesenjangan dalam perkembangan dan regenerasi para pelakunya. Perlu adanya kesadaran perihal keseimbangan unsur ekosistem perfilman ini. Kedua, akses terhadap film baik melalui akses menonton alternatif, ruang alternatif, akses kegiatan perfilman, dan akses pendidikan film alternatif di DKI Jakarta sendiri yang masih mengalami pemusatan di beberapa wilayah Jakarta, misal komunitas film masih banyak berdomisili di Jakarta Selatan dan Pusat. Bagaimana akses kegiatan dan ruang perfilman ini dapat tersebar dan seimbang ke area dan sudut Jakarta lainnya, dan menyeluruh menyentuh semua kalangan. Ketiga, perihal preservasi dan arsip perfilman nasional juga hal yang memprihatinkan, Komite Film DKJ hendaknya selalu menjadi alarm dan jembatan untuk usaha jangka panjang ini, pembahasan dan perencanaan pengarsipan dan preservasi film di kota Jakarta, baik melalui pengkaktifan dan kolaborasi lembaga yang sudah ada maupun inisiasi solusi baru terhadap konteks ini, seiring dengan perencanan Museum Film yang pernah disampaikan oleh Komite Film, perlunya rencana ini terealisasi adalah titik poros Jakarta menjadi Kota Sinema. Sebagai gerbang menengok sejarah film Indonesia.Baik untuk generasi yang akan datang maupun menjadi daya tarik wisata. Contohnya, Museum Film / Sinematek di Paris, selain sebagai lembaga arsip, tapi juga destinasi yang selalu dikunjungi tamu Internasional.

Menurut saya Komite Film Dewan Kesenian Jakarta hendaknya memusatkan perhatian dan bekerja menjadi jembatan solusi permasalahan pengembangan dan pembinaan perfilman di Jakarta, baik antar ekosistem perfilman, komunitas/kolektif/inisiatif film yang ada di Jakarta, antar lembaga pemerintah maupun swasta, mengintergrasikan kegiatan perfilman dengan postensi-potensi kota (ruang program, ruang promosi kota) menginisiasi perbincangan, kegiatan perfilman yang kedepannya membawa perubahan kepada kebijakan dan perkembangan ekosistem film di Jakarta maupun nasional.

Sugar adalah film programmer yang berbasis di Jakarta. Ia telah terlibat dalam kegiatan seni dan pemutaran film sejak kuliah. Ia banyak terlibat dalam manajemen dan kurasi film baik pada film festival maupun pemutaran regular. Sugar pernah menjabat sebagai manajer Kineforum Dewan Kesenian Jakarta pada 2011-2014. Pada 2013, ia mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program singkat film preservasi dan restorasi yang diselenggaran oleh Institut Français Indonesia bekerjasama University of Louis Lumière Paris, France. Pada 2015 pernah berkesempatan menjadi anggota juri pada. MiCe Film Festival, youth and children film festival di Valencia, Spanyol. Di 2018, Sugar menyelesaikan program pelatihan dan proyek kolaborasi antara film kurator Asia Tenggara dan Jepang pada program yang di inisiasi oleh Japan Foundation Asia Center. Ia menjabat sebagai Kurator Film di Plaza Indonesia Film Festival 2015-2020. Saat ini Sugar terlibat dalam tim kerja Festival Film Indonesia dalam Komite Penjurian FFI dan menjabat sebagai Direktur Madani International Film Festival.
16. Yoga Ghotama

Film Persoalan nyata yang saya hadapi selama hidup berkesenian ataupun mencoba berkontribusi lebih besar untuk bangsa dan negara melalui seni adalah minimnya infrastruktur seni yang saya geluti. Selain bekerja profesional sebagai wartawan, saya juga menjadi seorang seniman musik atau musisi. Selama 14 tahun mendedikasikan hampir seluruh hidup saya di dunia ini, infrastruktur konser masih kurang memadai, seperti sedikitnya venue di daerah. Padahal jika dilihat dalam data dan pengalaman, pasar musik yang saya geluti yakni musik metal sangat digemari di daerah. Namun keterbatasan ruang ekspresi itu kerap kali menjadi kendala saya untuk memperkenalkan musik ini. Nama saya Yoga Ghotama, akrab disapa dengan Yoga. Saya berusia 32 tahun dari Yogyakarta. Selama 14 tahun terakhir saya menjadi seorang musisi underground, 7 tahun sebagai wartawan dan penulis. Saat ini saya bekerja sebagai News Producer di CNN Indonesia TV setelah sebelumnya bekerja di bidang yang sama di Kompas TV sebagai Associate News Producer.
17. YUdhi Ss

Film Film sebagai suatu karya seni telah menjadi barang dagangan dan telah terlepas dari makna yang hakiki, yaitu penuh rasa estetis dan etis.  Masyarakat, khususnya generasi muda melihat indahnya impian melalui media film; hal ini menjadi perwujudan apreasiasi yang melampaui batas-batas penalaran. Bagaimanapun juga film adalah suatu sekenario daya khayal yang dibentuk menjadi suatu kenyataan.
Media film yang sudah berteknologi canggih, ternyata banyak memanipulasi secara agresif dan menyebar ke penjuru pedesaan. Teknologi memiliki pengaruh untuk memanipulatif dan mengubah benda-benda alamiah menjadi artifisial sedemikian rupa. Permasalahannya dengan kemajuan perfilman, teknologi telah dimanfaatkan untuk mengkondisikan dan membentuk manusia yang memiliki hasrat dan ambisi akibat menonton tayangan film yang tidak mengarahkan kepada kehidupan yang nyata.
Sebagai akibatnya terbentuklah perilaku yang artifisial dan pandangan hidup yang baru, yang berbeda dengan nilai-nilai budaya yang kiya yakini. Dengan demikian persoalan adalah bagai mana mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dari media film dan menekan seminimal mungkin dampak negatifnya bagi perkembangan nilai-nilai budaya bangsa. Apabila dibiarkan, maka besar kemungkinan di masa yang akan datang akan jauh lebih berat. Padahal melalui film, Kepandaian rnanusia seakan-akan menyatu dengan realitas itu sendiri. Maka pembuatan film harus direncanakan dan didisain sesuai dengan cita-cita bangsa.
Tantangan besar adalah berkenaan tentang bagaimana membentuk ketangguhan menepis pengaruh buruk film agar  harga diri dan jati diri yang tidak mudah terombang- ambing pada khayalan yang sesat. Dengan pandangan hidup inilah Dewan Kesenian jakarta, Institute kesenian Jakarta, dan Instansi pemerintah yang terkait agar dapat menangkal pengaruh buruk itu, dengan melakukan berbagai program yang terukur dan tepat sasaran, terutama melakukan empowering dan membangun jaringan sampai kepelosok, dengan begitu akan terciptanya kesadaran literasi yang rata bagi para sineas dan pekerja seni film dan juga melakukan program berkelanjutan tentang teknis agar pekerja seni dan sineas yang berdomisili didaerah dapat mengupgrade keahlian dan kesadaran berkesian yang sesuai dengan cita-cita besar bangsa lewat perfilman.
Sebagai pegiat seni terutama untuk remaja,  penulis skenario,  pendidiik dan saat ini aktif dalam kegiatan forum peduli taman ismal marzuki. 14 tahun mendedikasikan diri sebagai pengajar di sekolah internasional,  bidang studi penulisan kreatif dan film studies.  Pernah menulis beberapan skenario film,  film TV ( TVM),  FTV,  sinetron berbagai genre dan juga pernah terlibat dalam project seni untuk terapi ajak jalaman,  Jati Asih 2015.
18. Yuki Aditya Husandy

Film Dalam ranah seni kontemporer khususnya film, yang utama harus diperhatikan adalah film sebagai pengetahuan. Saat ia diproduksi ia adalah metode berpikir dan gagasan dari para pembuatnya, dan saat ia dilempar ke publik maka ia adalah sumber pengetahuan. Sebagai sumber pengetahuan ia harus selalu hidup dan dapat memantik muncul sumber-sumber pengetahuan lainnya, ia tidak boleh diam. Untuk membuat pengetahuan tersebut terus bergerak maka film harus selalu dilihat ulang, dibicarakan, dibingkai lagi, dikritisi, dan terus ditulis.

Saya mulai aktif berkegiatan di ranah film sejak 2013 di Forum Lenteng dengan perspektif film adalah sebagai ilmu pengetahuan. Menonton, menuliskan, membicarakan, menginterpretasi, dan menginterpretasi ulang adalah kegiatan sehari-hari  terkait film yang saya telah geluti 10 tahun belakangan ini, yang mana persoalan arsip, pembacaan, dan penulisan sejarah sinema Indonesia adalah bahan obrolan sehari-hari. Sudah barang tentu untuk mewujudkan suatu ekosistem perfilman yang ideal dibutuhkan kerja keras dan kerja sama dengan pelbagai pihak-pihak yang terkait dengan persoalan produksi, distribusi, apresiasi, eksibisi, preservasi, dan edukasi sinema. Karena merayakan sinema seharusnya tidak saja diukur dari hitungan naik-turun maupun untung-rugi belaka, namun adalah juga soal membuka akses seluas-luasnya atas sinema sebagai pengetahuan, berefleksi demi umur panjang sinema Indonesia di kancah global. Kita harus jadi salah satu pusat sinema dunia.

Yuki Aditya merupakan lulusan Jurusan Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia dan sempat bekerja sebagai Auditor Perpajakan di sebuah Kantor Akuntan Publik di Jakarta. Ia adalah Direktur Festival Film Dokumenter dan Eskperimental ARKIPEL sejak 2013 dan menjadi produser dalam filem-filem yang diproduksi oleh Forum Lenteng. Ia pernah diundang dalam forum-forum diskusi sinema di tingkat nasional maupun internasional seperti di Festival Sinema Prancis (Jakarta), Asian Film and TV Forum (Korea Selatan), Bienal de la Imagen en Movimiento (Buenos Aires), Cinema of Commoning (Berlin), Imajitari Dance Film Festival (Jakarta), Comparing Experimental Cinema (Seoul), dan lain-lain. Fokus risetnya dalam dua tahun belakangan ini adalah tentang sejarah sinema Indonesia masa Orde Baru dan telah memproduksi satu film esai dokumenter panjang berjudul Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan (2022).
19 yustinus edvan apriliawan

Film Saya pribadi melihat berkembangan ruang lingkup dunia film Indonesia beserta industrinya sudah mulai menuju tahap yang bagus dan tersusun rapi. dari pembuat film, kritikus, reviewer, komunitas film, penyedia jasa tempat pemutaran film, platform layanan Over-The-Top, sampai pada penyelenggara festival film baik karya panjang maupun film pendek.

Permasalahan sudah tentu masih ada dan masih banyak hal harus dibenahi tapi yang saya ingin saksikan sekarang atau menuju tahun 2045 nanti ialah adanya sebuah movement film di Indonesia layaknya movement-movement di negara lain. contoh saja French new wave, German Neo-Realist, sampai Dogme 95.

Saya ingin dunia film Indonesia punya movement filmnya tersendiri yang akan membuat gaungnya bisa juga dibicarakan oleh masyarakat di mancanegara. sudah tentu setiap movement pastilah punya pesan khusus untuk disampaikan. karena film hakikatnya bukan untuk mendiktekan pikiran sutradaranya melainkan mengajak manusia sama-sama berpikir (central idea) menjadi medium untuk mempertajam nalar kita pada sekitar.

Maka harapan saya adalah nantinya pengembangan dan pembinaan film dari Dewan Kesenian Jakarta juga secara kolektif dari berbagai macam pihak bisa melahirkan movement film Indonesia, yang dapat menyampaikan siapa jati diri kita sebagai Indonesia di mata dunia dan ikut menanam pondasi film pada peta dunia.

Saya edvan apriliawan seorang desainer grafis juga pengiat film yang sekarang aktif mengelola sebuah komunitas film bernama Jakarta Cinema Club, jadi bagian dari keluarga besar Kinosaurus Jakarta, terlibat dalam berbagai kegiatan Kolektif Film dalam naungan
Yayasan Cipta Citra Indonesia (YCCI).

Bidang Musik

1. Achmad Zainuri

Musik Seni adalah sebuah cabang ilmu yg sangat unik dan mengesankan, bagi saya khususnya seni sangat penting karena hidup tanpa seni tidak ada warnsnys, dan hampir di setiap sendi kehidupan pasti memerlukan seni, jadi seni tidak akan membosankan dan harus di perjuangkan serta di lestarikan agar tetap hidup dan berkembang. Perkenalkan nama saya achmad zainuri biasa di panggil ahmet, saya seorang pengajar dan sekaligus pelaku seni di bidak tarik suara, saya tertarik untuk mendalami seni dari kecil dan dorongan dari keluarga besar menggeluti dunia tarik suara. Sekian terima kasih
2. AHMAD KAFI

Musik pentingnya mengenalkan kebinekaan suku-suku bangsa yang ada di Nusantara kepada anak Indonesia sejak usia dini melalui alat musik perkusi. Stimuli perkusi sebagai terapi yang menyenangkan membantu anak mengurangi konsumsi gawai dan bermanfaat mengoptimalkan fungsi mental, fisik, dan psikomotorik, serta menunjang kreativitas. Apalagi Indonesia memiliki beraneka drum perkusi Nusantara, seperti Kendang Sunda, Jawa, dan Bali; Taganing di Batak Toba; Tifa di Papua; Gendang Melayu/Minang; Rebana di Aceh; Gondang di Batak; Kohotong di Kalimantan Barat; serta Ganda dari Jawa Timur. ahmad kafi
3. DJ Dimas Phetorant

Musik DKI Jakarta sebagai ibukota negara maju dan berkembang sangat pesat. Tempat bertemu masyarakat dari berbagai Provinsi. Galib diketahui, suku Betawi merupakan percampuran dari berbagai suku, seperti Jawa, Melayu, Bugis, Makasar, Sunda dan lainnya. Begitu halnya dengan seni (musik) dan budayanya. Akulturasi dan asimilasi tentu tak bisa dielakkan, saling mengisi.  Untuk terus dapat tumbuh dan berkembang, diperlukan sarana dan prasarana sebagai tempat bereksplorasi. Taman Ismail Marzuki (TIM) adalah tempat yang sangat strategis, berjalan sedikit mengitari TIM juga terdapat Institut Kesenian Jakarta, tempat para akademisi, seniman berkumpul. Selain Kampung Betawi Setu Babakan, diharapkan TIM sebagai tempat untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Betawi. Dengan membuat pagelaran musik (Betawi) secara intens dengan “melibatkan” pengunjungnya. Hal tersebut dapat menarik pengunjung yang ingin mengenal kesenian Betawi. Selain itu juga perlu ditingkatkan publikasi, kegiatan, dan informasi mengenai “wajah baru” TIM, yang fokus pada kesenian Betawi. Pemprov DKI, masyarakat, akademisi, seniman dan budayawan diharapkan dapat duduk bersama untuk mendiskusikan pengembangan seni Betawi masa depan. Dimas Phetorant memulai membentuk band sejak tahun 2000. Sering mengikuti lomba-lomba band saat itu. Tahun 2002 berhasil meraih juara I (Satu) Gema Musik Pemuda Dalam Rangka Hari Sumpah Pemuda Memperebutkan Piala Bergilir Bupati Buleleng. Setahun kemudian, sebagai juara III Festival Rock se-Bali wilayah Singaraja. Selain sebagai juri, saat ini sebagai dosen tetap di Prodi Musik IKJ
4. Djati Rekso Wibowo

Musik Persoalan kesenian khususnya musik, sudah menjadi industri yang agak lebih mapan secara internasional, walau belum begitu nampak di tanah air. Ini disebabkan karena musik masih dianggap sebagai hiburan yang bisa menjaring revenue yang tinggi. Ukurannya adalah berapa penjualan tiket, berapa pendapatan sponsor. Padahal musik sejatinya menjadi penentu siapa kita dalam konteks bangsa. Fungsi pendidikan, pembinaan karakter, melatih kepekaan rasa, yang saya boleh bilang bahwa perilaku masyarakat yang kurang baik yang kita sering lihat di area publik, di jalan raya dan dimanapun. Maka menjadi pemikiran saya bahwa, jika seni dikedepankan sebagai sarana dan cara untuk melatih kepekaan rasa, maka hal-hal yang tadi saya sebutkan, bahkan tragedi Kanjuruhan mungkin tidak akan terjadi. Jakarta khususnya, mengutip pernyataan Addie MS ketika muncul di film dokumenter “The Conductor” tahun 2007, menyatakan Jakarta dengan segala gemerlap bangunan fisik yang indah gedung menjulang tinggi namun seakan kosong dalam jiwa karena asupan gizi berupa musik simfonik, alunan musik tradisi dan lainnya tidak begitu menggema. Saya mengharapkan bahwa pendidikan musik baik di tingkat formal, informal maupun yang menggunakan public area di Jakarta akan semakin banyak. Juga adanya pusat kesenian Jakarta seperti TIM lebih dioptimalkan, setara dengan Esplanade di Singapura. Saya seorang musisi khususnya di genre classical, spesifik pada instrumen timpani & percussion. Merupakan alumni 37th Cloyd Duff Timpani Masterclass tahun 2019, peserta pertama asal Indonesia dan penerima beasiswa. Saya dikenal dengan nama panggung Bowie Djati. Selain itu saya juga aktif di lembaga Federasi Serikat Musisi Indonesia, yang lebih mengurusi hak-hak profesi para musisi. Lembaga ini ketuanya Candra Darusman. Pernah menjabat sebagai Dir. Eksekutif Masyarakat Pertunjukan Seni Indonesia (MSPI) tahun 2002.
5. Ghoniyya Hamida

Musik Permasalahan pengembangan teknologi dalam produksi musik adalah tantangan bagi banyak produser musik ditanah air. Secara komposisi, berbagai genre di Indonesia dari mulai pop, indie, hingga tradisional, produser dan komposer musik Indonesia sangat unggul dalam SDM-nya. Tetapi secara teknis, menurut saya kualitas hasil akhir dari sebuah karya musik para produser di Indonesia hanya 30% yang terdengar apik, bahkan untuk bisa terdengar standar stereo surround sound saja masih banyak yang menggunakan SDM luar negeri. Tentu dalam pengerjaan sebuah musik, hal tersebut akan lebih efektif dan efisien mengingat sumber alat-alat produser luar negeri yang canggih dan lengkap. Namun berbicara tentang SDM dalam negeri, para talenta produser musik Indonesia dalam hal hearing ability untuk mixing dan mastering setara dengan SDM luar negeri. Untuk itu yang perlu ditingkatkan adalah mengembangkan skill pengetahuan teknis dengan keterbatasan teknologi yang dimiliki oleh para produser tanpa harus membajak dan mengesampingkan hak cipta karya orang lain, namun tetap terdengar seperti layaknya standar global mixing dan mastering.

Oleh karenanya, menyelaraskan dengan visi Indonesia 2045 terkait budaya, saya ingin terus bisa memajukan SDM-SDM produser musik di Indonesia yang ada di kota, maupun dipelosok negeri. Pada poin ketujuh, pembangunan dan kapabilitas manusia, selama menjadi produser musik dan direktor festival, saya bertemu dengan para pelaku seni musik (bahkan yang tradisional) sangat antusias untuk mendapat pelatihan intesif terkait produksi musik dan audio. Melihat itu saya berkontribusi dalam melatih ilmu dasar dan kemudahan produksi musik dan audio melalui teknologi dan aplikasi yang ada di ponsel kita masing-masing dalam rangka menjalankan visi poin kesembilan untuk pembangunan, modernisasi, dan transformasi sosial.

Gonia ialah seorang produser musik dan direktor festival seni bergenre post ethnic, musiknya kental dengan sample design musik etnik dipadukan dengan berbagai genre. Menciptakan lagu sejak 2006 dan menjadi produser musik sejak 2011 hingga saat ini. Fokus melakukan riset musik tradisional (Indonesia dan Luar Negeri), merilis lagu lagu post ethnic di berbagai platform digital, samplist suara dan voice over talent.
6. hebert lasrohadin purba pakpak

Musik musik tradisi memiliki kedalaman makna yang tak terungkap dan hilang begitu saja/punah jika kita sebagai seniman tak menghiraukannya. menurut saya perlu sebuah tata kelola kreasi dan produksi yang baik agar mengangkat warna otentik dan originalitas musik tradisi dalam kemasan modern dan kontemporer di suguhi dengan lirik bahasa indonesia yang baik dan benar,, salah satunya lagu dan musik dari suku simalungun batak yang ada di sumatera utara khususnya ciptaan Taralamsyah Saragih menunjukkan melodi yang sangat mewakilkan suku tersebut. sangat baik apabila balutan modern di tampilkan dengan lirik bahasa indonesia yang menyatakan bahwa dalam keberbedaan notasi dan melodi dari berbagai lagu/musik di  nusantara dapat di kemas dalam satu bahasa yaitu bahasa indonesia sebagai liriknya. menurut saya permasalahannya bila dilihat di musik saat ini aransemen yang terlalu modern sehingga unsur tradisinya tidak lebih dominan, jakarta yang merupakan kota urban harusnyalah memunculkan karya-karya yang keindonesiaan, munculkan beragam budaya lewat musik nya yang kian canggih teknologi jangan melihat bahwa musik-musik daerah itu kuno, tak menguntungkan ,ketinggalan zaman, padahal jika di analisa melodi dan lagu nya sangat mencerahkan dan menjadi referensi yang kaya buat sebuah karya. nama: hebert purba nama panggilan ebet,,status menikah dan memiliki 1 anak, aktifitas sekarang menjadi guru piano privat dan sekolah musik yamaha. saya lulusan magister seni dari pascasarjana IKJ tahun 2018. saya juga sebagai pianis dan keyboardis pada beberapa event dan acara pernikahan.
7. Imam Firmansyah

Musik Musik Indonesia khususnya musik tradisi mempunyai banyak sekali permasalahan. Salah satu yang paling nyata adalah keberadaan musik tradisional yang banyak mengalami kepunahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah sudah tidak berjalannya ekosistem untuk mendukung keberadaan musik tersebut. Secara spesifik saya menyebut musik gambang kromong yang banyak repertoarnya sudah hilang karena tidak lagi banyak menerima tawaran untuk pentas khusunya di Jakarta. Gambang kromong di Jakarta hanya menggantungkan hidupnya pada event-event yang diselenggarakan Pemerintah, ia tidak lagi dapat hidup dalam ekosistem yang natural berbasis kemasyarakatan. Untuk itu perlu menciptakan atau mengembangkan sebuah ekosistem yang berkelanjutan agar musik ini dapat terus terjaga keberadaannya, diantaranya dengan memanfaatkan teknologi digital, seperti media baru, pengarsipan suara melalui digital, pembuatan buku-buku, serta kolaborasi dengan cabang seni lain agar dapat terjaga keberadaannya. Imam Firmansyah meraih gelar sarjana S1 Etnomusikologi di IKJ, dan S2 Penciptaan Seni Urban di almamater yang sama. Mendirikan kelompok musik Tukang Tabuh di tahun 2014 yang bergerak dalam bidang pengembangan, pendidikan, dan penelitian musik tradisional. Konsentrasi utamanya musik gambang kromong dan sudah banyak menciptakan karya-karya baru berbasis musik tersebut. Selain itu ia juga fokus melakukan upaya konservasi terhadap lagu-lagu klasik gambang kromong yang hampir dan sudah punah. Saat ini aktif mengajar di Universitas Mercu Buana dan Institut Kesenian Jakarta.
8. Iman Putra Fattah

Musik Saya melihat ada diskoneksi yang mengkhawatirkan dalam praktek industri musik populer di tanah air.

Tidak semua, tetapi saya melihat banyak terjadi pemisahan antara praktisi musik (dalam konteks ini industri populer) dengan masyarakat. Industri musik di Indonesia terlalu menitikberatkan pada sisi komersial, yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya tetapi di saat yang sama, menggeser nilai luhurnya yang awalnya bersifat komunal menjadi invididual.

Pandangan ini merupakan efek dari sejarah klasik hegemoni Barat ketika musik merupakan suatu budaya ekslusif yang sangat menitikberatkan pada kemampuan individu. Musik dianggap hanya milik segelintir orang yang sanggup memainkan instrumen musik “barat” dengan tehnik yang rumit dan membuat decak kagum. Pandangan ini oleh Professor Alex Lubet  dari University of Minnesota disebut sebagai “Hyperability”, atau pola pikir membentuk persepsi bahwa musik merupakan ajang kompetisi dan kesuksesan dinilai dari popularitas serta status sosial.

Hal ini bertolak belakang dengan masyarakat tradisional di Nusantara yang melihat musik sebagai bagian kultural tak terpisahkan yang bersifat inklusif serta spiritual. Kita ambil contoh musik Gamelan Gambang sebagai pengiring upacara pitra yadnya (ngaben) di Bali. Suara magis Gamelan Gambang juga dipercaya menjadi penunjuk jalan bagi roh manusia menuju Nirwana, juga sering dimitologikan mampu menembus Surga dan menyentuh hati para Dewa. Dalam hal ini, musik memiliki peran spiritual yang sangat penting dan merupakan bagian dari budaya masyarakat setempat.

Harapan saya ke depan adalah kita sebagai praktisi musik yang memiliki bekal dan pemahaman musikal bisa terus menggali kearifan lokal dan mengintegrasikannya dengan teknologi serta industri populer. Kita sebagai praktisi bisa mawas diri dan menempatkan kekaryaan di dalam spektrum yang tepat antara komersialisme dan nilai luhur nusantara.

Saya Iman Putra Fattah, saya seorang musisi, teknolog audio, dan ontology engineer asal jakarta, Indonesia yang saat ini berdomisili di Austin, Texas. Saya telah mengerjakan berbagai proyek musik dan audio yang diantaranya adalah produksi musik, desain bunyi (sound design), musik untuk teater, film,  pameran, serta musik untuk peragaan busana. Pengalaman saya dalam berkarya sebagai musisi, produser, dan melalui hobi video game membekali saya dengan kepekaan audio dan visual yang unik—yaitu memanfaatkan teknologi berkelindan dengan seni-budaya sebagai sarana dalam berkarya. Saat ini, saya bersyukur dapat menggali potensi lain dalam diri saya dan mengubah karir ke dunia teknologi, serta dipercaya untuk berkontribusi di perusahaan teknologi terbesar di dunia yang berbasis di Silicon Valley.

https://www.linkedin.com/in/imanfattah/

9. IRWAN

Musik Kurangnya perhatian untuk budaya seni musik tradisional dalam mensosialisasikannya yang berbentuk praktek dan teori tentang sejarah musik tradisional kepada generasi muda lewat media pendidikan disekolah-sekolah. Tamat D-3 di Akademi Seni Karawitan Indonesia Padang Panjang Tahun 1999 dan Tamat S-I di Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung Tahun 2001.
10. M. Hilmi Khoirul Umam

Musik Tentang Dewan Kesenian yang Berjarak dengan Problematika Skena

Salah satu lubang dari eksistensi Dewan Kesenian Jakarta (dan kota-kota lainnya) adalah tentang bagaimana lembaga ini seperti abai dengan apa yang terjadi di skena, dan problematika yang ada di dalamnya. Selama ini, DKJ seperti sibuk dengan agenda sendiri yang sering tak menjawab kebutuhan komunitas serta pelaku seni. Yang ada adalah kesan bahwa DKJ disibukkan acara-acara seremonial, yang walau terkadang substantif, namun sering jauh dari urgensi dan tak relevan dengan kondisi yang ada di lapangan.

Padahal jika kita melihat di skena musik saja, banyak sekali problematika nyata yang perlu menjadi perhatian bersama. Mulai dari masalah minimnya panggung, pengarsipan yang tidak berjalan, dinamika digital streaming platform, hingga masalah pelecehan seksual yang semakin kerap terjadi di pentas musik dalam berbagai macam skala. Dengan ketiadaan peran yang diambil oleh DKJ di berbagai permasalahan tadi, para pelaku di level grass root akhirnya dipaksa berjibaku sendiri demi solusi. Ini jelas mengingkari manifesto DKJ yang bertujuan menciptakan “iklim inspiratif bagi para seniman agar dapat mempersembahkan kreativitas kesenian yang bermutu.”

Kekosongan peran ini jelas merupakan hal yang harus diperbaiki, dan sebenarnya jalan menuju ke sana sama sekali tidak sulit. Yang diperlukan hanyalah kesediaan DKJ bersama tim untuk turun ke lapangan, mengumpulkan data dan temuan akan kebutuhan skena, lalu merumuskan bersama komunitas tentang seperti apa jalan keluar yang bisa diwujudkan bersama. Pola kebijaksanaan/program berbasis riset dan kebutuhan semakin banyak diadaptasi, bahkan oleh institusi formal, dan ini saatnya bagi DKJ untuk turut dalam barisan.

M. Hilmi adalah head of content Whiteboard Journal dan penulis kritik musik di Pretentious Reports. Lahir di Kediri, kuliah di Malang, kini tinggal di Depok dan bekerja di Jakarta. Telah terlibat di berbagai proyek kreatif, mulai dari bekerja sebagai freelance graphic designer di Efek Rumah Kaca, menulis untuk Yahoo Indonesia, Jakarta Beat, Rolling Stone Indonesia hingga menjadi inisiator buku Direktori: Peta Kolektif & Komunitas 2010-2020.
11. Mevlied Tenri Nahla

Musik Musisi di Indonesia kerap menemukan isu profesionalisme satu arah antara musisi dan penyelenggara. Musisi kerap dituntut untuk hadir sesuai waktu yang ditentukan, menyajikan performa terbaik, dengan menyetujui nominal yang dinegosiasikan. Masalah timbul ketika pihak penyelenggara tidak berlaku profesional terhadap musisi. Contoh permasalahannya adalah tidak menjalankan jadwal yang disepakati, seperti keterlambatan memulai acara, acara yang selesai tidak sesuai dengan jadwal yang disepakati, dan waktu pembayaran yang tidak menentu. Musisi saat bekerja tidak mendapatkan perlindungan atas resiko yang kerap terjadi di lapangan, meliputi kecelakaan di jam kerja dan proteksi instrumen musik.

Hal ini dipicu oleh budaya penawaran kerja lisan serta ketimpangan kuasa antara penyelenggara selaku pemilik proyek, dan musisi penyedia jasa. Pada dasarnya relasi ini bersifat simbiosis mutualisme di mana penyelenggara dan musisi saling membutuhkan jasanya, namun faktanya musisi menjadi pihak yang seringkali dirugikan. Banyak kasus di mana musisi tidak mendapatkan tawaran pekerjaan karena musisi yang asertif menuntut hak dan pertanggungjawaban penyelenggara dianggap musisi yang sulit diajak bekerja sama. Budaya ini membentuk karakter musisi menjadi submisif mengikuti aturan penyelenggara secara sepihak dengan resiko yang terjadi di acara demi mendapatkan tawaran pekerjaan.

Maka dibutuhkan badan hukum yang mewajibkan pemberian kontrak atau Memorandum of Understanding dari penyelenggara untuk musisi tetap maupun lepas. Kontrak tersebut meliputi jam kerja, nominal honor, waktu pembayaran, jaminan proteksi pemain dan alat. MoU juga mengatur soal denda yang dibayarkan jika waktu acara melewati batas yang dijanjikan (overtime), keterlambatan musisi dalam menjalankan pekerjaannya, dan keterlambatan pencairan pembayaran.

Harapan penulis, Jakarta tahun 2045 adalah masa dimana keprofesian musisi setara dengan sektor industri lain. Musisi mendapat pendapatan, jaminan kesehatan kerja, proteksi instrumen musik, serta tunjangan akomodasi selama prosesnya. Musisi merupakan sumber daya utama dalam semua rangkaian proses berkesenian: kreasi, produksi, diseminasi, transmisi dan konsumsi, maka menjamin pekerjaannya adalah motor untuk menggerakkan industri kesenian.

Mevlied Nahla. Lahir di Jakarta, 16 September 1995. Mevlied Nahla adalah pemain biola, music director, dan komposer Indonesia. Mevlied Nahla menyelesaikan pendidikan S1nya di Sekolah Tinggi Internasional Konservatori Musik Indonesia jurusan penyajian musik klasik di bawah bimbingan Jap Tji Kien, menyelesaikan pendidikan S2 di Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta di bawah bimbingan Dr. Iwan Gunawan dan Dwiki Dharmawan. Mevlied Nahla berkolaborasi dengan musisi ternama di Indonesia seperti Purwacaraka, Dewa Budjana, Erros Djarot, Tya Subiakto, dan lainnya. Ia pernah menjadi concertmaster pada SEAMEX (Southeast Asia Music Education Exchange Orchestra). Penghargaan yang pernah didapatkan adalah Special Merit Award pada ASEAN International Concerto Competition (2013). Mevlied Nahla meluncurkan debut single “Mantra Tenggara” pada tahun 2021. Pernah menjadi seniman pembicara di Megawati Institute, Universitas Trisakti, dan lainnya. Serta menjadi Music Director tari Inkomee Production untuk acara Lemhanas 2022.
12. Muhammad Arham Aryadi

Musik Situasi Perkembangan Musik Kontemporer di Indonesia Dahulu dan Saat Ini

Situasi perkembangan musik kontemporer di Indonesia pada saat ini dan dahulu sekitar tahun 1970an tidak ada sama sekali perbedaan. Kalimat awal tersebut merupakan gambaran dari perbincangan santai dengan Prof. Dieter Mack pada tahun 2022 saat ini. Permasalahan yang sering dialami oleh para komponis dan musisi kontemporer yaitu sulit ketika berkarya mandiri karena tidak seperti musik populer atau industri pada umumnya yang memiliki capaian yang berbeda ketika berkarya. Pemikiran para komponis yang diluar dari kebiasaan membutuhkan dukungan dan wadah yang tepat dan konsisten secara terus menurus seperti Negara Eropa dan Asia sebagai contoh dapat berkaca pada setiap acara seperti Asean Composer League sangat minim sekali komponis Indonesia yang dapat berpartisipasi dan didukung oleh pemerintah. Bahkan untuk wadah dalam bertemu dalam suatu acara hanya ada beberapa seperti Pekan Komponis, Arts Summit dan beberapa yang berkaiatan dengan musik tradisi. Sisanya adalah pergerakan militan atau underground yang dibuat oleh para komponis muda, tetapi sifatnya pun sementara karena terkendala oleh pendanaan. Permasalahan lainnya adalah hanya beberapa orang seniman yang memiliki kharisma yang tinggi yang dapat membantu untuk menciptakan acara-acara yang berkualitas, kualitas dalam arti disini adalah sesuai dengan kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan dan pengaruh lingkungan pada saat ini.

Beberapa pergerakan kesenian yang saat ini telah vakum dari beberapa daerah seperti YCMF Yogyakarta Contemporary Music Festival yang dibina oleh komponis Michael Asmoro, Pertemuan Musik Surabaya dan Jakarta dibina oleh alm. Slamet Abdul Sjukur dan saat ini diteruskan oleh Gema tetapi sempat vakum juga pada akhirnya dan terakhir ada ICC Indonesian Composer Collective yang diprakasai oleh komponis-komponis muda dari beberapa daerah di Indonesia. ICC sendiri sebagai bentuk pergerakan militan setelah menyadari bahwa asosiasi sebelumnya AKI Asosiasi Komponis Indonesia telah dihapus dan tidak ada penggantinya. Selain beberapa kegiatan acara musik kontemporer dari bagian para musisi seperti grup musik ensemble kontemporer hampir tidak ada di Indonesia, padahal beberapa Negara sudah mulai fokus akan hal tersebut, hanya beberapa kali saya coba membantu Mas Tony Prabowo kurator Teater Salihara ketika beliau memiliki impian untuk membentuk kelompok musik Ensemble Kontermporer tapi saya belum lihat lagi perkembangannya saat ini. Selain itu di Indonesia saat ini juga tidak memiliki studio riset pengembangan musik elektronik seperti di IRCAM Paris.

Untuk mengatasi semua masalah itu hanya membutuhkan solusi yang sederhana yaitu merubah kepribadian para seniman musik dengan menghilangkan pikiran saling ragu, saling tuduh dan semua pemikiran negatif yang dapat memecah belah kekompakan, karena itu dibutuhkan satu tim yang solid tidak perlu mengandalkan kharismatik, tetapi tim yang selalu siap untuk mendengar segala masukan dari para seniman musik yang siap juga untuk berargumentasi karena kritik memang pasti keras dan tanpa kesopan santunan tetapi pasti dengan kritik akan dapat membangun sesuatu yang lebih baik dan mendapatkan solusi yang tepat untuk membangun iklim kesenian khususnya musik kontemporer kedepannya.

Arham Aryadi (Jakarta 20 Oktober 2022)

Arham Aryadi is an Indonesian Composer and Educator. He is known founder and Music Director Indonesian Contemporary Gamelan Ensemble. He has completed bachelor in music composition at Conservatory of Music Pelita Harapan University and Master of Arts at Postgraduate Jakarta Institute of Arts. His musical idea is combine traditional Indonesian music with Western artistic and electronic music. His works have been performed with Ensemble Modern (Germany), Hong Kong New Music Ensemble (Hong Kong), HKU Gamelan Ensemble (Hong Kong), Ensemble Multilatérale (France), Quatour Bozzini (Canada), Ensemble Studio C (Malaysia), UiTM Gamelan Ensemble (Malaysia). He has collaborated with dance, theatre and film.
Description © Labirinth Music – Batam, Indonesia (2022)
www.arhamaryadi.com
13. Muhammad Taufik

Musik ARAH PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SENI MUSIK TAHUN 2045
Taufik AdamUU No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan menyatakan bahwa Pemajuan Kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan. Berdasarkan ketentuan ini, maka kegiatan pengembangan dan pembinaan seni musik yang dilakukan oleh DKJ harus diarahkan untuk memperkuat ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di kancah dunia. Namun amanat UU Pemajuan Kebudayaan belum direalisasikan secara optimal oleh DKJ karena kegiatan pengembangan dan pembinaan seni musik selama ini memberikan porsi yang terlalu besar pada bentuk-bentuk musik kontemporer yang tercerabut dari akar kultural bangsa Indonesia.
Dalam rangka memperkuat ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di kancah dunia, kegiatan pengembangan dan pembinaan seni musik oleh DKJ perlu memberikan porsi yang lebih besar pada bentuk-bentuk musik lokal dan tradisional. Ini bukan berarti bahwa ekspresi musik kontemporer bercorak ‘Barat-sentris’ tidak boleh mendapat tempat sama sekali. Ini bukan soal eksklusi, melainkan soal porsi dan keberpihakan—dalam bingkai keadilan distributif dan tindakan afirmatif—terhadap para musisi lokal dan tradisional yang selama ini berada di luar mata rantai produksi, distribusi dan konsumsi industri musik arus utama. Justru inilah yang menjadi raison d’etre dari keberadaan DKJ sebagai pengayom seniman lintas-etnik dari Sabang sampai Merauke.
Pemberian porsi yang lebih besar terhadap musik lokal dan tradisional ini tidak dibingkai dalam semangat glorifikasi masa lalu, melainkan dalam semangat pengembangan dan pembinaan dalam terminologi UU Pemajuan Kebudayaan. Oleh karena itu, pengurus DKJ harus memperbaiki tata kelola kreasi, produksi, diseminasi, resepsi/eksebisi/transmisi dan konsumsi/partisipasi yang memungkinkan para musisi lokal dan tradisional untuk berkreasi dan berinovasi dengan bertolak dari lokalitasnya tanpa menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkaya kebudayaan bangsa serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Melalui kegiatan fasilitasi berbasis tata kelola yang baik ini, diharapkan musik Indonesia dapat memainkan peran penting di kancah global sesuai Visi Indonesia 2045.
Nama Lengkap : Muhammad Taufik
Nama Populer : Taufik Adam
Lahir pada tgl 29 Agustus 1975 di Padang Sumatra barat.
Anak ke 3 dari 5 bersaudara.
14. Nathania Karina

Musik Saya berkesempatan untuk bisa mencicipi dunia pendidikan, industri musik professional, tampil dan mendukung beberapa acara pemerintahan dan aktif di komunitas. PR besar para pelaku kesenian di masa mendatang adalah bagaimana bisa mengkoneksikan semua aspek tersebut: pendidikan, pemerintah, komunitas dan professional/industri. Jakarta sebagai kota Kolaborasi hendaknya bukan hanya sekedar mengadakan event bernyanyi bersama tetapi adanya berkesinambungan sehingga 4 pilar tersebut dapat saling mendukung dan memiliki satu visi yang sama. Indonesia, khususnya Jakarta tidak pernah kekurangan bakat musik, tetapi mengapa sebagai contoh, di industri profesionalnya kebutuhan orkestranya selalu disuplai dari Eropa Timur ataupun Cina, konon demi efisensi biaya dan tenaga. Dengan besarnya dominasi musik luar, lalu bagaimana dengan lapangan pekerjaan lulusan musiknya sendiri?
Hong Kong Philharmonic sebagai salah satu orkestra terbaik di Asia membutuhkan nyaris 50 tahun untuk memantapkan posisinya seperti sekarang dan 10 tahun pertama mereka berangkat dari orkestra amatir berbasis komunitas. Saya rasa menggerakan komunitas dapat menjadi sarana untuk menciptakan ekosistem kesenian yang lebih sehat. Mahalnya harga sewa Gedung pertunjukan, minimnya informasi, pungli liar dan sedikit sekali sosialisasi ataupun forum-forum sungguh mematahkan semangat. Ya, saya sebagai salah satu pelaku seni sudah merasakan sendiri berbagai palakan dan pungli di lingkungan Gedung pertunjukan pemerintah. Glamournya dunia industri televisi dan rekaman juga sering kali tidak diimbangi dengan pengetahuan mendasar tentang musik itu sendiri. Sampai kapan kita harus bertahan dengan menormalisasi bahwa it’s okay tidak bisa bisa bermain biola sungguhan, yang penting senyum cantik manis di layar kaca?
Menyelenggarakan Indonesia Orchestra Ensemble Festival secara rutin sejak 2016 sungguh membukakan mata saya bahwa ada 7000 peminat musik orkestra yang selama ini dianggap eksklusif dan membosankan. Lalu dari mana datangnya 7000 itu? Datang dari semangat perubahan. Bahwa good music is good music, tanpa terkecuali genre nya dan semangat untuk belajar. Semoga semangat dan visi membangun yang sama bisa juga dilebarkan, tidak hanya untuk musik orkestra tetapi seluruhnya. Mengakomodir dan meratakan kesempatan kepada semua, bukan hanya satu pihak. Termasuk di dalamnya mensosialisasikan fungsi Dewan Kesenian Jakarta, mengadakan agenda yang betul-betul memang dibutuhkan pelaku seni dan masyarakat, efisiensi kerja dan tepat informasi.
Nathania Karina meraih gelar Doctor of Musical Arts di bidang Music Education dan Master of Music dengan gelar ganda dalam Pertunjukan Piano dan Pendidikan Musik dari The University of Melbourne. Pada tahun 2019 ia menerima Gold Medal bersama TRUST Orchestra, “Outstanding Conductor Award” di 2021 dari World Orchestra Festival – salah satu festival orkestra paling bergengsi yang diselenggarakan di Vienna, Austria dan konduktor wanita pertama Gita Bahana Nusantara 2022 yang tampil di Istana Merdeka.
15. Rama Saputra

Musik Permasalahan pengembangan yang saya rasakan dari bidang seni musik datang, ketika saya menyadari pentingnya perkembangan musik kontemporer dan kaitanya dengan budaya vernakular, maupun arsip sejarah dan tradisi, dalam proses pengembangan identitas budaya. Diluar kemudahan dalam mencari arsip yang banal dalam jaringan internet, minimnya arsip diluar jaringan, dan distribusi pengetahuan yang mungkin sulit diakses oleh sebagian kalangan. Harapan saya pada seni musik Jakarta adalah ketika kita dapat menelaah, meredefinisi, dan merekoneksi ulang identitas budaya lewat musik, dengan adanya program dalam atau luar jaringan yang fokus pada usaha membaurkan dan mengkaji elemen-elemen musik tradisi dan kontemporer untuk dapat lebih selaras. Dapat dimulai dengan pengarsipan sebagai transmisi, sayembara untuk para partisipator, diskurus, distribusi pengetahuan musik kontemporer dan perkembangan tradisi, sampai tata kelola kreasi pertunjukan. Saya cukup mengenyam sedikit pengalaman dalam mengkaji dan bekerja dalam konsep UNESCO sewaktu residensi di kota Jeddah, Saudi Arabia, dalam salah satu kawasan warisan budaya, Al-Balad. Nama saya Rama Saputra atau Ramaputratantra, seorang produser musik dan seniman bunyi/audiovisual. Dalam waktu kurun lima tahun terakhir, dengan medium instrumen musik elektronik dan kolaborasi, saya mencoba membuat komposisi, mensintesiskan, dan menampilkan beberapa karya yang terinspirasi oleh psikoakustik, arsip audiovisual, dari arsip yang saya tangkap diseputar budaya vernakular Asia, terutama Jawa Barat, Austronesia di Taiwan, Hejazi di Arab Saudi, berbekal pengetahuan dan keahlian etnomusikologi, dan hubungan antara manusia dan instrumen musik dalam mata kuliah jurusan Desain Produk. Saya juga aktif menjalankan beberapa kolektif musik; duo elektronik Sundialll yang berbasis di Indonesia dan Taiwan, Kuartet rock eklektik GAUNG, dan kolektif musik improvisasi OpusJam/SONTAK festival.

Bidang Sastra

1. Muhamad Rido

Sastra Ada benarnya kata seorang budayawan bahwa kesenian muncul ketika perut kenyang. Dewasa ini seni semakin berkembang pesat seiring semangat zamannya contohnya melalui bentuk metaverse. Saya hanya penyuka atau penggiat seni saja yang kebetulan akhirnya bergelut di ranah tradisi. Panca indra saya menilainya dalam kondisi prihatin, entah itu objek seninya hingga pelaku seninya itu sendiri. Dalam tradisi rasanya pengkategorian utamanya sastra, teater, dan musik bisa dibilang jenis seni pertunjukan. Ketiga hal itulah yang menjadi konsen saya sejak sekitar tahun 2018. Lapar dan Kelaparan menjadi permasalahannya. Lapar (dalam pengembangan) karena cukup sulit mencari panggung seni seutuhnya, kalaupun ada di hajatan warga. Ada memang, tapi betul-betul langka dan untuk mendapatkannya pun boleh jadi sikut kanan-kiri. Dari hal inilah muncul kelaparan (dalam hal pembinaan). Kiranya penguatan kelembagaan, olah regenerasi, dan konversi keilmuan (kebaruan) menjadi penting. Melalui dialog atau diskusi, workshop, dan lain-lain serta atensi serius dari pemerintah cukup signifikan apalagi dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Melalui hal itu saya pikir mampu menghasilkan produksi seni yang ilmiah dan populer dan itulah harapannya. Hari ini semagatnya adalah Jakarta kolaborasi meskipun frasa pancasila lebih kepada gotong royong, tetapi sama saja. Karena tradisi (boleh dibilang tradisional atau masa lalu) adalah ruhnya dan modern adalah raganya. Dengan begitu seni akan terus hidup dan menemukan kekuatan sesuai zamannya tidak hanya sampai 2045 tetapi sampai bumi tak ditinggali lagi oleh sang manusia. Nama saya Muhamad Rido biasa dipanggil Rido. Alumni UIN Syahid Jakarta yang menyukai aktivitas seni yang tergugah dari riwayat seni tradisi. Memiliki sedikit kemampuan menulis sehingga menuangkannya ke media online dalam beberapa website dan forum ilmiah.
2. Ahmad Zaenuri Exan Zen

Sastra Setelah reformasi, harusnya dunia sastra semakin berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Namun kenyataannya, kesusastraan di Indonesia (terutama Jakarta sebagai kota metropolitan) saat ini  malah stagnan bahkan dekaden. Pembinaan sastra selama masa reformasi hanya berkutat pada lingkaran yang itu-itu saja, tidak sampai ke akar rumput, sehingga sulit berkembang. Banyak generasi muda yang enggan bergelut dalam dunia sastra, karena sudah patah arang duluan, sebab yang dimunculkan hanya kelompok yang itu-itu saja. Genarasi muda, khususnya remaja harus segera dirangkul dan dipacu semangatnya, supaya dengan rela hati mau berkecimpung dalam dunia sastra dan melahirkan karya yang kreatif dan inovatif.

Sastra merupakan salah satu sumber mata air kesenian dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pintu gerbang kesusastraan Indonesia di zaman digital menuju tahun 2045 harus diinovasi secara kreatif, agar bisa menyentuh generasi milenial yang sedang mencari identitasnya. DKI Jakarta sebagai ibu kota negara, harus bisa kembali menjadi barometer kesenian di Indonesia.

Lahir di Jember 18 Agustus 1972 dengan nama asli Ahmad Zaenuri Exan Zen dan lebih dikenal dengan nama Exan Zen. Mulai menulis naskah drama sejak SD dan menyutradarai pementasan teater sejak SMP. Pernah berkolaborasi dengan Chi Body Teathre Taiwan di Teater Utan Kayu dan Pantai Bende Ancol (2002). Menjadi deklarator berdirinya Federasi Teater Indonesia (FTI) bersama Radhar Panca Dahana (2004). Menulis buku “9 Perintis Teater Modern Indonesia” (2006). Juara 1 Lomba Baca Puisi Piala Paman Birin (tingkat nasional) tahun 2022 dan diundang membaca puisi di Bukit Shalawat oleh Paman Birin (Dr. H. Sahbirin Noor, S.Sos., M.H) Gubernur Kalimantan Selatan. Selama hampir 5 tahun menjadi co writter sinetron “Tukang Bubur Naik Haji The Series” RCTI dengan menembus rekor 2.000 episode. Menjadi team penulis skenario sinetron 7 Manusia Harimau (RCTI), Istiqomah (SCTV), RT Marihot (RCTI), Suami-Suami Takut Istri (Trans TV), Cinta Di Kampung Haji (MNCTV), Orang-Orang Kampung Duku (SCTV). Menjadi Head Writer skenario untuk beberapa serial sinetron antara lain Ular Tangga (TPI), Monkey (TPI), Babby Rock’n Roll (Global TV), Wali Sanga (MNCTV), Amanah Wali sesion pertama (RCTI), Kuasa Ilahi (MNCTV), Buaya Putih (RCTI). Menulis ratusan judul skenario FTV untuk beberapa stasiun TV. Konseptor dan story line sinetron Hafizah (RCTI). Menulis puisi untuk Antologi Puisi Esai Jakarta (2018). Menulis skenario dan menulis lagu untuk film layar lebar Jembatan Pensil (2017) dan Inem Pelayan Sexy New (2018). Melakukan riset film bersama Inem Film di London, Dartmout Devon dan Plymouth Inggris tahun 2019. Saat ini sedang menjadi co writter sinetron “Cinta Alesha” produksi MNC Pictures yang tayang di RCTI sejak 12 September 2022. Menjadi penulis skenario dan sutradarai Film Puisi Pertama “Binatang Jalang” karya Chairil Anwar (2020). Penulis skenario dan sutradarai Film Puisi Kedua “Lalu Kau Lalu Batu Lalu Aku Lalu Waktu” karya Radhar Panca Dahana (2021). Penulis skenario dan sutradarai Film Pantun “Bersih Sebagian Dari Iman” (2021).
3. Anton Kurnia

Sastra Saya menggeluti dan mengamati sastra sejak akhir 1990-an. Menurut saya, idealnya sastra sebagai bagian dari kesenian dapat berkembang dengan sebaik-baiknya di tengah publik dengan dukungan pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah Jakarta.

Di antara masalah yang ditemui di bidang sastra selama ini adalah kurangnya dukungan dari pemegang kebijakan dan ketimpangan akses di antara para pelaku sastra. Untuk itu, diperlukan peran lebih aktif dari pemerintah dalam mendukung ekosistem sastra. Juga perlu dibuka akses lebih luas dan komunikasi lebih efektif dengan segenap pelaku dan pemangku kepentingan di bidang sastra agar dapat maju bersama di kancah nasional dan global.

Visi saya tentang pengembangan seni di Jakarta pada 2045, khususnya sebagai salah satu UNESCO City of Literature di dunia, adalah Jakarta menjadi garda depan perkembangan seni dan sastra nasional yang berjejaring dan berkolaborasi secara intensif dengan kota-kota lain di dalam dan luar negeri. Saya berharap nantinya kreativitas seni budaya, khususnya sastra, di Jakarta berjalan semarak dengan melibatkan partisipasi publik, peduli dan terlibat dalam persoalan sosial, serta didukung secara sistematis dan terencana oleh pemerintah.

Saya membayangkan suatu ekosistem sastra yang kondusif dan berkelanjutan—dari hulu ke hilir—dengan dukungan dan kolaborasi segenap pemangku kepentingan di dalamnya; di mana para sastrawan dapat berkreasi dan bereksplorasi secara bebas dalam memproduksi karya yang berkualitas dengan didukung oleh partisipasi publik dan komunitas seni, media publikasi, dan agen industri kreatif seperti penerbit; di sisi lain pemerintah memberikan fasilitas dan menyediakan infrastruktur yang memadai—misalnya memberikan dukungan pendanaan secara transparan; terlibat aktif dalam perlindungan IP (intellectual property) dengan memberantas pembajakan buku; mengembangkan perpustakaan dan lembaga pengarsipan karya sebagai sarana riset dan laboratorium sastra; serta menyediakan ruang publik terbuka untuk acara, diskusi, dan pentas sastra di mana sastra dan seni menjadi bagian integral dari masyarakat, tidak terasing dari publik.

Anton Kurnia adalah penulis, penerjemah, dan editor. Sebagai penulis, ia memublikasikan cerpen, esai, dan novel. Ia dipercayai sebagai penanggung jawab Program Pendanaan Penerjemahan di Komite Buku Nasional yang dibentuk oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016-2019). Sesekali ia menjadi narasumber dalam acara sastra dan perbukuan nasional dan internasional.
4. Dedy Tri Riyadi

Sastra Sastra, khususnya puisi, saat ini terkesan ekslusif. Hal ini karena lingkup dari puisi, mulai dari penciptaan hingga pada penyebaran karya kebanyakan dinikmati oleh para pembuat (sastrawan), peminat dan penikmatnya saja. Upaya untuk melebarkan “pasar” puisi kepada masyarakat yang lebih luas, seolah terkendala karena sangkar yang tidak tampak itu. Segala kemeriahan, kehebohan, atau kegaduhan yang ada hanya berputar-putar pada kalangan itu-itu saja.

Ada yang melihat pada perkembangan stand up comedy sebagai acuan untuk memajukan puisi agar lebih dikenali. Seperti diketahui, stand up comedy timbul dari kelompok-kelompok terbatas, di dalamnya ada pembinaan, lalu kemudian ada perlombaan. Konsep ini sebenarnya telah ada dalam komunitas-komunitas sastra baik di Jakarta, maupun di daerah.  Komunitas-komunitas sastra tumbuh subur dan banyak menelurkan penyair-penyair muda juga buku-buku puisi. Namun masalahnya masih tetap. Yang menyukai dan menghargai tetap dari kalangan itu-itu saja.

Kembali, puisi jadinya seolah-olah eksklusif. Lalu, bagaimana agar perkembangan sastra menjadi inklusif? Terinspirasi oleh demam dan gelombang musik Korea, serta perkembangan Drama Korea, timbul pemikiran bagaimana jika Lembaga-Lembaga Sastra seperti DKJ bisa tumbuh menjadi semacam YG atau SM Entertainment dalam industri musik Korea tersebut? Mulai dari melakukan semacam talent scout, pembinaan, sampai melakukan branding dan pengenalan para penyair melalui kegiatan semacam konser yang bersifat besar-besaran.

Hal ini tentu saja lembaga kesenian tersebut harus sudah memiliki semacam standar yang tinggi dari kualitas ciptaan sastra, khususnya puisi yang dimiliki oleh penyair tersebut. Dan bicara mengenai pementasan puisi, ada banyak hal yang bisa dilakukan dengan tidak menampilkannya sebagai pembacaan puisi belaka, tapi bisa dengan musikalisasi, visualisasi alih wahana dan lain sebagainya yang bisa membuat masyarakat semakin tercerahkan bahwa berpuisi itu ternyata tidak hanya soal menulis puisi, membacakannya, dan buku-buku puisi yang seringnya diabaikan untuk dibaca masyarakat umum.

Terlebih, saat ini banyak yang merasa mengerti tentang puisi melalui lagu-lagu puitis yang sebenarnya syair lagu tersebut bukanlah puisi. Juga dari tulisan status media sosial yang belum puisi, baru sebatas kalimat-kalimat aforisme belaka. Dengan pementasan yang megah akan puisi, barangkali puisi dan penyair bisa menjadi hal yang menarik bagi industri kreatif negeri ini.

Dedy Tri Riyadi, sehari-hari bekerja sebagai pekerja iklan. Beberapa judul puisinya dimuat di media nasional. Buku puisinya “Berlatih Solmisasi” sempat masuk daftar panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2018. Sedang menyiapkan buku puisi berjudul “Apakah Kita di Bawah Hujan” untuk terbit di tahun 2022 ini.
5. Evelyn Ghozalli

Sastra Buku anak mungkin bukan sesuatu yang bisa dianggap masuk dalam ranah kesenian maupun kesusastraan. Tapi buku anak bisa menjadi gerbang masuk generasi muda dalam dunia kesenian dan kesusastraan. Dalam buku anak, seorang anak terpapar mengenai indahnya seni visual dan cerita yang dituturkan, baik oleh orang lain maupun dirinya sendiri.

Buku anak mungkin masih menjadi anak luar dunia seni, dengan asumsi bahwa buku anak adalah bagian dari dunia pendidikan, tidak ada sastranya. Kecuali penulisnya adalah seniman atau orang ternama dalam dunia seni, buku anak sangat jarang dapat sorotan yang seharusnya. Dari segi ekosistem, dunia buku anak masih banyak yang perlu dibenahi, dari pembuatan karya, kreatornya, pembaca, penerbit dan distribusinya. Secara umum, pelaku buku anak belum bisa menghidupi dirinya untuk bisa berkarya. Mungkin bisa bekerja, namun untuk berkarya, perlu lebih dari yang sudah ada dari sekarang untuk bisa tersokong dan lanjut berkarya.

Sebagai ilustrator buku anak, sangat terlihat segregrasi yang terjadi, pembedaan antara ilustrator dan seniman/seni lukis. Keduanya berkutat dan berkarya dalam bidang visual dan keduanya berkarya, berseni, beraspirasi dan berkreasi, terlepas dari fungsi yang dimiliki ilustrasi. Namun ilustrator belum dilihat sebagai seniman dalam skena seni.

Sebuah pengakuan untuk semua bentuk seni yang mempunyai manfaat bagi penikmatnya tanpa segregrasi, jadi harapan saya dalam mengembangkan dunia perbukuan anak ini. Bagaimana buku anak memberikan benih untuk menginspirasi anak-anak dalam mengeksplorasi dunia yang bebas penuh karsa.

Sebagai ilustrator, Evelyn Ghozalli telah mengilustrasi lebih dari 80 cerita anak lokal dan mancanegara dibawah nama EorG. Dalam menggeluti profesinya sebagai ilustrator, Evelyn mempelajari keahlian lain seperti mengkonsep, mendesain dan menulis buku anak secara autodidak. Memulai karirnya sejak tahun 2005 dan mendirikan komunitas ilustrator buku anak Indonesia bernama KELIR pada tahun 2009. The Chair, Taman Bermain dalam Lemari, Ahmad dan Domba Kecilnya serta Mr. Roll Finds New Life adalah beberapa hasil karya EorG yang telah meraih penghargaan.
6. Fadjriah Nurdiarsih

Sastra Pembinaan seni sastra belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Saya menyarankan beberapa usulan. Pertama, kita, misalnya, tidak punya daftar buku rekomendasi sastra yang bagus, entah itu dari penulis Indonesia maupun karya terjemahan. Padahal daftar karya rekomendasi ini sangat penting bagi pengajaran sastra di bangku sekolah. Anak-anak seharusnya terbiasa membaca karya sastra yang mengajarkan budi pekerti, mampu mengambil keputusan, mengajarkan memahami konflik dari dua sisi, sehingga ke depan mereka pun jadi senang membaca. Tidak hanya itu, angka minat literasi di Indonesia masih sangat rendah.

Kedua, minim sekali rubrik resensi atau apresiasi sastra di surat kabar. Padahal dengan banyaknya ulasan, maka pembaca bisa mengetahui keunggulan dari karya-karya yang beredar di pasar. Tidak hanya itu, bagi penulis, ini adalah wadah untuk mereka menuangkan gagasan dan pikiran. Sama halnya dengan rubrik pemuatan cerpen yang makin tidak mendapat tempat di koran-koran maupun tabloid besar.

Ketiga, perlunya pemuatan kritik sastra yang komprehensif, misal melalui adanya jurnal atau website khusus. Lomba kritik sastra yang dijalankan DKJ sudah menjadi suatu upaya yang bagus.

Keempat, menghidupkan kembali Sastra Masuk Sekolah bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tumbuhkan kecintaan terhadap sastra sejak dini, bahkan mungkin bisa pula menggali bibit-bibit bakat penulis sejak usia muda.
Pembinaan tidak bisa berjalan secara parsial. Oleh karena itu, perlu kolaborasi antara banyak pihak, termasuk dengan komunitas-komunitas sastra di Jakarta.

Kelima, saya berharap, dengan terpilihnya Jakarta sebagai kota literasi dunia, maka buku makin mudah diakses di mana-mana. Tidak hanya perpustakaan menjadi lebih inklusif, tapi pembicaraan mengenai karya sastra juga menyentuh ruang-ruang ketiga atau ruang publik. Tidak hanya itu saja, penerbitan karya sastra menjadi lebih mudah dan lebih murah. Sebab, setiap penulis berhak untuk menyuarakan gagasannya kepada dunia. Namun, banyak di antara mereka yang kesulitan mencari penerbit. Karena itu, ekosistem dari penerbitan hingga penjualan juga harus diperhatikan.

Fadjriah Nurdiarsih, biasa dipanggil Mpok Iyah. Kelahiran Jakarta, 4 April 1985. Aktif bekerja sebagai editor dan wartawan sejak 2010. Menulis kumpulan cerpen Rumah Ini Punya Siapa? (2021) dan ikut serta dalam antologi puisi Gado-Gado (2019). Hingga saat ini tergabung sebagai anggota Lembaga Kebudayaan Betawi dan Perkumpulan Betawi Kita.
7. Hasan Aspahani

Sastra SAYA menggeluti kesenian, selain sebagai jurnalis, terutama seni sastra. Saya telah menerbitkan belasan judul buku puisi, novel, cerpen, dan cerita bersambung.  Tapi cabang seni bagi saya hanya penajaman, yang selalu punya wilayah yang beririsan satu sama lain yang saling mengasah dan menajamkan. Beberapa tahun terakhir saya terlibat dalam penulisan skrip untuk produksi film layar lebar, series, dan fim pendek.
Lembaga seperti Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) sebagai mana niat awal pendiriannya, dan dalam sejarah perjalanannya, membuktikan bahwa mengelola dan menggerakkan secara bersama-sama seluruh cabang seni, dalam sebuah visi besar, dengan segala irisan-irisannya adalah sebuah hal yang penting.   Ali Sadikin telah memberi teladan, bagaimana seorang pemimpin,  bisa menghimpun seniman, dan menggerakkan birokrasi untuk merawat visi besar kesenian di Jakarta itu.
Yang sangat diperlukan   untuk membangun kejayan kesenian, dengan pencapaian-pencapaian yang lebih besar lagi di masa-masa yang akan datang adalah memperkuat ekosistem yang sehat, kuat, dan subur bagi kreativitas penciptaan.  Sebagai titik tolak penciptaan, maka sejarah pencapaian penciptaan perlu didokumentasikan dengan lengkap, dibuka aksesnya seluas mungkin. Ini hanya bisa dilakukan lewat pendataan, pengelolaan arsip dan koleksi dengan lebih baik.
Jakarta harus memperkukuh posisinya sebagai kota kesenian dunia yang jadi rujukan perkembangan seni di Kawasan ini. Banyak hal bisa dilakukan. Dalam hal DKJH, saya melihat lembaga ini bisa terus memperkuat dini, dengan menghimpun tenaga-tenaga pemikir, konseptor, aktivis seni, yang bisa untuk melakukan kerja-kerja besar itu.
Lahir di Sei Raden, Samboja, Kutai Kartanegara, 9 Maret 1971.  Setelah tamat SMA di Balikpapan, meneruskan kuliah di IPB, Bogor. Lalu melanjutkan S2 di Manajemen Strategis, Universitas Prasetya Mulya, Jakarta.  Berkarir panjang di Jawa Pos Grup, sejak 1999 hingga 2019.  Kini menetap di Jakarta. Menghadiri bbanyak fesital seni di Indonesia, a.l. Festival Salihara, Makassar Writer dan Reaser Festival. Bali Jani, Ubud Writer Festival, Jakarta Internasional Literary Festival, dan Festival Kesenian Yogyakarta. Menulis sejumlah buku puisi, esai dan novel.
8. IKHSAN RISFANDI

Sastra Pengembangan & Pembinaan Sastra Betawi khususnya (Puisi Betawi) di Jakarta mengalami beberapa hambatan. Ada dua faktor, yakni faktor internal & faktor eksternal.

Faktor Internal meliputi minimnya minat serta kemampuan baca-tulis (literasi) Generasi Z Betawi terhadap produk Sastra Betawi khususnya Puisi Betawi—dikarenakan sudah jarang ditemukan kualitas yang baik dalam Puisi Betawi yang beredar di masyarakat yang setidaknya mendekati kualitas puisi yang dihasilkan penyair Zeffry Alkatiri & Zen Hae—, kurangnya upaya regenerasi antara sastrawan senior ke sastrawan pemula sejak awal tahun 2000-an, dan yang terakhir ialah masih sedikit sekali puisi bercorak lokalitas Betawi yang bisa menembus standar kurasi media sastra nasional baik berupa media cetak konvensional (koran, majalah sastra) maupun media daring (laman sastra, majalah sastra digital) yang harusnya bisa menjadi faktor utama yang dapat memotivasi sastrawan pemula dari Generasi Z Betawi agar giat mengirimkan puisi atau sajak yang mereka tulis.

Adapun Faktor Eksternal yang turut mengamini stagnasi pada pengembangan & pembinaan Sastra Betawi khususnya (Puisi Betawi) adalah sebagai berikut; pandangan beberapa khalayak sastra luar Betawi yang menganggap Puisi Betawi norak dengan segala pemakaian bahasa vernakular & prokem—yang harusnya dua hal ini bisa dijadikan daya tarik penguat—, invasi yang masif dari produk sastra modern yang tak bisa dihalau generasi muda Betawi yang semakin menggerus sastra lokal Betawi, kurang adanya sinergi & kolaborasi antar stakeholder yang terkait dalam program pengembangan & pembinaan Sastra Betawi—mestinya ada lokakarya atau diklat khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan mutu karya para sastrawan Betawi agar dapat menjadi salah satu unsur vital pembentuk Jakarta sebagai Kota Sastra Dunia.

Saya berharap agar kelak, pengembangan seni di Jakarta tahun 2045 bisa aktif melibatkan dan memanfaatkan potensi terbaik dari para seniman lokal (Betawi) yang dari sekarang sudah harus dimutakhirkan keterampilannya agar menghasilkan karya bermutu dari tahap pra-penciptaan hingga menjadi koleksi arsip yang layak serta berdaya guna.

IKHSAN RISFANDI, 21 OKTOBER 2022

IRZI alias Ikhsan Risfandi Lahir di Jakarta, 13 November 1985. Menyelesaikan pendidikan sarjananya dari Universitas Persada Indonesia YAI jurusan Ilmu Komunikasi dengan konsentrasi Penyiaran. Puisi-puisinya dimuat di Majalah Digital Mata Puisi, Majalah Sastra Balai Bahasa Provinsi Banten “Kandaga”, laman sastra Buruan.co, Borobudurwriters.id, Tempo.co, Bacapetra.co, Sastramedia.com serta beberapa Antologi Puisi Nasional. Buku puisi pertamanya Ruang Bicara, 2019. Saat ini bergiat di Komunitas Budaya BetawiKita.
9. Imam Maarif

Sastra Perkembangan sastra Indonesia tidak akan berdampak besar, apabila generasi penerus tidak bisa mengembangkan gagasan-gagasan  yang sudah dibuat oleh para pendahulunya. Saat ini sastra Indonesia harus lebih didekatkan kepada masyarakat,  dalam artian harus  disebar dan dipromosikan  lebih jauh lagi, misalnya melakukan penerbitan karya-karya sastra dalam jumlah yang cukup besar kemudian di distribusikan dengan harga yang murah, baik melalui penerbitan digital maupun terbitan konvensional. Di tingkat pendidikan,  sastra harus mendapat porsi pengajaran yang lebih besar bukan hanya sekedar sebagai pemenuhan menggugurkan kewajiban pelajaran sastra.

Minat  terhadap  buku sastra  yang paling rendah adalah di tingkat remaja.  Data itu saya dapatkan dari wawancara secara acak dengan  berapa  guru-guru  Jakarta  yang mengajarkan pelajaran bahasa dan sastra di sekolah masing-masing,  dibandingkan dengan mata pelajaran  yang  lain.  Inilah pangkal masalah  kenapa masyarakat  Indonesia kurang berminat terhadap karya sastra.  Karena  hulu-nya

(Publik) tidak  dapat pembinaan sastra dengan baik.  Persoalan klasik  ini menjadi pekerjaan rumah untuk para pelaku sastra. Pelaku sastra juga perlu  turun tangan untuk ikut membina dan membuat strategi yang terukur agar karya sastra itu bisa dengan mudah sampai  ke publik,  tidak hanya duduk di menara gading.  Persoalan ini harus dikerjakan bersama, sebut saja Dinas pendidikan  sebagai pembuat regulasi harus  melakukan riset mendalam dan membuat strategi pembelajaran yang terukur, baik itu diaplikasikan di skala sekolah, kegiatan publik,  dan  interaksi pelaku sastra dan audiensenya.  Sebaiknya juga   dibentuk laboraturium sastra yang ditujukan untuk pemetaan, pendataan  dan penataan persoalan dan strategi pengembangan sastra yang mampu mengikuti selera jaman dan pembacanya.

Di sisi lain,  Dewan Kesenian Jakarta sebagai mitra pemerintah DKI Jakarta perlu  membuat program yang terstruktur  untuk menjawab persoalan di atas, termasuk membangun jaringan internasional  yang lebih luas lagi  dan membuat program khusus  menterjemahkan karya-karya sastra Indonesia ke berbagai bahasa. Dengan demikian  sastra Indonesia bisa bicara banyak di tingkat dunia.

IMAM MAARIF,  sebagai pegiat sastra,  saat  ini mengasuh Pelatihan  Sastra di Gelanggang Remaja Jakarta Pusat, pernah mengembangkan Sastra Jalanan  dengan Komunitas Planet Senen. Menerbitkan cerpen ” Migrasi Sepasang Burung Tua,” tahun 2009,  Menerbitkan antologi  puisi tunggal Sandal Jepit Merawat Negeri” tahun2017, menerbitkan “Antologi Puisi Tanpa Judul” tahun 2022,  puluhan puisi tergabung dalam antologi puisi bersama, dan membaca puisi dari panggung ke panggung untuk sosialisasi, diundang ke berbagai pertemuan sastra, dan seni lainnya, baik   maupun internasional.
10. Mareta Widyawaty

Sastra Sebagai pencinta sastra, yang saya amati dari dunia sastra saat ini adalah meningkatnya peran generasi muda dalam proses cipta maupun konsumsi. Namun, walau kini minat literasi terus ditumbuhkan dengan maraknya  pengaruh dari sosial media, hadirnya penulis-penulis muda yang berbakat, dan beberapa komunitas sastra yang bermunculan, kesemarakan dalam bidang sastra masih sedikit tertinggal dibanding bidang seni lainnya.  Padahal secara garis besar, sastra pun seperti bidang seni lainnya yang memiliki satu tujuan yang sama yakni menggugah perasaan dan mendorong daya kreasi yang baru.

Maka itu, keterlibatan banyak pihak terhadap sastra harus terus ditumbuhkan untuk membangun ekostistem yang bukan hanya subur dalam kuantitas, tapi juga kualitas yang diakui para penikmat sastra. Optimisme itu bersambut karena saat ini langkah yang dilakukan pemerintah, dewan kesenian, dan para penggiat sastra memang patut diapreasi dengan adanya berbagai fasilitas serta ruang yang nyaman untuk berliterasi yang sangat wajib untuk dipertahankan seperti perpustakaan umum, taman baca, hingga komunitas sastra sebagai peran-peran utama yang membantu menyebarkan akses literasi secara mudah.

Harapan saya bagi pengembangan kesenian Jakarta tahun 2045 sebagai salah satu langkah mewujudkan Generasi Emas adalah mendukung para pelaku seni di Jakarta, khususnya dalam bidang sastra dengan cara membentuk keseimbangan antara para sastrawan senior dan generasi muda untuk menuangkan bakatnya serta memberikan hak publisitas yang sama agar aspek produksi dapat lebih progresif, mendorong lebih banyak kalangan untuk memanfaatkan akses literasi sehingga tergerak untuk mengambil bagian dan diseminasi dalam memajukan sastra dapat lebih luas, dan yang tidak kalah penting adalah dengan memaksimalkan peran media sosial serta komunitas sastra agar transmisi dapat berjalan lebih efektif dan konsumsi/partisipasi dalam bidang sastra menjadi semakin fertil dan merata.
Jika semua aspek ini dipenuhi, bisa saja ekosistem sastra di Indonesia khususnya Jakarta dapat semakin maju bersama bidang-bidang seni lainnya.

Widya Mareta lahir di Tangerang pada tahun 1994. Buku pertamanya Puasa Puisi (2021) termaktub dalam 5 besar Kusala Sastra Khatulistiwa ke-21 untuk kategori puisi. Saat ini menetap di Tangerang dan tulisannya kerap dimuat di beberapa media.
11. Ni Putu Dewi Kharisma Michellia

Sastra Saya memiliki ketertarikan khusus pada dunia kerja hari ini, begitu juga perkembangan teknologi informasi yang menopangnya. Sebagian besar warga Jakarta sebagai penghuni metropolis hidup dalam jejaring teknologi informasi, napas dan kehidupan mereka adalah penyumbang kapital dalam sistem kerja hari ini. Dengan kata lain, bit informasi dan konten adalah baut dan pelumas berlangsungnya masyarakat perkotaan. Hidup kita adalah nilai tukar itu sendiri. Belakangan waktu, saya tertarik mempertanyakan: bagaimana sastra menanggapi hal ini?

Untuk menjawabnya, kita akan perlu membicarakan sastra dari hulu ke hilir, bagaimana memungkinkan ekosistem berjalan dengan minim hambatan. Apakah kita akan memerlukan upaya tertentu untuk menyambut transisi di ranah digital ini? Sudah terasakah transisi tersebut? Apakah kita akan menamainya “senjakala” juga?

Pada kenyataannya, para sastrawan tidak pernah bekerja sendiri. Selalu ada sederet buruh penerbitan atau media daring yang bekerja di balik layar. Selalu ada ruang perjumpaan dengan para pelaku dari berbagai bidang kesenian atau peminat berbagai disiplin keilmuan yang mendukung hadirnya suatu karya sastra. Begitu pula, saat karya sastra itu telah hadir di tangan pembacanya (lewat buku maupun ponsel), selalu ada ruang diskusi antara sastrawan dan pembacanya, yang membuka ruang imajinasi satu sama lain, untuk mendukung munculnya karya-karya sastra selanjutnya.

Artinya, membicarakan sastra juga berarti membicarakan ekosistem yang menopangnya: industri perbukuan dan kelindannya dengan investasi yang tidak banyak berpihak pada sektor ini, akses pada karya sastra di ranah digital dan perkara hak properti intelektual, hingga apakah sastrawan atau seniman yang bergelut di ranah ini akan perlu melakukan sertifikasi atau dinilai berdasarkan pencapaian material semata?

Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta perlu mendukung keberlangsungan ruang-ruang untuk membicarakan hal-hal tersebut, lantas mengadvokasi usulan yang dicapai forum. Ruang tersebut perlu mendukung inklusivitas, merayakan kemajemukan, memantik diskusi dan kolaborasi, menyuarakan semangat demokratisasi dalam bersastra. Dengan kata lain, Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta perlu memastikan bahwa ruang-ruang tersebut aman dan dapat dijangkau berbagai kalangan.

Dewi Kharisma Michellia lahir di Denpasar pada 1991. Ia merampungkan studi sarjana Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dan Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada. Memutuskan berprofesi sebagai penulis sejak tergabung di pers mahasiswa BPPM Balairung UGM, dan hingga kini ia berpengalaman sebagai penerjemah dan editor, serta menulis novel, reportase, dan cerita pendek. Karya-karyanya yang telah terbit di antaranya novel Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya (2013) dan kumpulan cerita pendek Elegi (2017). Pada 2018, ia terlibat di kolektif Ruang Perempuan dan Tulisan. Sejak 2018 pula, ia menjadi penerjemah jurnal akademik yang berfokus pada isu Asia Tenggara untuk kyotoreview.org. Pernah pula mendirikan penerbit indie, Penerbit OAK, pada 2015 dan mengampu peran sebagai redaktur pelaksana untuk berbagai terbitan online sejak 2013, di antaranya jakartabeat.net dan jurnalruang.com. Saat ini, ia aktif mengasuh situs web kritik sastra tengara.id selaku redaktur pelaksana.
12. Putri  Miranda/  a.k.a Nuyang Jaimee

Sastra Sampai saat ini saya masih melihat khazanah kesusasteraan tanah air, khususnya di Jakarta, masih minimnya kemunculan perempuan penulis yang kuat. Boleh dibilang hampir kurang dari setengahnya masih didominasi penulis laki-laki. Hal ini tentunya harus dibuat diskursus dan pembinaan berkesinambungan dimana bertujuan untuk memunculkan kembali potensi-potensi perempuan penulis yang belum terakomodir ruang karyanya.
Pengembangan gagasan yang mengerucut pada program-program yang mampu melahirkan embrio-embrio tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan dan tepat sasaran, yaitu salah satunya dilakukan pemetaan di komunitas-komunitas sastra, lalu dilakukan kurasi sebagai  rancangan program pembiayaan dan jaringan untuk mendukung terciptanya  karya-karya dahsyat itu sehingga bisa sampai ke masyarakat secara luas.Lalu urang berkembangnya kemunculan penulis-penulis naskah drama yang potensial. Dalam hal ini harus ada program untuk menggerakkan maraknya kesusasteraan Indonesia khususnya dalam penulisan naskah-naskah drama.  Selain itu program-program sastra yang bisa menyentuh para pelaku sastra dari akar-akar rumput dan para pelaku sastra digital. Komunitas-komunitas ini justru harus menjadi agenda besar untuk menciptakan daya dongkrak kesusasteraan yang lebih besar lagi sehingga tercipta harmonisasi antara pelaku-pelaku sastra pada level-level tertentu bersama pelaku-pelaku sastra dari akar rumput sehingga terjadi absorbsi informasi, pengetahuan, keahlian yang positif dan menghilangkan resistensi dan gesekan antar semua komunitas dan para pelaku sastra.Kemudian saya melihat minimnya wacana dalam mengangkat informasi tokoh-tokoh sastra Indonesia yang masih banyak tidak terakomodir sejarahnya kepada masyarakat secara lebih luas.  Dalam hal ini kita perlukan berbagai program yang bisa mengangkat wacana tsb, seperti program-program penciptaan karya-karya sastra yang berhubungan tentang latar belakang, biografi, karya-karya sastra yang dilahirkan tokoh tersebut, sehingga dapat menjadi kekayaan dokumentasi informasi para tokoh-tokoh sejarah yang bisa menjadi  konsumsi masyarakat sastra secara luas sebagai bahan penciptaan karya sastra yang lebih progresif dan masif.
Nuyang Jaimee seorang seniman yang mengawali karier berkeseniannya melalui proses teater di awal tahun 2000 an. Lalu mulai menulis cerpen dan puisi. Cerpen-cerpennya masuk di beberapa media massa besar di Jakarta, daerah, dan majalah sastra. Masuk di beberapa antologi cerpen dan puisi bersama di dalam dan di luar negeri. Sampai kini aktif di berbagai pertemuan, seminar dan even kesenian, sebagai seorang entertainer, aktris teater, sutradara teater, pemerhati dan aktifis teater dan sastra, sebagai penulis cerpen, puisi, naskah drama, skenario dan naskah monolog, sebagai penggiat, pendidik, pengajar seni teater dan puisi di sekolah-sekolah untuk remaja, sebagai pembaca puisi, monologer, dan Master of Ceremony (MC). Sebagai pendiri (founder) lembaga Cakra Budaya Indonesia (CBI) dan Keluarga Besar Penyair Seksih (KBPS) di Jakarta.
13. Sihar Ramses Simatupang

Sastra Di dalam dunia kepenulisan khususnya teks sastra, yang paling perlu diperhatikan dalam permasalahan dan pengembangannya adalah penerbitan buku sastra berkualitas sehingga dapat sampai di pustaka generasi muda di seluruh Indonesia.
Sementara, akses untuk buku digital pun dirasakan masih kurang tersebar. Selain buku digital, menjembatani karya sastra dalam bentuk musik – terutama puisi – dan film puisi bahkan film yang mengembangkan cerpen atau pun novel.
Dunia penerjemahan karya-karya sastra dunia yang bermutu agar sampai ke masyarakat termasuk generasi muda. Sebaliknya, perlu juga dipikirkan seberapa jauh proses kerja penerjemahan dari teks sastra Indonesia dalam berbagai bahasa di mancanegara, lewat literature agent, sehingga sastra Indonesia mendapatkan kesempatan maksimal untuk dinikmati para apresiator sastra di dunia.
Di tengah melesat dan dinamisnya tiap kebudayaan dari berbagai belahan dunia di media digital, justru kekuatan kebudayaan dari tiap negeri, tiap wilayah dan tiap lokal justru menjadi kekuatan identitas dan entitas. Sebagaimana berbagai negara di Eropa, Jepang, Cina, Iran dan negeri lainnya, kekuatan kebudayaan Indonesia termasuk budaya setiap tradisi Nusantara justru menjadi keunikan dan keorinalitasan bila diramu oleh penulis karya sastra – bahkan hingga di generasi X, generasi Y dan generasi terkemuka di masa mendatang.
Menggali folklore, teks sastra tradisi yang direproduksi ulang, membuat tumbuh teks lama dalam hiruk-pikuk digital pun sangat diperlukan.
Pencanangan Indonesia Emas pada tahun 2045 berkait dengan ledakan penduduk pada tahun 2030, termasuk banyaknya generasi produktif, tentunya hal itu dalam seni dan kebudayaan dapat mendukung sikap kepedulian, kemanusiaan, generasi kreatif dan mampu memanfaatkan secara maksimal kualitas hidup tak hanya dari sisi ekonomi, teknologi namun juga cipta, karya dan rasa.
Seni mengalami adaptasi, kelenturan, terhadap dunia teknologi bahkan digital namun tetap memertahankan esensi utama kemanusiaan itu sendiri. Bagaimana kompetensi sebagai penulis sastra, tata kelola manajemen kepenulisan sastra, dalam penerbitan, organisasi penulis, hubungannya dengan stakeholder dan pemerintah, jaringan kerja lintas genre seni, termasuk membaca dunia digital yang begitu cepat berkembang.
Nama lengkap, Sihar Ramses Sakti Simatupang. Untuk karya kumpulan tunggalnya antara lain kumpulan puisi Metafora Para Pendosa (Rumpun Jerami, 2004), kumpulan cerpen Narasi Seorang Pembunuh (Dewata Publishing, 2004), kumpulan puisi Manifesto (Q Publisher, 2009) dan kumpulan puisi Semadi Akar Angin (Q Publisher, 2014) dan Kabar Burung Pecah di Jendela (Tarebooks, 2020). Novelnya, Lorca – Memoar Penjahat tak Dikenal (Melibas, 2005), Bulan Lebam di Tepian Toba (Penerbit Kakilangit Kencana – Prenada Media Group terbit tahun 2009 dan meraih nominasi di Khatulistiwa Literary Award 2009 juga penghargaan dari penerbit Italia, Metropoli d’Asia), Misteri Lukisan Nabila (Penerbit Nuansa Cendekia, Bandung, 2013) dan Lorca Inocencio(2017). Masih menyiapkan novel Rumah Marsak.
14. Wili Sandra

Sastra Tradisi lisan dan sastra tulis merupakan dua hal yang saling berkaitan dan saling mengisi satu sama lain. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa keduanya berperan penting dalam perkembangan peradaban dan pembentukan karakter serta identitas bangsa. Namun, sejak dulu hingga dewasa ini, tradisi lisan yang seharusnya saling mengisi dengan sastra tulis justru seringkali dianggap  dan distigmatisasi lebih “rendah” harkat dan martabatnya. Tradisi lisan dianggap oleh sebagian orang sebagai sesuatu yang kuno dan mencirikan masyarakat kelas bawah. Sebaliknya, sastra tulis dianggap sebagai ciri masyarakat modern dan terpelajar, terutama di kalangan bangsa Barat. Padahal, jika diamati lebih jauh, sejatinya segala yang tertuang dalam tulisan mula-mula berasal dari tradisi lisan yang kemudian diabadikan dalam bentuk tulisan. Tidak hanya itu, jika kita perhatikan bahwa sebenarnya berbagai tradisi dan kearifan lokal Indonesia (Nusantara) sesungguhnya banyak hadir dan tertuang dalam bentuk tradisi (sastra) lisan. Sejalan dengan itu, adanya anggapan sebagian kalangan yang memandang mutu tradisi lisan lebih rendah dari tradisi tulis telah mengakibatkan kurangnya minat dan perhatian terhadap tradisi lisan. Kondisi ini mengakibatkan banyak tradisi lisan Indonesia (Nusantara) berada dalam kondisi yang meprihatinkan. Kenyataan ini didukung oleh fakta bahwa tidak sedikit tradisi lisan yang berada di ambang kepunahan. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya terjadi karena kurangnya perhatian masyarakat dan pemerintah dalam pengembangan dan pelestarian tradisi lisan. Selain itu, tradisi lisan jarang mendapatkan tempat dan ruang di tengah-tengah masyarakat karena ada anggapan tradisi lisan dipandang sebagai sesuatu yang  kuno. Di samping itu, para pelaku dan maestro tradisi lisan sudah banyak yang wafat (berpulang) sehingga kepergian mereka membuat gudang (perpustakaan) pengetahuan tradisi lisan yang diakuasainya ikut mati dan terkubur. Kondisi tersebut juga dapat mengakibatkan terputusnya pola pewarisan yang menjadi kunci keberlanjutan tradisi lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini tentu memprihatinkan mengingat tradisi lisan telah menjadi salah satu pilar utama dalam Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan No. 5 tahun 2017 termasuk sudah diakui dalam Konvensi Unesco 2003. Untuk itu, pada tahun-tahun mendatang diperlukan perhatian lebih terhadap tradisi lisan dalam bentuk pelestarian, pengembangan, dan pewarisan dalam menjaga keberlangsungan tradisi lisan melalui program-program penelitian, pengabdian kepada masyarakat, revitalisasi, dan lain sebagainya. Program ini tentu akan tercapai jika ada kerja sama dari semua pihak, seperti pelaku, komunitas, peneliti/akademisi, dan pemerintah mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Wili Sandra menamatkan pendidikan S1 di Prodi Sastra Indonesia dan S2 di Departemen Ilmu Susastra, FIB UI, Depok. Penulis saat ini merupakan staf pengajar di Program Pendidikan Vokasi dan MKU Universitas Indonesia (UI). Selain di UI, penulis juga mengajar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan Universitas Kristen Indonesia (UKI). Saat ini, penulis juga menjabat sebagai staf redaksi dan editor di Jurnal Urban yang dikelola oleh Sekolah Pascasarjana IKJ. Selain itu, penulis juga aktif sebagai peneliti dan pengurus pusat Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) yang terakreditasi di UNESCO. Di samping mengajar dan meneliti, penulis juga menjadi narasumber di beberapa pelatihan di antaranya pelatihan penulisan akademik dan karya tulis ilmiah, penulisan jurnal ilmiah, penulisan proposal dan laporan penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Beberapa hasil penelitian penulis berupa artikel dan buku bunga rampai telah diterbitkan di beberapa jurnal nasional dan di media massa.

Bidang Seni Rupa

1. Tiara Rahartono

Seni Rupa Permasalahan pengembangan dan pembinaan dalam bidang seni rupa sendiri masih minim di kalangan anak muda. Karena seni rupa sendiri merupakan bentuk seni yang memiliki banyak interpretasi, banyak anak muda yang masih kesulitan untuk memahaminya. Saat ini banyak pameran diadakan secara gratis oleh galeri maupun asosiasi di bidang seni untuk meningkatkan ketertarikan anak muda dalam bidang seni, bukan hanya sebagai ajang untuk berfoto, tapi juga ajang mereka untuk ‘berkenalan’ dengan banyak seniman di Indonesia melalui karya-karya mereka. Seni sendiri dinamis melewati berbagai zaman dan pengembangan seni rupa di Indonesia sendiri harus semakin gencar dengan munculnya banyak ‘emerging artist’ dari Indonesia yang membutuhkan banyak dukungan dan animo dari masyarakat agar mereka dapat terus berkarya. Melalui instansi-instansi kita terus memperkenalkan seni ke anak muda sebagai wadah mereka untuk mengekspresikan diri dan mendukung perkembangan emerging artists.

Harapan saya, pengembangan seni rupa di mata UNESCO yang melibatkan banyak indera dapat terus dilakukan di mana seni rupa sendiri melalui indera pandangan yang berupa karya-karya visual dalam suatu pameran, galeri, atau museum dapat dinikmati di seluruh dunia secara offline maupun online dengan virtual exhibition, melalui penyelenggaraan yang semakin maju ke depannya.

Tiara Rahartono, pecinta dan praktisi seni lulusan Manajemen Institut Teknologi Bandung (ITB) yang bekerja sebagai Gallery Associate di salah satu Art Gallery & Museum di Jakarta Pusat juga merupakan seorang Co-Founder dari sebuah startup pendidikan dan karier, Selekta Indonesia berharap dapat terus belajar dan memajukan seni dengan kemampuan di bidang seni & teknologi.
2. Ario Fazrien

Seni Rupa Tahun 1940 komputer pertama merupakan teknologi yang digunakan untuk memecahkan masalah ilmiah serta dapat memecahkan program aritmatika yang kompleks, cepat, dan meminimalisir kesalahan sedikit mungkin. Dikarenakan harganya yang mahal, dan terlalu sulit untuk dioperasikan serta butuh mempelajari bahasa pemrogaman tertentu. Sehingga teknologi komputer ini sulit digunakan oleh para seniman, namun Konrad Zuse salah satu orang yang berperan dalam membangun teknologi komputer ini berkata “komputer mampu menciptakan sebuah karya seni” (Wolf Lieser,2010:14).

Di tahun 1960an para seniman telah bereksperimen untuk mengungkapkan sebuah kemungkinan-kemungkinan baru dalam seni visual. Sebagian besar para rekayasawan dan ilmuan melakukan pengembangan grafis komputer yang dimana sumbernya sangat terbatas pada saat itu. Dari sini beberapa seniman mulai memanfaatkan sistem komputasi sebagai medium untuk menghasilkan karya seni mereka. Salah satunya adalah Georg Nees yang membuat karya dengan bahasa pemrograman (generative) lalu dicetak menggunakan mesin plotter sehingga menghasilkan visual.

Komputer adalah medium baru yang telah mengubah budaya masyarakat dalam beberapa dekade terakhir. Kecanggihan teknologinya mampu menghadirkan karya visual sesuai dengan artistik yang diinginkan. Dalam kecanggihannya komputer mampu melukis dan mengembangkan karya seni, tentu saja karena komputer adalah sebuah medium pelaksana yang mampu membantu si pengguna dalam melakukan berbagai macam keperluan.

Semua ini berawal ketika saya terjun ke dalam fenomena NFT, saya banyak melihat beberapa karya seni digital, seperti; ilustrasi, seni generatif, GIFs, AI dan lain sebagainya. Terutama karya-karya seni generatif yang menarik perhatian saya, maka timbul pertanyaan bagaimana sejarah perkembangan seni generatif hadir di Indonesia? Dari beberapa perhelatan pameran seni media yang saya datangi jarang sekali membahas sejarah perkembangan seni generatif di Indonesia, entah mungkin saya terlawatkan dari diskusi atau buku-buku yang membahas hal tersebut. Mungkin membahas tentang perkembangan seni generatif di Indonesia menarik menurut saya. Karena seni generatif merupakan awal dari seni digital, terutama karya seni yang menggunakan teknologi komputer.

Ario Fazrien adalah seorang anggota dari Klub Karya kolektif, yang berfokus pada eksperimen dan eksplorasi teknologi, serta visual. dia ikut berpartisipasi di Jakarta 32°C dan Sinema Kolekan, sebuah inisiatif pemuda yang bekerja pada arsip audio visual, penayangan, diskusi dan penelitian yang dikembangkan oleh mahasiswa.
3. Danny Yuwanda

Seni Rupa Pacuan Seni Rupa dan Teknologi
Dunia kesenian terus diajak berpacu dengan pesatnya kemajuan teknologi, dengan gencarnya Gerakan budaya secara global, bahkan kemudahan-kemudahan yang di tawarkan pada pangsa pasar Senirupa  yang sudah menyebar keseluruh Dunia. Semua sudah menjadi tantangan yang sangat besar dalam bidang seni rupa, entah, kriya, seni murni, seni terapan, Fashion atau arsitektur sekalipun, dengan demikian kenyataan itu tidak luput dari sistem yang latah atau biasa disebut Viral mem-Viralkan yang demikian kukuh dilakukan dalam lingkaran peradatan yang ada, termasuk norma-norma seniman sebagai kendalinya, oleh karena itu  Seniman (pencipta) harus  memiliki sikap adaptif, Toleran dan sangat terbuka menerima kebaruan,
Keberadaan Kesenian Baru melalui  NFT ( Non Fungible Token ) atau AI (Artificial Intelligence ) yang dijalanlan melalui  marketplace terkenal yaitu Opensea atau  OBJkt ,melalui Teknologi Blockchain kepemilikan Karya seni Digital dalam transaksinya menggunakan NEAR sebagai media pertukaran antara pencipta dan Kolektor untuk mendukung transaksi lintas batas, lintas negara dan tawaran dalam kemudahan. Dengan adanya era digital didepan mata sudah banyak seniman yang beralih dari karya fisik menjadi digital, namun sudah banyak sekali NFT sebagai wadah kreatif untuk seniman-seniman digital. Oleh karena itu seniman-seniman muda indonseia dapat memilah dengan baik dalam berkarya melalui proses dan menerima kemajuan teknologi.
Keseimbangan didalam proses penciptaan karya sangat mempengaruhi keharmonisan si seniman, sangat membutuhkan pengetahuan, cara pandang yang luas akan sangat mempengaruhi  proses penciptaan, sebaliknya jika cara pandang seorang seniman sempit dan sangat terbatas akan memberikan Batasan dalam mengekspresikan kedalam karya, sehingga tidak memiliki keseimbangan pada hasil karya seninya, di Indonesia banya seniman Yang berangkat secara Otodidak, apa bila tidak berusaha menambah pengetahuan dan membuka wawasan biasanya akan terjerumus menjadi seniman yang ekstrimis, atau kapitalis. Jika terjebak didalam pandangan tersebut akan menjadi objek eksploitasi  dalam pengembangan persentasenya relative lebih kecil.
Dunia Senirupa Di Indonesia harus mengikuti arah perkembangan zaman yang kian canggih namun tetap harus mempertahankan nilai-nilai yang menjadi kesepakatan tatanan Budaya Nusantara, namun Senirupa Indonesia masih perlu adanya perhatian dan kepedulian dari belbagai sisi keragaman Senirupa yang belum tersentuh secara Maksimal
Nama saya Danny Yuwanda, lulus dari Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta tahun 2012. Program Studi yang  saya ambil fokus pada Kriya kayu (Seni Kriya), saya mengambil program studi seni kriya karena ketertarikan terhadap produk kerajinan dan material kayu, keramik dan tekstil.
Banyak hal yang saya pelajari dalam Pendidikan seni kriya. Setelah lulus saya sempat bekerja sebagai manajer produksi di PT.Perintis Dinamika Multiniaga hingga Mei 2015, bertugas
mengawasi produksi dan quality control sampai hasil akhir pemasangan di lokasi yang sudah
ditentukan.
Saat ini saya diberi kepercayaan oleh almamater saya untuk menjadi tenaga pengajar di Fakultas seni rupa dan Desain, mengampu program studi Kriya dan Pendidikan dasar seni rupa, mata kuliah pengetahuan warna,gambar sketsa, gambar bentuk. Selain mengajar, saat ini saya juga bekerja di bidang Desain pada Perusahaan konsultan arsitek dan interior, sebagai desainer artwork dan pemanfaatan limbah kayu sisa bahan produksi.
4. Diaz Ramadhansyah

Seni Rupa Sebagai warga yang lahir dan besar di Jakarta, saya menyadari bahwa posisi DKI Jakarta sebagai ibukota negara otomatis membuat kota ini menjadi sentral –tidak hanya pembangunan tetapi juga perkembangan sosio-kultural masyarakatnya- serta menjadi salah satu pusat seni rupa Indonesia. Namun melihat era kontemporer saat ini, Saya melihat bahwa kita perlu mempertanyakan kembali makna pusat dan posisi Jakarta di sini. Dalam beberapa kesempatan pameran kelompok maupun gallery show di Jakarta, jumlah seniman Jakarta yang terlibat tidak mengimbangi jumlah seniman dari luar Jakarta. Acara-acara seperti diskusi dan workshop di Jakarta tidak seintensif Bandung dan Yogyakarta. Beberapa acara yang ada justru berbicara global namun melupakan perspektif lokalnya. Situasi seperti ini perlu dikaji, jangan-jangan selama ini Jakarta sebagai pusat memang memiliki ekosistem seni yang baik atau justru hanya menjadi etalase pasar bagi seniman-seniman luar kota?

Jakarta perlu menggeliatkan kembali perwacanaan, diskusi, dan diseminasi gagasan secara inklusif agar terbangun ekosistem yang lebih baik. Tentunya kerja ini memerlukan sinergitas antara institusi seni, seniman, industri, serta masyarakat untuk membenahi ketertinggalan Jakarta. Diperlukan penguatan akar rumputnya: diskursus, pewacanaan, serta lokakarya keterampilan seni harus menjangkau generasi muda kota Jakarta. Dioperasikannya ruang baru TIM ini menjadi momentum yang tepat untuk mensinergikan agen-agen di atas. Dengan diimbangi oleh visi dan spirit yang merefleksikan semangat zaman, kegiatan-kegiatan di TIM diharapkan bisa hadir lebih inklusif, lintas disiplin, berkualitas, serta membuka diri pada kemajuan zaman dan perubahan generasi masyarakatnya agar generasi sebelumnya dapat mewariskan pengetahuan komprehensif yang tidak hanya berorientasi pada penciptaan karya.

Dewan Kesenian Jakarta diharapkan dapat memetakan potensi dan tantangan seni Jakarta serta menyerap aspirasi masyarakatnya; mengupayakan diseminasi pengetahuan; dan membangun geliat seni rupa Jakarta ke arah yang progresif dan relevan dengan masyarakat Jakarta. Dengan jaringan dan pengalaman yang saya miliki di bidang kuratorial dan manajemen seni rupa, saya yakin dapat berkontribusi bersama DKJ untuk perkembangan ekosistem seni Jakarta yang lebih baik.

Diaz Ramadhansyah seorang kurator, penulis, dan akademisi berbasis di Jakarta. Ia meraih gelar magister seni di FSRD ITB Bandung, dengan fokus pada manajemen seni dan kekuratoran. Minat dan praktek penelitian maupun kekuratorannya tidak hanya pada seni rupa kontemporer, tetapi juga pada seni tradisi khususnya di Indonesia. Saat ini sedang mengikuti program workshop kurator yang diadakan oleh Goethe Institut Bandung terkait wacana poskolonialisme. Selama tahun 2022 terlibat sebagai kurator dalam pameran lukisan “Eternal Waiting” oleh Nesar Eesar, “INDIE” oleh Revoluta dan Eko Banding bersama Agung Hujatnika, serta kini tengah merancang pameran solo Adikara Rachman. Diaz juga aktif menulis untuk berbagai pameran di Jakarta, Bandung, maupun Yogyakarta; terlibat dalam pameran dan lelang di galeri dan BUMN di Jakarta; berpartisipasi di kegiatan advokasi seni bersama Koalisi Seni Indonesia; serta terlibat dalam pelaksanaan Jakarta Biennale 2021: Esok.
5. dwi sutaryantono

Seni Rupa Dunia Seni Rupa dan Dunia Digital

Dunia seni Indonesia agaknya harus siap melakukan perubahan. Revolusi bahkan. Apalagi di Jakarta sebagai pusat seni Indonesia. Trend dunia digital dan media sosial adalah sebuah lanskap baru yang harus bisa dimanfaatkan untuk pengembangan masa depan seni rupa DKI. Terutama untuk memperbaiki kualitas karya dan kualitas hidup para seniman

Beberapa hal terkait ini yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Percepat Monetisasi

Seniman selalu identik dengan ide, kreativitas dan idealisme. Ini kemudian berpengaruh dalam dan masih mempengaruhi proses jual beli di dunia seni rupa. Seniman masih merasa bahwa karyanya harus dapat dinikmati secara langsung sehingga masih merasa kurang sreg jika dijual secara online. Begitupun pembeli. Mereka masih merasa harus melihat langsung karya.

Memang ini semua masih bisa dilakukan namun dengan adanya dunia digital dan media sosial, percepatan harus dilakukan. Memaksimalkan dunia online untuk monetisasi karya sudah harus segera dipercepat.

2. Lakukan Kurasi Online

Saat ini kurasi online masih belum banyak dilakukan. Padahal banyak platform yang sudah memungkinkan untuk melakukan ini sehingga membantu baik pihak seniman maupun penikmat seni untuk menikmati karya-karya terbaik.

Mendorong tumbuhnya seniman-dan pelaku seni baru akan lebih maksimal jika mulai diadakan kurasi-kurasi online dengan memanfatkan plastform seperti Instagram yang meskipun tidak bisa maksimal namun bisa menjadi seleksi awal bagi tumbuh berkembangnya sunia seni rupa Indonesia.

3. Buat Wadah Jejaring Online
Saat ini sudah perlu kiranya dibangun sebuah organisasi seni rupa secara daring yang mampu mewadahi seniman (dan pencinta seni) agar terjalin hubungan manis dan memudahkan membangun peta seni rupa Indonesia.

Selain itu dengan adanya wadah jejaring online ini akan lebih mudah dan mampu membuat sebuah big data tentang dunia seni rupa Indonesia.  Jika ini ada kolaborasi yang cantik dan menghasilkan jelas akan lebih mudah tercipta.

Harapan saya,  pengembangan seni Jakarta tahun 2045

Dwi Sutarjantono lahir di Pati, Jawa Tengah. Pengalamannya di dunia seni diawali dengan karier sebagai kartunis, serta pelukis latar untuk Teater Gadjah Mada, di Yogyakarta. Setelah itu, Dwi mengarungi karier di dunia jurnalisme dan menulis dunia seni dan pertunjukan selama kurang lebih 20 tahun, sebagai Managing Editor di Majalah Dewi, dan akhirnya menjadi Editor in Chief Majalah Esquire Indonesia. Ia telah beberapa kali memamerkan karya lukisnya, termasuk dalam pameran tunggalnya, The Color of Life di Artotel (2016), Jakarta. Saat ini karyanya terkurasi untuk mengikuti pameran ICAD (Indonesian Contemporary Art & Design) 2022. Dwi juga membuat ilustrasi untuk buku.
6. Isma Savitri

Seni Rupa SSebagai seorang yang berada di lembaga donor, Saya terbiasa menerima proposal dan menjalin komunikasi dengan para grantee. Pengalaman belasan tahun di bidang budaya baik bersama lembaga pemerintah maupun yayasan independen memberi saya pemahaman bahwa diperlukan sosok-sosok manager yang memahami tata cara administratif yang baik demi keberlangsungan sebuah kolektif atau kelompok seni. Sementara itu, institusi seni di Jakarta masih kurang mendalam dalam memperhatikan hal ini. Setiap tahunnya lahir ribuan desainer dan seniman dari puluhan universitas seni dan desain di Jakarta, namun pada prakteknya di lapangan posisi-posisi manajerial dan administratif hanya diisi oleh segelintir orang saja, bahkan umumnya bukan dari latar belakang seni.

Sebagai seorang praktisi di industri, Saya menilai bahwa pendidikan formal maupun non-formal terkait manajemen dan tata kelola seni sangat penting untuk ditingkatkan khususnya di Jakarta. Geliat pameran dan ruang-ruang seni mulai bangkit di Jakarta, dan generasi baru masyarakatnya mulai mudah terhubung dengan kesenian kita. Karenanya, diperlukan sosok orang yang tidak hanya peduli dengan perkembangan seni -baik pada penciptaan maupun perwacanaannya- tapi juga orang-orang yang memiliki kapasitas dalam melihat peluang-peluang kolaborasi dan pendanaan. Tujuannya agar lahir generasi baru seni rupa Jakarta yang berkompetensi di bidang tata kelola seni, serta ada agen-agen yang mampu menyajikan bentuk-bentuk seni yang bermutu bagi masyarakat Indonesia. Selanjutnya, dengan bekerjasama dengan praktisi maupun pegiat seni lainnya diharapkan semakin terbangun ekosistem seni yang lebih baik di Indonesia.

Isma Savitri adalah programer dan manajer kesenian. Ia bekerja sebagai Program Officer di The Japan Foundation Jakarta dan mengelola beragam pameran seni maupun desain dari Indonesia dan Jepang. Sebagai manager, Ia cakap dalam menulis, menyusun proposal, pengaturan anggaran dan penulisan laporan. Di luar pekerjaan kantor, Ia mengelola kelompok produser seni bernama Obah Inisiatif dan melakukan lelang karya seni, pameran lukisan, serta asistensi seniman. Bidang kerjanya kerap menyentuh seni pertunjukan dan manajemen pentas, namun minat terbesarnya ada pada kegiatan pameran serta edukasi desain dan seni rupa.
7. mohammad hilmi faiq

Seni Rupa Jakarta mempunyai banyak perupa, juga banyak kolektor. Perhelatan atau pameran seni rupa juga banyak sekali digelar di Jakarta, terutama setelah pandemi mereda. Akan tetapi, gaung seni rupa Jakarta kalah jauh dibandingkan Yogyakarta dan Bandung, misalnya. Para kolektor lebih senang melirik karya-karya seni dari perupa Yogyakarta atau Bandung dan jarang sekali yang melirik secara serius karya-karya seniman Jakarta. Bahkan, perhelatan seni seperti Art Jakarta atau Art Moment Jakarta lebih banyak diisi oleh karya-karya dari perupa luar Jakarta.
Dari beberapa kali perbincangan dengan beberapa perupa Jakarta, terkesan kuat bahwa para perupa ini tidak punya cukup rasa percaya diri untuk “berkompetisi” secara sejajar dengan perupa-perupa dari luar Jakarta itu. Banyak faktor pemicunya. Salah satu yang utama adalah Jakarta tidak mempunyai tempat yang representatif untuk memamerkan karya-karya para perupa terutama untuk diapresiasi. Para perupa Jakarta harus rela memamerkan karyanya di tempat-tempat yang seadanya. Sebutlah Balai Budaya Jakarta yang orang enggan ke sana karena tidak terawat. Cara lain, mereka menyusup di tempat-tempat yang syukur-syukur boleh dijadikan lokasi pameran seperti Perpustakaan Nasional atau mal-mal.
Padahal, tempat pameran yang representatif dapat memicu kemajuan ekosistem seni rupa yang berujung pada rasa percaya diri para seniman. Sebab, dari tempat-tempat itu karya mereka diapresiasi lalu nama mereka terangkat.
Faktor lainnya adalah ekosistem seni rupa yang tidak kokoh. Para perupa Jakarta berjalan seporadis karena tidak punya episentrum berkesenian. Jika terus begini, Jakarta hanya menjadi rumah para kolektor, menjadi konsumen seni rupa. Pada saat yang sama, para perupanya kesulitan bertahan.
Dalam konteks tersebut, DKJ bisa menjadi penggerak sekaligus inisitor untuk memperbaiki ekosistem seni rupa Jakarta dan sekitarnya. DKJ dapat merangsang kolaborasi, gerakan seni, menggairahkan wacana pasar, sampai dengan membaca implikasi social dari karya-karya perupa Jakarta.
HILMI FAIQ, Jurnalis Kompas sejak 2005. Selain menyukai sastra, juga menggeluti seni rupa. Beberapa karyanya diikutkan dalam lima kali pameran dan menjadi ilustrasi buku fiksi. Belakangan, dia juga menjadi kurator beberapa pameran tunggal. Kerap diundang sebagai pembicara dalam forum seni rupa, terakhir menjadi penanggap dalam pameran Kalatanda di Perpustakaan Nasional 2022.
8. Muhammad Aidil Usman

Seni Rupa Daulat Rupa Seni Rupa Jakarta

Wajah baru TIM (Taman Ismail Marzuki) pasca Revitalisasi, membutuhkan sebuah platform ideal guna memberikan kontribusi artistik dari capaian yang dilahirkan oleh para insan seni rupa hari ini. Mengembalikan Marwah seni rupa Jakarta pada masa awalnya, yang telah membentuk seniman-seniman dengan ketrampilan yang mumpuni, baik secara kekaryaan maupun secara wacana. Oleh sebab itu, Komite Seni Rupa DKJ harus menjadi garda terdepan melahirkan program yang bisa menjawab semua itu. Kondisi perkembangan seni rupa hari ini, Jakarta hanya menjadi etalase bagi ruang tumbuh seniman yang berselancar di arus utama pasar seni rupa. Dimana event seni rupa Art Jakarta, Art Moment, Museum Macan, Sarinah Art District, Galeri Salihara dan Galeri besar yang hanya menampung karya-karya dengan kekuatan artistik yang pasar meresponnya. Pertanyaannya, Seberapa besar prosentase posisi seniman rupa Jakarta pada ruang tersebut? Maka dari itu, dibutuhkan program dan tata kelola seni berbasis ekosistem dengan memberikan penguatan pada basis kerja kuratif yang kuat. Menjalin praktek kemitraan dengan stake holder, institusi seni dan simpul komunitas  guna menciptakan ruang dialog dan diskursus seni rupa Jakarta kedepan. Pentingnya mengadakan kompetisi Seni Rupa, untuk menciptakan lapisan generasi ke generasi seni rupa yangg kuat kedepannya. Daulat rupa, Seni Rupa Jakarta harus menjadi keharusan di tengah percakapan Seni Rupa Indonesia hari ini. Dimana ruang itu hanya di dominasi oleh seniman Jogja, Bandung dan Bali. Dari pembacaan itu, wajah baru TIM (Taman Ismail Marzuki) dengan berbagai kelengkapannya hari ini, harus menjadikan ruang itu menjadi kedaulatan estetika Jakarta hari ini, melalui payung besar Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta.

Wasalam

Aidil Usman

Lahir di Padang, Sumatera Barat tahun 1970. Sejak kecil, Aidil akrab di lingkungan Taman Budaya Padang. Pada tahun 1989, Ia hijrah ke Jakarta dan bergabung bersama teater Kubur pimpinan Dindon WS. Aidil dikenal sebagai seniman serba bias. Selain dikenal sebagai koreografer, Aidil juga bekerja sebagai penata artistic dan penata lampu di banyak pementasan teater dan tari di Jakarta. Sebagai pelukis, aktif dalam perhimpunan seni rupa muda Jakarta.
9. Thomas Aquino W. Hayunta

Seni Rupa Kerja-kerja saya terkait seni sejak 2012 memang tidak fokus ke dalam salah satu bidang seni, melainkan meliputi seluruh bidang seni. Yaitu di pengembangan manajemen dan pengelolaan seni, support system, pertukaran pengetahuan antar pegiat seni, serta seni sebagai salah satu sektor pembangunan negara.

Persoalan pengembangan sektor kesenian adalah kurang adanya pendekatan ekosistem dari para pelakunya maupun dari segi pengelolaan negara. Masing-masing bidang seni masih sibuk mengurusi bidangnya sendiri atau bahkan organisasi atau diri individunya sendiri. Padahal dengan membangun sektor seni secara keseluruhan dan lintas bidang, maka perencanaan yang baik, integratif dan sinergis dapat diciptakan. Contoh: jika pekerja seni hanya memikirkan bagaimana memperoleh dana untuk berkarya saja tapi tidak mau memikirkan advokasi kebijakan dan anggaran seni, maka waktu akan habis untuk mencari sponsor saja. Lain halnya jika mereka mendorong adanya peningkatan anggaran seni nasional maupun daerah, otomatis ia akan berkesempatan untuk memperoleh dana kegiatan yang lebih langgeng, plus sektor seni menjadi lebih maju. Penting adanya kerjasama antar bidang seni, maupun juga antara sektor seni dengan sektor lainnya seperti sektor hak asasi manusia, sektor ekonomi dan lainnya.

Saya melihat bahwa seni dan budaya adalah salah satu penggerak demokrasi yang baik, karena sifat dasar dari seni yang menghargai berbagai ekspresi yang berbeda. Seni dapat membantu pelajar menjadi lebih mudah memahami suatu hal. Seni juga membantu pemulihan proses terapi dari para penderita isu kesehatan mental. Juga menjadi sarana perdamaian bagi sejumlah daerah yang bertikai di Indonesia (contoh di Palu-Donggala dan Ambon).

Harapan saya ke depannya masyarakat dan negara dapat melihat peran luas dari seni supaya dukungan meningkat. Juga berharap agar pendekatan ekosistem makin digunakan, yang akan melihat melihat dari hulu ke hilir, mulai dari pendidikan, penciptaan, manajemen, diseminasi, transmisi sampai ke aspek partisipasi dari proses kesenian. Dibutuhkan lembaga serta profesi yang mampu memfasilitasi proses ini. Juga mengadvokasi ke negara supaya mengadopsi pendekatan ekosistem tersebut.

Aquino Hayunta

Pegiat seni sejak 2012 yang berkecimpung di dalam proses pendanaan kesenian, manajemen kegiatan seni, produser sejumlah kegiatan kesenian dan advokasi sektor seni. Antara lain aktif dalam advokasi pembentukan UU No.5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan. Saat ini tercatat sebagai pendiri di tiga organisasi seni yaitu Sahabat Seni Nusantara, Puan Seni Indonesia dan Kolektif Literasi Indonesia.  Sebagai anggota di Koalisi Seni Indonesia.

10. WINA LUTHFIYYA IPNAYATI

Seni Rupa Permasalahan pengembangan dan pembinaan kesenian khususnya Seni Rupa di Jakarta berkembang cukup pesat, munculnya berbagaimacam galeri komersil menjadi salah satu alasan dalam hal ini. Penggiat social media yang tanpa disadari ikut terlibat dalam pengembangannya membuat berbagai macam tempat kesenian yang ada begitu diburu dan diminati. Namun, kurangnya edukasi yang mendalam terkait bagaimana cara orang mengapresiasi sebuah bentuk kesenian itulah yang perlu ditingkatkan. Bagaimana masyarakat yang awam akan dunia seni ini tidak hanya menjadikan karya yang terpampang pada galeri atau museum bukan sebagai background untuk berfoto semata, bagaimana menyadarkan mereka bahwa sebuah karya dan juga senimannya patut kita apresiasi dengan cara yang tepat dengan sudut pandang masyarakat yang berbeda-beda.
Selain permasalahan diatas adapula permasalahan mengenai bagaimana bakal calon seniman muda yang ada diberikan ruang dan kebebasan dalam berpameran yang mungkin sebagai jalan dan ruang bagi mereka untuk menjadi sebuah title yang mereka harapkan yakni “SENIMAN”. Munculnya berbagaimacam kolektif seni dengan harapan dapat membentuk dan tumbuh bersama menjadi seorang seniman tidaklah mudah. Mereka hanya bisa memanfaatkan ruang-ruang umum yang mungkin terbilang gratis, fraktis dan dapat dikatakan dengan perizinan yang tidak ribet, hanya itulah yang dapat mereka manfaatkan sebagai seorang pemula di dunia kesenian ini. Harga sewa galeri yang semakin tinggi, proses kurasi yang panjang dan cenderung sulit, itulah yang seringkali dijadikan alasan bagi para pemula terkait sulitnya mereka berpameran. Hal ini yang mungkin perlu dikaji kembali tentang bagaimana bentuk evaluasi kedepan, menggaet para seniman muda, memberikan ruang dan mempermudah jalan mereka untuk melangkah menjadi seorang “Seniman”.
Mungkin saja masih banyak diluaran sana seorang yang memang memiliki bakat, minat, dan pengetahuan di bidang terkait yang jalannya terhendat karena kesulitan yang mereka alami. Harapan saya kedepan sebagaimana mengenai pengembangan seni Jakarta tahun 2045 (konsep UNESCO terkait tata kelola kreasi, produksi, diseminasi, transmisi dan konsumsi/ partisipasi) tentunya hal ini harus sejalan dengan pengembangan generasi muda masa kini yang pastinya mereka akan menjadi penerus, pengembang, kesenian yang ada di Jakarta pada tahun 2045.
Wina Luthfiyya Ipnayati yang akrab disapa Defiyya Moon, lahir di Majalengka, 9 Maret 1996 merupakan seorang penggiat seni yang aktif dalam berkesenian. Dalam Seni Rupa ia mencipta karya multidisiplin seni. Ia juga aktif dalam mengikuti kegiatan kesenian, diskusi, proyek seni, baik sebagai penyelenggara kegiatan, pemateri ataupun peserta.

Defiyya juga sangat mengemari Seni Performans dan teater baik sebagai pelakon ataupun orang di balik layar.
Saat ini Defiyya aktif terlibat dalam kolektif Galeri Saku.

Bidang Tari

1. David Rafael Tandayu

Tari Dalam pandangan saya terkait seni tari yang saya minati, dalam realitas kekinian yang mengglobal dan tari telah mencapai tahap kontemporer, pengembangan dan pembinaannya perlu memperhatikan perihal keakaran seraya mengikuti perkembangan zaman. Bila kontemporer adalah pencapaian terkini, maka perlu diperhatikan bahwa pencapaian tersebut berpijak pada tahap modern -sehingga pengertian kontemporer adalah modern yang dibarukan- dan modern berpijak pada tradisi -sehingga pengertian modern adalah tradisi yang dibarukan-. Jalinan tersebut saya pandang penting terkait upaya membangun identitas yang berkelanjutan secara organik; agar tetap berpegang pada keakaran seraya membangun kebaruan agar keakaran terus relevan dengan perkembangan zaman.

Harapan dan keinginan saya mengenai pengembangan seni Jakarta tahun 2045 adalah terbangunnya kerja seni secara lintas disiplin ilmu; adapun hal ini juga adalah suatu refleksi bagi saya yang meminati seni tari sementara saya berlatar belakang akademis seni visual dan kajian urban, juga bermusik. Perihal lintas disiplin ilmu kembali pada keakaran seni itu sendiri, bila menilik sejarahnya, yang dibangun secara komunal pada masa nenek moyang, berjejaring baik secara formal sebagai profesi dan dalam keseharian sebagai peranan. Demikian agar seni dapat berkontribusi dalam kehidupan dan beragam kandungan konteksnya.

Terima kasih.

David Rafael Tandayu yang telah meminati seni sedari kecil awalnya aktif dalam kegiatan seni di sekolah semasa Taman Kanak-kanak (1985), berlanjut ke sekolah menengah sampai saat menjadi mahasiswa dan kemudian lulus dari Sekolah Pascasarjana IKJ (2019); adapun bidang seni yang dijalankan adalah visual, teater dan bermusik.
Sejak di bangku S1 (1995), dirinya mulai meminati perihal budaya urban–yang berlanjut awalnya dengan menjadi volunteer pada 2005 untuk kegiatan Sacred Bridge Foundation “Hugging the City”. Saat mulai kuliah di S2 IKJ (2017) David mengambil peminatan kajian urban tentang gerakan kolektif urban yang sejalan dengan kerja budaya yang dijalankannya pada 2005-2013; pada masa itu juga dirinya mengenal lebih jauh mengenai skena tari Jakarta (awal mengenal pada 2006 saat bekerja sebagai tim artistik untuk pentas Sekolah Ballet Namarina). Keterlibatannya dengan skena tari Jakarta dimulai dengan berkolektif dalam Dew Cultura, kemudian Kelompok Belantara Jakarta (kontemporer) sampai bergabung dengan DRKR kolektif yang didirikan oleh Siko Setyanto, seorang profesional dalam bidang tari, pada 2020 yang awalnya merespon ditutupnya panggung seni pertunjukan karena pandemi. Dengan berlatar belakang S1 seni visual dan S2 kajian urban, dirinya mengalami bahwa kerja lintas disiplin ilmu memperkuat baik pemikiran dan aplikasi pada seni tari untuk dikembalikan kepada kehidupan bermasyarakat.
2. Josh Marcy Putra Pattiwael

Tari Berbicara mengenai seni pertunjukan, secara khusus seni tari di Jakarta, kita akan dihadapkan pada satu aspek utama yang melingkupinya – yaitu perihal ekosistem yang perlu menjadi sinergis dan berkelanjutan. Sebelumnya kita perlu menyadari dahulu mengenai ekosistem seni pertunjukan di Jakarta yang memiliki karakteristik cukup kompleks, dimana kita bisa mengalami pertemuan antara ragam praktik dengan latar belakang corak yang sangat kaya (akulturasi-inkulturasi), pun ini juga menegaskan bagaimana kota Jakarta sendiri adalah ruang peleburan dari beragam latar belakang manusianya.

Menyikapi hal tersebut, tentu sulit membayangkan eksositem seni pertunjukan menjadi sesuatu yang sempit ketika kenyataannya banyak hal saling bersinggungan dan beririsan – saya mengatakannya semacam praktik ‘inter’ atau ke-silangan. Dalam seni tari sendiri, untuk menuju kesinergian dan keberlanjutan ekosistem bagi saya adalah dengan memperluas pemaknaan terhadap seni tari itu sendiri yang sebenarnya memiliki potensi terhadap ke-silangan yang saya katakan sebelumnya. Sejak 2020, kami di dalam Komite Tari DKJ menggagas beberapa program yang mengusung pertemuan lintas disiplin. Saya mengamati dan mengalami, bagaimana potensi seni tari ketika dimaknai secara lebih luas, juga kemudian membuka keterlibatan-keterlibatan baru dalam rantai ekosistem yang bisa jadi lebih holistik dan merayakan keberagaman yang ada (baik dari segi pengembangan kapasitas artistik, pengelolaan produksi, perluasan kepenontonan, dan juga perluasan dari kerja sama antar institusi). Tentu ini adalah salah satu cara untuk melihat ekosistem bukanlah sebagai hal yang statis, namun sebagai hal yang mengembang. Kemudian tantangan di depan adalah untuk menjamin keberlanjutannya.

Ekosistem seni pertunjukan kita adalah lanskap besar yang harus inklusif – dalam pengertian bahwa masing-masing berperan dan perlu mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan bersinergi, memiliki aksesibilitas dan keterhubungan,  serta bersirkulasi. Untuk menuju hal tersebut, saya berharap agar semakin banyak perbincangan mengenai tari dalam koridor yang lebih luas – bahwa sebagai sebuah praktik kesenian, keilmuan, dan produk budaya, seni tari dalam konteks kita ini memiliki nilai yang melampaui material pertunjukan.

Josh Marcy adalah seniman tari yang berbasis di Jakarta. Praktik artistiknya berada di seputar pembacaan kritis mengenai “apa itu tubuh” dan “apa itu ruang” serta bagaimana dialog antar keduanya yang berperan dalam membentuk realita. Dalam hal ini, Josh mengembangkan sebuah riset gerak yang diberi tajuk BodySpace – sebagai sebuah pendekatan artistik yang terus tumbuh dan diterapkan ke dalam struktur latihan kepenariannya juga ke dalam karya-karyanya. Beberapa kemudian dipertunjukan di dalam berbagai program dan institusi kesenian, antara lain: Jakarta Dance Meet Up 2017 & 2018, Jakarta Dance Extravaganza 2019 , Bintaro Design District 2019, Musim Seni Salihara 2022. Semenjak 2018, Josh juga terlibat sebagai salah satu susunan kolaborator dan penampil karya-karya Isabelle Schad (Jerman) lewat pertunjukan Reflection dan Inside Out. Dia menyelesaikan studi magisternya di Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta pada tahun 2020, dan di tahun yang sama kemudian dilantik sebagai Anggota Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta periode 2020-2023. Sejak tahun 2021, dia juga adalah salah satu dosen pengajar di Fakultas Seni Pertunjukan – Prodi Seni Tari, Institut Kesenian Jakarta.
3. kennya Rizki rinonce

Tari Kesinambungan dan keberlanjutan, adalah dua permasalahan pengembangan dan pembinaan seni pertunjukan, khususnya bidang tari, yang saya amati sejak tahun 2014.

Kesinambungan yang dimaksud adalah bagaimana seorang penari, koreografer, maupun produser memiliki akses informasi terkait dengan karya-karya terdahulu. Minimnya penerimaan, penyimpanan, pencatatan, dan pendistribusian arsip maupun dokumentasi karya menjadikan para pekerja seni tari saat ini cenderung bergerak secara sporadis dan tanpa strategi yang jelas. Sedangkan, sama seperti mempelajari sejarah, bagaimana kita bisa tau kemana akan pergi, sebelum tau darimana kita berasal?, termasuk dengan memahami apa-apa yang sudah terjadi, untuk kemudian kita duduk bersama-sama menganalisis dan mengevaluasi suatu karya demi memperoleh keputusan strategi apa yang perlu kita lakukan untuk membuat suatu kemajuan, baik secara personal maupun impersonal/organisasional.

Sedangkan keberlanjutan erat kaitannya dengan upaya mensejahterakan para pelaku seni tari di dalamnya. Tidak bisa kita pungkiri, pemahaman menakutkan bahwa berkesenian tidak sama dengan berkarir tetapi lebih ke bentuk panggilan (jiwa)— sehingga tidak menjanjikan kehidupan yang mapan, masih merajalela bahkan hingga hari ini. Tak ayal banyak generasi muda, bahkan para alumni sekolah kesenian, yang memilih beralih dari profesi ini demi mendapatkan kehidupan yang lebih kayak dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, penting menghadirkan ilmu dan edukasi bisnis, manajerial, dan kepemimpinan pada masing-masing individu yang bergerak di seni tari untuk bersama dapat menciptakan tujuan besar di masa depan, alih-alih berpikir tari hanya sebagai kegiatan operasional jangka pendek saja.

Jika, Indonesia diperkirakan akan menjadi penyandang ekonomi terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah mencapai U$Rp8,89 triliun₁ di tahun 2045 mendatang, harapannya dengan berkonsentrasi menyehatkan ekosistem seni tari, dari hulu (kesinambungan) ke hilir (keberlanjutan) sedini mungkin, seni pertunjukkan setidaknya dapat berkontribusi dengan menyumbangkan 1-2% dari perolehan angka tersebut. Hal ini dengan terus menggali potensi dan memperkuat strategi untuk secara progresif menghadirkan karya serta program berskala nasional dan internasional.

₁ https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13781/Indonesia-Maju-2045-Kenyataan-atau-Fatamorgana.html

Kennya Rinonce adalah seorang storyteller yang menggunakan teater, tari, dan live-events sebagai media kreatifnya. Ketertarikan Kennya pada dunia literasi, pendidikan, dan seni pertunjukan mendorongnya untuk mendirikan Yayasan Tejo Laras Madya (2016) dan Drupadi ID (2018), sebuah organisasi yang bergerak sebagai kolaboratorium pelatihan, pementasan, serta pengaryaan seni pertunjukan lintas disiplin. Drupadi ID pernah terpilih mewakilkan seniman dan kelompok kolektif Indonesia untuk melakukan Pitch Presentation Borak Arts Series di OzAsia Festival (2018) dengan membawakan karya Three Lake Sounds. Ia juga pernah terlibat dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMENDIKBUD) melalui residensi seni di Selandia Baru (Pegiat Budaya 2016), serta Badan Ekonomi Kreatif Indonesia lewat pengembangan program komunitas tari (IKKON 2018) di Wakatobi, Sulawesi, Indonesia.

Setelah lulus dari studi S1-nya di FSRD ITB (2013), Kennya menggunakan 5 tahunnya secara intensif untuk berkontribusi menggali pengalaman berkesenian di lapangan dengan mengikuti berbagai festival, dance camp, konferensi, dan program-program pengembangan masyarakat, untuk kemudian ia kembali memfokuskan riset dan studinya dengan judul “What can Indonesian Arts Sector Learn from the use of Space and the Financial Models of ‘Found Space’ Performances in the UK” hingga memperoleh gelar Master of Arts dari UCL, UK (2020). Saat ini, ia sedang mengeksplorasi lebih jauh mengenai potensi keberlanjutan dunia seni lewat keilmuan lain, terutama yang terkait dengan bisnis dan manajemen, salah satunya dengan bergabung di Hypefast, house of e-commerce native brands terbesar di Asia Tenggara sebagai Strategist (Sr. Associate).

full portofolio:
https://drive.google.com/drive/folders/1Mc0TS2HenuLRUwy4m0WKMDsy1iBRvkz6?usp=sharing

4. KISMAWAN

Tari Pembinaan bidang Seni Tari saat ini perlu wadah atau kegiatan yang secara rutinitas dilakukan untuk bisa memberikan pemahaman dan pandangan terhadap bentuk seni tari tradisi yang ada Jakarta agar bisa terus disebarluaskan khususnya kepada para pelajar dan generasi Z saat ini supaya kesenian yang ada diJakarta tidak punah tergerus oleh perkembangan zaman.
Teknologi yang semakin hebat mempengaruhi masukkan kebudayaan barat yang cepat sekali diadopsi oleh kaum generasi saat ini, Jika pembinaan kesenian tidak dilakukan maka lambat laun sejarah akan seni tari yang ada diJakarta akan hilang ,hanya sebagian kecil yang bisa mengerti dan memahami akan seni tari Jakarta.
Untuk itu saya berharap Dewan Kesenian Jakarta ini dapat aktif turun kelapangan mengadakan pelatihan. Workshop. Kegiatan yang bisa memacu keinginan para generasi untuk bisa terus berkesenian berkarya dan mengembangkan seni tari tradisi DKI Jakarta tanpa harus menghilangkan esensi tradisi itu sendiri.
Kismawan, lahir di Semarang 28 Febuari 1980.
Mengawali berkesenian dengan belajar tari pada sanggar Akria di Gelanggang Jakarta Pusat.
Kemudian tahun 1999 menempuh pendidikan S.1 Pendidikan Seni Tari di Universitas Negeri Jakarta.
Aktif dan bergabung di Komunitas DLDC (Dedi Lutan Dance Company) dan saat ini juga membantu Komunitas Ariah Indonesia Ngegebrak ( KAIN ) pimpinan ibu Wiwiek HW, S.Sn
5. Luh Gede Saraswati

Tari Arsip tari merupakan sumber pengetahuan yang tidak saja berhubungan dengan sejarah artistik tari. Melampaui itu, melalui arsip tari dapat disibak kelindan peristiwa tari dengan kondisi sosial, politik, dan ideologi suatu masyarakat. Arsip sedemikian vital dalam memproduksi pengetahuan berkesenian, khususnya bagaimana penelitian di era kontemporer ini mencermati peristiwa tari yang terjadi di masa lalu. Arsip seni tari sarat dengan kejadian-kejadian yang menarik untuk ditelisik. Tari sebagai praktik berkesenian memang langsung terwujud di dalam tubuh sang penari. Tubuh dalam konteks ini muncul sebagai subjek sejarah yang performatif. Karya tari melalui tubuh para penarinya memendam ingatan kolektif terhadap keadaan-keadaan tertentu dalam suatu masa. Diperlukan pembacaan kritis terhadap arsip tari yang ada. Arsip tari ini dapat menjadi petunjuk untuk memahami suatu realitas sosial. Melalui kajian kritis terhadap materi arsip ini, dapat dilacak keterpautan seni tari demi menguak suatu fenomena sosial. Saras Dewi adalah seorang seniman kelahiran Denpasar Bali, 16 September 1983. Ia juga adalah seorang pengajar Ilmu Filsafat di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
6. Mariska Febriyani

Tari “Mengarungi dunia tari di Indonesia rasanya seperti gerilya panjang di tengah malam yang gelap. Kadang kita menemukan seberkas cahaya dan tempat untuk singgah sementara, namun sering kali perjuangan ini terasa sendiri dan berat.”

Wadah bagi seniman tari yang sudah mahir untuk berkarya secara terbuka dan berkesinambungan, sangatlah jarang. Disaat seorang penari sudah menyelesaikan masa pendidikannya sebagai penari, kurangnya lapangan pekerjaan, seperti perusahaan tari ataupun komunitas yang memiliki sarana dan prasarana kelas untuk penari bisa terus mengasah teknik dan berkembang sangatlah jarang. Sehingga banyak penari-penari mahir yang akhirnya memilih melakukan pekerjaan lain yang lebih bisa menghidupi kehidupannya.
Apabila ini dibiarkan terus, regenerasi penari-penari Indonesia akan lah terhambat dan penari Indonesia tidak bisa berkembang mengikuti tuntutan jaman.

Besar harapan saya dunia tari di Indonesia kedepannya akan memiliki wadah yang terbuka bagi penari-penari mahir untuk bisa terus mengasah kemampuan, berkarya dan berinovasi. Melalui wadah ini juga diharapkan terciptanya pertukaran budaya secara nasional dan internasional sehingga penari Indonesia lebih dikenal dunia  dan dunia lebih mengenal penari-penari Indonesia.  Tidak lupa juga  dalam pengembangan seni di Jakarta janganlah lepas dari dialog terbuka, baik antara seniman, maupun seniman dengan pihak pemerintah dan pemerhati budaya, sehingga bisa ditemukan solusi atas permasalahan yang ada dan juga dukungan sarana dan prasarana yang berkesinambungan bagi seniman tari Indonesia

Mariska mulai belajar tari balet ketika berusia 10 tahun di Namarina Dance Academy. Dan menyelesaikan tingkat Advanced 2 Royal Academy of Dancing pada tahun 2008.Ia melanjutkan pendidikan tari balet dan kontemporer di Ev & Bow Full-Time Dance Course di Sydney, Australia dan lulus pada bulan Desember 2011. Mariska diterima bekerja di perusahaan tari profesional di Bangkok City Ballet, Thailand pada bulan April 2012. Mariska kembali ke Indonesia dan mendirikan Yayasan Bina Balet Indonesia (Ballet.id) bersama beberapa temannya pada tahun 2014. Ballet.id adalah organisasi non-profit yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif, terbuka dan aman bagi seniman-seniman tari di Indonesia, khususnya balet dan kontemporer sehingga dapat berkembang secara utuh sebagai penari profesional di Indonesia. Mariska secara aktif berkontribusi di dunia tari Indonesia melalui program-program yang ia ciptakan di bawah Ballet.id hingga saat ini.
7. Raden Rara Ratri Hapsari Anindyajati

Tari Saya memulai karir sebagai manajer seni diawali sebagai Liaison Officer untuk seniman koreografer dari India, Padmini Chettur, saat mementaskan karyanya di Indonesian Dance Festival tahun 2006. Saat itu, mata saya terbuka melihat adanya sebuah ekosistem yang tidak terlihat di depan panggung, dan betapa saat itu, banyak yang kurang dari posisi-posisi ini, terutama posisi manager/produser seni, dalam ekosistem seni pertunjukan Indonesia. Setelah itu, saya berupaya untuk melakukan magang di beberapa platform internasional seperti festival seni dan festival tari di Belgia dan Austria. Setelah itu saya menerima beasiswa LPDP sebagai salah satu penerima awal beasiswa tersebut sebagai seorang pekerja seni freelance. Dari sana, saya belajar dan terpapar banyak soal kerja organisasional di belakang karya seni, yang saya masih percaya masih sangat kurang terisi di Indonesia. Ini menjadi salah satu isu dalam perkembangan karya tari dan kemunculan koreografer serta jenjang karirnya di Indonesia. Setelah bekerja sebagai produser independen untuk beberapa project di Amerika dan di Eropa, kemudian pulang kembali ke Indonesia, awalnya sebagai Program Manager, kemudian sekarang sebagai Direktur. Saya melihat posisi saya sebagai Direktur sebagai peluang untuk berkontribusi besar terhadap tantangan produserial tersebut. Saat ini, melihat ternyata banyaknya minat dari generasi muda (bahkan lebih muda dari saya), untuk berkecimpung di dunia seni dan industri event sebagai pekerja lepas, saya memiliki harapan besar untuk perkembangan infrastruktur yang akan mendukung proses penciptaan karya seni tari, serta perkembangan ekosistem seni pertunjukan secara umum, dan saya ingin menjadi bagian dari gerakan ini. Ratri Anindyajati adalah seorang Produser Seni Independen untuk tari, teater, festival seni dan film independen. Bekerja dengan berbagai seniman nasional dan internasional, ia memproduseri berbagai tour dengan seniman yang direpresentasikannya secara lokal dan global. Ratri lulus dari program S1 Hubungan Internasional dari Universitas Katolik Parahyangan dan pada tahun 2017 ia menerima gelar Master of Fine Arts in Creative Producing and Management dari Fakultas Teater di California Institute of the Arts (Los Angeles).
Visi Ratri adalah membawa seni pertunjukan Indonesia ke panggung global, juga mengangkat cerita yang mengeksplorasi tema kemanusiaan dan identitas melalui keragaman budaya. Beberapa seniman yang Ratri wakili termasuk Didik Nini Thowok dan Darlane Litaay (Indonesia) dan Edgar Arceneaux (Amerika Serikat). Saat ini Ratri duduk sebagai Direktur untuk Indonesian Dance Festival (IDF), yang merupakan festival tari kontemporer internasional pertama di Jakarta.
8. Siko Setyanto

Tari Dalam salah satu aktifitas pekerjaan saya, yaitu sebagai pengajar tari. Saya mengamati situasi melemahnya atensi masyarakat atas seni tari, baik menjadi pelaku ataupun penikmatnya.
Maka ini menjadi perhatian utama saya pada masa akan datang, bagaimana ekosistem tari wajib untuk ditingkatkan kembali. Perluasan kesempatan bagi semua pelaku tari tanpa pengecualian.
Siko Setyanto, seorang penari dan koreografer. Ia belajar menari pada usia 9 tahun bersama Wied Sendjayani di Sanggar Maniratari, Solo. Pendiri kelompok tari Resiko Berkelompok dan Dansity Dance Company. Serta anggota Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta periode 2020 -2023. Saat ini bekerja sebagai penari di Eun Me Ahn Company, Korea Selatan dan bergabung dalam karya multi disiplin “Trance” oleh Asian Dope Boys, China. Dan membentuk kolektif seni pertunjukan DRKR yang telah berjejaring dengan seniman dari Aceh hingga Papua.
9. Takako Leen

Tari Indonesia punya kekayaan dalam bidang tari yang luar biasa. Hal ini karena bangsa kita terdiri dari beragam suku yang masing-masing memiliki tarian yang khas. Kekayaan seni tari Indonesia seharusnya dapat membuat Indonesia bersaing di dunia internasional. Salah satu hambatannya adalah tari-tari Indonesia kurang populer bahkan di antara rakyat Indonesia sendiri, terutama anak muda. Karena itu saya ingin agar tari tradisional Indonesia dapat diterima dan dinikmati oleh generasi muda dengan cara memasukkan unsur-unsur tari modern di dalamnya. Saya sendiri menekuni kontemporer, jazz dan ballet. Saya yakin jika bahasa gerak tari modern ini dapat dikolaborasikan dengan tari tradisional, maka akan menjadi suatu karya yang selain menarik untuk anak muda, dapat jugaå dinikmati penonton internasional. Dengan demikian seni tari Indonesia dapat semakin dikenal di dunia. Takako pernah menekuni tari Bali, Betawi, Minang dan Aceh, serta menguasai tap dance dan jazz. Hingga kini Takako rutin berlatih dan mengajar balet dan kontemporer. Selain menari, ia juga mendalami seni peran dan olah vokal yang membuatnya kerap menjadi peran utama dalam berbagai musikal. Dalam penggarapan karya musikal, Takako Leen juga dipercaya sebagai asisten tari/teater dari Rusdy Rukmarata dan Sujiwo Tejo. Takako Leen telah aktif menjadi koreografer sejak tahun 2006. Koreografi karyanya sering memenangkan berbagai kompetisi seperti di REACH national youth camp, Indonesian Dream Festival dan beberapa kompetisi tari tingkat nasional lainnya. Dalam Festival Musikal Indonesia (2022), Takako Leen menjadi koreografer untuk musikal “Ken Dedes”. Selama lebih dari 25 tahun kariernya bersama EKI Dance Company, ia juga telah pentas di berbagai negara seperti Spanyol, Perancis, Jepang, Singapura, Malaysia dan Swiss.

Bidang Teater

1. Agus Setiawan

Teater Dunia teknologi dan industri saat ini mengalami kemajuan yang pesat, sehingga pelaku-pelaku seni terutama dibidang teater juga dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman, DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) sudah barang tentu memiliki kewajiban untuk mencerdaskan masyarakat seni (teater) di Jakarta melelui beberapa cara semisal diperbanyak membuat forum-forum diskusi maupun pelatihan, dan lain-lain.
Dalam dunia industri masyarakat teater kini tidak hanya dituntut menguasai ke ilmuannya, namun juga dituntut memiliki sertifikat kompetensi sebagai bentuk pengakuan ke ahliannya. Disini bagian dari buah dari tanggung jawab dewan kesenian untuk mendukung dan mendorong masyarakat pelaku seni khususnya adalah bidang teater untuk mendapatkan sertifikat kompetensi tersebut.
Di Jakarta memiliki beberapa asosiasi teater di lima wilayah, perlu adanya membangun komunikasi yang lebih kuat lagi, sehingga dari semua asosiasi tidak hanya sebatas sinergi dalam kegiatan festival teater Jakarta saja, namun juga mnejadikan asosiasi ini untuk dapat mencerdaskan anak bangsa dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya edukasi, melalui turunan program dewan kesenian Jakarta.
Harapan saya, semoga Dewan Kesenian Jakarta segera memiliki sebuah lembaga Uji Kompetensi (Lembaga Sertifikasi Profesi Seni) agar dapat membawa masyarakat seni khususnya teater untuk masuk ke dunia industry dengan lebih professional lagi.
(Adipatilawe)
Biografi Adipatilawe ALIAS Agus Setiawan

Adipatilawe tinggal di Pluit Jakarta Utara sejak tahun 2015 dan sebelumnya tinggal di Kota Surabaya Jawa Timur. Ia lahir di Kabupaten Tuban bertepatan hari pendidikan tanggal 02 Mei 1982.
Pria yang memiliki nama asli Agus Setiawan ini menggeluti bidang Teater pada tahun 1997 di Teater Akbar Surabaya, di Teater ini Lawe sapaan akrabnya beberapa kali memainkan naskah lakon yang salah satu nya berjudul Kurir Jenderal Soedirman karya Emil Sanosa berperan sebagai Jenderal Vandijk (Belanda), dari Teater Akbar Dia berhijrah ke Teater Nol Surabaya, disini terpaan ilmu Teater yang diberikan oleh Sutradara sekaligus Pendiri Teater Nol Surabaya yaitu Alm. Monor Koeswandono sangatlah berarti dan memberikan dorongan semangaat belajar dan banyak memahami ilmu teater salah satunya adalah penataan manajemen produksi maupun manajamen organisasi.
Di Teater Nol sendiri dia menempati pos2 penting dalam manajemen Teater, salah satunya Pimpro pementasan, Sekretaris Komunitas, ketua Komunitas dan lain2. Selain itu Adipatilawe sering kali berkolaborasi dalam pementasan bersama para tokoh teater di Surabaya dan pentas keliling di berbagai kota di jawa timur dan Yogyakarta.
Kemudian tahun 2014 Adipatilawe mendirikan Teater Jiwa di Surabaya bersama istri, di Teater Jiwa ini, Adipatilawe lebih banyak berperan sebagai sutradara dan penulis naskah, serta melakukan beberapa pementasan diberbagai kota. Setahun kemudian dia berhijrah tinggal di Jakarta tepatnya tahun 2018 hingga sekarang dan Teater Jiwa dibawanya ke Jakarta dengan tambahan nama Jakarta (Teater Jiwa Jakarta), pementasan 3 tahun terakhir ini melakukan beberapa pementasan diantaranya ialah  di Gresik, Surabaya, dan Solo dengan membawakan Monolog berjudul Ibu Kita Raminten berperan sebagai Sutradara, sementara  pementasan monolog yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Jawa Timur pada bulan maret tahun 2021 dengan judul Ruwat Nuswantoro karya / sutradara Adipatilawe, di Bulan Maret tahun 2022 melakukan pementasan Monolog dengan judul Nenek Sniper berperan sebagai penulis naskah dan Sutradara dan dua tahun terakhir ini mendirikan sebuah yayasan yang bernama Pelaku Teater Indonesia yang berkembang dan sudah memiliki Kordinator daerah atau cabang di 30 provinsi yang sudah resmi terbentuk kepengurusan sudah beberapa daerah, bahkan di jawa timur ada beberapa kabupaten/kota sudah ada kepengurusannya. Di Yayasan Pelaku Teater Indonesia ini dia menjabat sebagai Ketua umum.
Selain itu Lawe juga menjadi Narasumber dalam berbagai kegiatan diskusi, diantaranya Diskusi Budaya dalam rangkah HUT Media Budaya di Cirebon, Diskusi bersama dewan Kesenian Jakarta (Komite Teater) materi Perhimpunan Teater Nasional, dan lain-lainnya.

2. Akbar Yumni

Teater Teater sebagai ‘Keterhubungan’ dan Labolatorium Sosial Masyarakat

Teater  adalah medium seni  yang bersifat non reproduksi yang basisnya adalah peristiwa. Sebagai sebuah medium seni yang tidak memproduksi objek ini, menjadikannya cukup sulit untuk diperjualbelikan sebagaimana  industri di dalam medium seni lainnya yang memproduksi objek. Tidak heran,  keberadaan teater di sebuah kota masih membutuhkan dukungan dari  pihak pemerintah  karena sulitnya menyandarkan seni pertunjukan pada teater semata-mata sebagai sebuah industri.
Salah satu  alasan lain teater sebagai sebuah seni  yang masih perlu dukungan pemerintah karena memandang teater sebagai sebuah ‘keterhubungan’ di antara berbagai pemangku kepentingan sosial Sebagai sebuah seni peristiwa, teater tentu menuntut para penontonnya untuk aktif berpartisipasi dalam tatapan terhadap peristiwa teaternya. Sehingga pertemuan dan pertukaran langsung antara penonton dan peristiwa pertunjukan memungkinkan untuk terbentuknya sebuah komunitas yang organik di dalam peristiwa pertunjukan nya. Hal inilah menjadikan tata kelola teater bisa dijadikan indikator kemanusiaan, karena kemungkinannya sebuah labolatorium sosial masyarakat, dengan segala eksperimentasi transmisi pengetahuannya yang bersifat spasial dan ephemeal, membutuhkan daya aktif pada para penontonnya itu sendiri.
Di saat bersamaan, dalam konteks tertentu, teater bisa terhubung dengan industri seni lainnya, seperti film, yang membutuhkan aktor yang baik di dalam sebuah karya film. Namun sejauh ini, industri film sendiri belum sepenuhnya terhubung untuk membuat dukungan terhadap ekosistem  teater sebagai bagian dari perkembangan industri film. Kebijakan yang sangat sektoral  ini kemudian berdampak pada kualitas film di Indonesia yang tidak bermuara pada kemampuan aktor,  tanpa melihat mata rantai pengaruh  dan hubungan film dengan  seni lainnya macam teater.
Keterhubungan’ menjadi kata kunci penting dalam tata kelola teater di Jakarta, serta kebijakan yang tidak lagi sektoral semata.  Selain hubungannya dengan bidang seni lainnya macam film, teater juga memiliki kertuhubungan dengan kepentingan-kepentingan sosial ekonomi budaya yang melingkupinya, seperti sejarah, sains,   budaya, dan lain sebagainya, sebagai sebuah produksi pengetahuan dan juga komunitas dan labolatorium sosial yang organik.

Akbar Yumni, pernah bekerja mengadvokasi isu-isu minoritas di Desantara Foundation pada tahun 2008. Semenjak  tahun 2007, Ia aktif di komunitas Forum Lenteng Jakarta, dan menjadi kurator dan selektor pada Festival Arkipel (Jakarta, International Experimental and Documentary Film Festival) pada 2013-2018, dan pada 2019 menjadi juri pada perhelatan tersebut. Di bidang kepenulisa, Ia  menginisiasi dan menulis di www.jurnalfootage.net.  Pada tahun 2015, Ia sempat menjadi kurator pada salah satu program Experimenta Festival, di Bangalore India.  Pada tahun 2018, Ia  mengikuti  Curator Academy, Theatre Work-Goethe Institut, di Singapura. Ia memiliki pengalaman menjadi periset dan programer pada program-program Komite Teater  pada 2015 DKJ (Dewan Kesenian Jakarta, dan Komite Tari pada 2021 dan 2022. Pada tahun 2020, ia mendapatkan Hibah Seni Kelola.   Aktivitasnya menjadi seniman performance adalah merenactment arsip-arsip film Indonesia yang hilang di masa rezim ototarian. Beberapa karya reenactment performancenya antara lain; “Menonton Turang (1957)-Bachtiar Siagian” pada 2018, “Menonton Daerah Hilang (1956)-Bachtiar Siagian” pada 2020, “Menonton Sedap Malam (1951)-Ratna Asmara” pada 2021 dan 2022. Pada Juni 2022, Ia menjadi partisipan Translocal Performance Academy, bersama Theatre Combinat, di University of Applied Arts Vienna, Austria. Dan pada Agustus-September 2022, Ia sempat melakukan residensi dan pertunjukan bersama kelompok Shan Dong Ye, Hualien Taiwan.
3. Bambang Prihadi

Teater komite teater  menatap  teater jakarta

SEJUMLAH PERMASALAHAN  TEATER DI JAKARTA
1. Kegiatan perteateran yang dihelat oleh kebanyakan lembaga/instansi/ komunitas  dinilai masih  sporadis, tidak terencana dengan baik dan sulit  terukur hasilnya.
2. Pelaku teater di Jakarta kurang tidak memiliki kecakapan komunikasi dengan pihak  eksternal komunitasnya yang dapat mendukung proses berkeseniannya.
3. Pelaku teater kurang mendapat akses ruang, pendanaan, jejaring dan kesempatan yang mendorong proses pertumbuhan dan pengembangan karya.
4. Kebanyakan grup teater di Jakarta tidak memiliki visi sebagai organisasi yang inklusif dan memiliki keseriusan untuk membangun ekosistem internalnya yang berkelanjutan.
5. Belum ada riset kepenontonan seni pertunjukan (teater) di Jakarta yang didukung lembaga pemerintahan dan pengelola gedung pertunjukan.
6. Belum ada riset pemetaan teater mutakhir di Jakarta yang menjadi pijakan pembuatan program pembinaan dan pengembangan kesenian teater di Jakarta.
7. Belum ada  riset sistem pelatihan teater Indonesia yang dapat memastikan proses pelatihan  di setiap grup memiliki referensi yang teruji.
8. Minimnya forum-forum alternatif yang dapat menjadi ruang distribusi pengetahuan.
9. Minimnya jumlah seniman teater perempuan yang menempuh karir profesional di dunia teater

UPAYA YANG HARUS DILAKUKAN
1. Melakukan riset penonton dan kepenontonan teater di Jakarta
2. Membuat riset pemetaan teater di Jakarta dan  sistem pelatihan teater Indonesia
3. Diperlukan upaya mediasi semua stakeholder teater untuk mensinergikan dan menguatkan jejaring ekosistem teater.
4. Diperlukan dukungan program untuk penguatan sumber daya pelaku teater di setiap wilayah dan kategori usia.
5. Berkoordinasi dengan Disdik DKI Jakarta dan Dikti Kemdikbud dalam penguatan komunitas teater di sekolah dan di kampus.
6. Diperlukan program pembinaan teater bekerjasama dengan berbagai pihak. Khusus untuk perempuan dan penyandang disabilitas.
7. Diperlukan forum pengembangan teater yang progresif dengan menghadirkan sejumlah pelaku teater dalam dan luar negeri  dalam projek kolaborasi.
8. Melibatkan produser dalam dan luar negeri untuk mempercepat tahap perluasan pasar teater  melalui festival atau  forum.
9. Bekerjasama dengan sejumlah pihak untuk meningkatkan produksi pengetahuan melalui penelitian dan diskusi serta distribusi merata ke seluruh pelaku.
10. Membuat strategi pemerataan informasi dan kesempatan bagi pelaku teater
11. Memberikan apresiasi pencapaian pada seniman teater Jakarta
12. Diperlukan dialog-dialog lanjutan dengan Dinas Kebudayaan Jakarta, dinas permuseuman, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jakarta, BUMD, BPKD, DPRD (Komisi E), dirjen kebudayaan, pusat-pusat kebudayaan asing, dan lembaga strategis lainnya untuk merealisasikan  berbagai solusi di atas.
13. Bekerjasama dengan komisi nasional disabilitas dalam misi pengarus utamaan komunitas difabel dalam dunia seni

PROGRAM YANG PERLU DILANJUTKAN

1. Festival Teater Jakarta
2. Sayembara Naskah dan Kritik Teater
3. website FTJ
4. Lokakarya seni teater di seluruh wilayah
5. Penerbitan Buku Teater
6. Diskusi Publik bekerjasama dengan asosiasi wilayah
7. Riset Ekosistem Teater Jakarta dan Sekitarnya
8. Lokakarya Sistem Pelatihan Teater Indonesia
9. Djakarta Internasional Theater Platform
10. Temu penyelenggara festival teater dan produser seni pertunjukan
11. Website portal teater
12.Pemetaan Seni di Kepulauan Seribu
13. Forum teater dan disabilitas

Program Prioritas 2023
yang dimaksud menjadi kontainer besar untuk mengukur  hasil kerja atau out put out came dari setiap program.

FESTIVAL TEATER JAKARTA ke-50

Perhelatan teater yang diorientasikan menjadi rumah besar bagi pembinaan dan pengembangan  teater yang membentang peta pertumbuhan teater di Jakarta. Pada helat ke 50 tahun ini, menampilkan karya seniman, grup terpilih dan  grup terbaik di puncak apresiasinya, yang terkurasi dari sekitar 175 grup teater yang mengikuti serangkaian jalur lomba, jalur tradisi dan jalur  kurasi. Dikemas dengan program  tematik, berupa; diskusi, lokakarya, peluncuran buku, temu penyelenggara festival teater Internasional, klinik teater, pameran hasil riset 50 tahun FTJ, penghargaan sayembara naskah dan kritik teater, dan lifetime achievement. Melibatkan seniman profesional dari dalam dan luar negeri, lembaga pemerintahan, CSR, pusat kebudayaan, 100 ribu penonton  dari 100 ruang pertunjukan  di Jakarta. Termasuk seniman Difabel dalam panggung off FTJ.

B.    DJAKARTA INTERNATIONAL THEATER PLATFORM

Program yang menempatkan Jakarta sebagai etalase dan tempat pertemuan antara seniman teater Indonesia dan luar negeri. Dalam  program ini, pertemuan tersebut diharapkan menghasilkan kolaborasi dalam proses penciptaan karya melalui sub kegiatan Studio Kolaborasi, pertukaran gagasan melalui sub kegiatan Presentasi Karya Tumbuh (Work in Progress Presentation) serta pementasan karya artistik panggung terkurasi yang segar melalui pendekatan lintas  media, lintas disiplin dan kerja penelitian arsip. Program ini tak hanya membuka Jakarta sebagai pusat kesenian di Asia Tenggara tapi juga meletakan perteateran Indonesia dalam percakapan global.

BAMBANG PRIHADI

Pria kelahiran,  Jakarta 7 April 1976 ini mulai berteater sejak di Ponpes Asalam
Sukabumi pada awal1990. Kemudian bergiat di Teater Syahid IAIN Jakarta
sejak 1995 dan Teater Kubur sejak 1998. Mendirikan Lab Teater Ciputat pada
2005.

Menyutradarai sejumlah naskah pertunjukan baik karya dramawan terkemuka, maupun karya sendiri, antara lain: Eksodus 1999,   Aduh 2000, Umang-umang 2001, Tarkeni Madekur 2002, Telah Pergi Ia Telah Kembali Ia 2002, Ozone 2003, Kubangan 2007, Terjepit 2008, Cermin  Bercermin 2010 dan Mada 2013, Mata Air Mata 2015 – 2016, XQM4GZ 2018, Sinopsis TIM 2019+ 2019, dan Beautiful Water 2020.

Menjadi juri festival teater sejak 2006 s/d sekarang, antara lain; Festival teater kampus Islam nasional, Festival Teater Jakarta Wilayah, Festival Monolog Jember, Festival Teater UI, Festival Teater Sukabumi, Festival Teater SLTA SeJakarta, Lomba baca puisi wilayah dan Festival Monolog berbahasa Inggris program US Embassy.

Pernah menjadi direktur pelaksana Federasi Teater Indonesia 2009 – 2014 dan pengajar tidak tetap kajian drama di Jurusan bahasa Indonesia Fakultas  Tarbiyah UIN Jakarta.
Tercatat sebagai sutradara terbaik FTJ 2003 dan Sutradara Terbaik Festival Teater Mahasiswa Nasional lll di Yogyakarta 2005. Mendapat Hibah Seni  Inovatif 2007 dan Hibah pentas keliling  tiga kota oleh Kelola Foundation untuk karya Kubangan. Diundang dalam
pertemuan sutradara muda se-Asia di Tokyo oleh Asean Performing Art Festival (APAF) pada 2012, 2013, dan 2015.

Mendapat Art Grant dari Japan Foundation untuk ikut serta dalam Pelatihan Keaktoran Metode Tadashi Suzuki di markas SCOT pegunungan Toyama Jepang 2015. Menjadi
asisten sutradara pentas Dionysus sutradara Tadashi Suzuki, kerja sama SCOT dan Bumi Purnati yang sukses tampil di Olimpiade Teater  di Toga dan Kurobe Japan, Open Air Prambanan  Indonesia, dan Singapore International  Festival 2019. Saat yang bersamaan,
melakukan kolaborasi pertunjukan Beautiful Water bersama dua sutradara:Junnoisuke Tada (Japan)dan Jo Khukatas (Malaysia), dan 12 aktor dari tiga negara, Oktober 2018
di Fujimi Kirari Art Centre dan tampil di Studio  PFN awal 2020 l. Asisten sutradara  dan aktor dalam pertunjukan Electra

Di tengah kesibukannya di dewan kesenian Jakarta sebagai ketua komite teater, saat ini
sedang menyiapkan pertunjukan kolaborasi  crossing text antara LTC  dan Shelf Company Theatre Japan,  dengan  Center of Australian Theatre , serta pertunjukan undangan dari
Festival Toga Internasional, September 2023..

4. David Karo Karo

Teater Gerakan kebudayaan,khususnya seni teater dalam kurun waktu 10.terahir mengalami kemerosatan yang amat tajam,tdk berfungsinya lembaga yang bergerak baik itu secara personal maupun menyeluruh ditambah sikap apatis berbagai masyaratakt seni diruang publik apalagi minimnya kontribusi pemerintah daerah,begitupun nasional. Disisi lain saluran saluran ekosistim wilayah,kantong kantung budaya tdk memberi / melahirkan sesuatu yang baru yang mampu menjawab tantangan kedepan semua diatas adalah cermin tdk ada pemetaan, cikalbakal dalam skala yang menyeluruh.  Baik itu lembaga ygada,bgtu pun pemerintah secara menyeluruh. Belum lagi seni teater dalam menjawab tantangan global/karya cipta yg mampu bersaing dalam ruang cipta internasonal.
Kegelisahan inilah yg harus disikapi dlm bingkai masyarakat seni yang ada di indonesia. Teater harus mampu menjawab semua persoalan yg diatas. Membuka jaringan jaringan/kerjasama berkolaborasi multimedia/digitalisasi dan menyelenggarakan workshop teknis untuk elemen-elemen panggung, seperti tata lampu, tata  panggung, sound, multimedia dan managemen pertunjukan. Sehingga teater tdk hanya bereforiadlm lingkup karya cipta lokal,namun juga mampu menjawab karya cipta Global. Ini juga yang akan berujung lahirnya gerakan kebudayaan menyeluruh yang membangun nilai nilaiperabadban,dan mampu memberi tempat sebagai pilar yg harus dianut di berbagai negara( menjadi satu kajian/acuan/ disertasi oleh publik global) disinilahahirnya tantangan menjadi terjawab. Bahwa seni teater tdk hanya berwacana/beretorika,tapi mampu muncul melahirkan gerakan kebudayaan. sedikit mundur kebelakang,kita”masyarakatseni”khusus teater tlh menjawab lahirnya  pegiat seni pertunjukan dan sastra sekelas maestro  WS. Rendra dgn karya/cipta : teater mini kata. Bukti ini lah yang menyakini kita semuanya bahwa teater mampu,pernah menjawab dunia dlm gerakan teater dan misi yg lain jga amat penting adalah program program kerja dan harus pula mengikuti pasar.  Sehingga terukur, baik di dlm maupun diluar publik masyarakat seni indonesia. Kesadaran inilah yg amat penting hingga ahirnya teater mampu menjawab tantangan demografi-melahirkan gagasan/pencapaian karya-karya kekinian yang monumental, berkelas  dan mampu nilai saing dengan pertunjukan kelas dunia.
David Karo-karo adalah pegiat seni lintas disiplin. Alumni Institute kesenian Jakarta 2001. Aktif sebagai aktor panggung dan film. Saat ini memiliki jabatan sebagai produser Pelaksana di DTVi, Ketua KomiteTeater untuk Federasi Serikat Pekerja Seni, Dewan Penasehat untuk Masyarakat Pegiat Seni Indonesia ( MPSI),  Kordinator Forum Seniman Peduli TIM.
5. Habib Argityar

Teater Malam,

Kalau dari yang saya amati di Teater ini permasalahannya ada di kurangnya ruang, dan ketika ruang baru itu diciptakan kebanyakan ialah sasarannya kurang tepat, sehingga ruang-ruang yang justru diciptakan untuk membentuk Ekosistem malah tidak berdampak apa-apa, harusnya kita cukup jeli melihat hal ini, memperhatikan siapa-siapa saja yang sekiranya tepat dan cocok untuk mendapatkan kepercayaan untuk mengelola ruang-ruang tersebut.

Harapan saya kedepan justru sebenernya yang harus diberikan ruang-ruang seperti ruang pementasan, kelas acting, kelas manajemen dan lainnya, bisa difokuskan ke teman-teman pelajar karena dari situlah bibit-bibit Teater tumbuh, sehingga ketika sudah lulus mereka pun jadi tahu harus berfokus ke bidang mana.

Terimakasih.

Saya Habib Argityar atau biasa dikenal dengan Obi kelahiran Juni 1998, sekarang adalah seorang Sutradara Teater yang aktif di beberapa Festival Teater yang ada di Jakarta & juga seorang Aktor di Jakarta Barat, Memiliki beberapa prestasi di bidang Teater dari masa sekolah hingga terakhir mendapatkan nominasi Sutradara Terbaik FTP 2022
6. Kris Aditya

Teater Kelompok teater di Jakarta secara kuantitas cukup besar.  Keberadaan FTJ (Festival Teater Jakarta) merupakan ekosistem pembinaan teater yang sudah berlangsung hampir 50 tahun ini, adalah salah satu yang mendorong keberadaan kelompok teater di Jakarta. Namun secara kesejarahan, FTJ yang pada awalnya adalah pembinaan para remaja dengan nama FTR (Festival Teater Remaja), masih mewarisi kultur amatir ditingkatan para pelaku FTJ itu sendiri. Kondisi ini tentu membutuhkan pembinaan di dalam konteks lain, yakni kemampuan managerial yang baik sebagai usaha kelompok teater di FTJ yang tidak hanya bergantung pada perhelatan lomba di FTJ. Dalam konteks hari ini, semangat kemandirian perlu di bangun, khususnya melalui kemampuan mengelola kelompok teater secara mandiri guna bisa mengakses peluang-peluang lain untuk produksi teater di luar FTJ.
Pembinaan sumber daya manusia, proses kreatif, penciptaan karya dan pagelaran teater merupakan hal yang menjadi satu kesatuan dalam konteks melihat keberadaan sebuah kelompok teater. Satu kesatuan tersebut bisa kita lihat bahwa sebuah peristiwa pertunjukan memiliki lapisan yang cukup kompleks sehingga membutuhkan sebuah pendekatan yang mengelola semua sistem produksi dibawah naungan kemampuan managerial produksi teater. Pendekatan managerial pulalah yang kemudian bisa memaksimalkan syarat-syarat produksi teater agar berjala seperti yang diharapkan.
Pentingnya kemampuan managerial juga adalah kemampuan membuka peluang kepada stake holder teater lainya, untuk mendukung pembinaan sumber daya manusia, proses kreatif, penciptaan karya dan pagelaran teater. Hal ini juga bagaimana pengelolaan kelompok teater juga terkait dengan proses berjejaring dengan stake holder lainnya di luar pemerintah, agar sebuah produksi teater tidak bergantung lagi dengan dana pemerintah, juga khususnya kemandirian produksi teater di luar perhelatan resmi seperti FTJ.
Harapan kedepan tercipta tata kelola ekosistem teater dengan manajamen yang mapan untuk membentuk sebuah kemandirian kelompok teater. Peluang-peluang dukungan produksi teater yang hari ini semakin terbuka, membutuhkan kemampuan managerial yang baik untuk melepaskan diri dari ketergantungan dalam kultur ‘amatir’ menuju kultur mandiri yang lebih professional.
KRIS ADITYA dengan nama panggung KRISNA ADITYA Lahir di Jakarta 15 Desember 1983. Belajar teater sejak duduk di Sekolah Menengah Atas dan sempat bergabung bersama Teater Tanah Air pimpinan Jose Rizal Manua. Tahun 2002 mendirikan Teater 21 April. Tahun 2003 melanjutkan pendidikan di Institut Kesenian Jakarta jurusan Teater. Mulai menjadi sutradara sejak 2004. Sejak 2016 melakukan pembinaan kesenian untuk Narapidana bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Sampai sekarang masih aktif menyutradarai teater realis, kontemporer, dan drama musikal.
7. Kukuh Santoso

Teater Saya mulai aktif di kegiatan Seni Pertunjukan Teater pada tahun 1990, mulai mengikuti kegiatan kegiatan workshop yang di selenggarakan oleh Pusat kesenian wilayah pada tahun 1995, mulai mengikuti kegiatan festival yang saat itu bernama Festival Teater Remaja di Tingkat wilayah Jakarta Timur hingga festival tersebut menjadi festival teater Jakarta, selain mengikuti ajang festival saya juga aktif pada asosiasi Teater wilayah Jakarta Timur dan terlibat pada kegiatan kegiatan yang diselenggarakan oleh asosiasi empat wilayah lain dan dewan kesenian Jakarta tentunya.mempunyai sanggar binaan dan memiliki workshop sanggar sendiri di bilangan Bintara jaya 8.
Pengembangan dan pembinaan yang dilakukan masyarakat Teater di wilayah sudah cukup baik terlihat dari semakin tumbuhnya sanggar sanggar atau komunitas di wilayah, namun saat pandemi melanda negara ini perkembangan kegiatan ataupun aktivitas lainnya pada banyak Sanggar yang terlihat mati suri
Harapan saya kedepan terjalin tali silaturahmi dengan format forum forum diskusi antara sanggar, komunitas Bersama asosiasi dan dewan kesenian serta pejabat pemerintah untuk kembali memberikan ruang ruang kreasi pada sanggar sanggar atau komunitas di wilayahnya.
Bekerja bersama dengan pelaku atau masyarakat seni untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan kesenian tentunya.
Saya kukuh Santoso dengan nama panggilan dan publikasi kukuh Santosa, lahir di Jakarta pada  5 Oktober 1972.
Aktif di sanggar sejak 1990 dan mendirikan Teater komunitas tujuh pada tahun 2000. Lulus dengan predikat sarjana ilmu komunikasi dari universitas Mpu Tantular,dan sekarang pada tahun 2022 mendirikan rumah seni di bilangan Bintara jaya 8.
Aktif pada pendidik ekstra kurikuler pada beberapa sekolah dasar, menengah pertama,menengah atas dan beberapa kampus di Jakarta Turut sebagai anggota pada asosiasi Teater Jakarta Timur.
8. Mahdi

Teater Teater
Selama ini seni pertunjukan teater kurang menggairahkan, terutama jika dilihat dari segi jumlah dan perbincangan mengenai pertunjukan itu sendiri. Meski mengalami kesulitan seni pertunjukan teater selalu ada meskipun tidak terfasilitasi dengan sempurna. Seorang pekerja seni terutama grup teater tetap bertahan membuat karya untuk ditampilkan sebagai pelestarian nilai-nilai budaya serta pemajukan kebudayaan.
Masalahnya adalah pemerintah daerah terkadang tidak memberikan fasilitas operasional terhadap oraganisasi sosial, sehingga terkesan pekerja seni selalu mencari keuntungan yang besar. Padahal pekerja seni tetaplah berasal dari organisasi sosial yang selalu mencoba mencari jalan untuk selalu bisa tampil dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan.
Adapun keinginan saya mengenai pengembangan seni Jakarta tahun 2045 (konsep UNESCO terkait tata kelola kreasi, produksi, diseminasi, transmisi dan konsumsi/ partisipasi).
1. Pada tahun 2045, Para pekerja seni mendapat fasilitas pendanaan yang memadai pada setiap komponen dalam penyelenggaran event-event daerah.
2. Pemerintah daerah melaui AJ, DKJ mampu mendata perkumpulan kesenian yang ada di Jakarta untuk di dijadikan pengerak setiap kegiatan kesenian.
3. Kesenian yang ditampilan harus berkolaborasi dengan negara lainnya agar menarik kunjungan wisatawan.
4. Menjadikan komunitas seni Jakarta unggulan dari negara-negara lain.
Nama Lengkap: Mahdi
NIK:3674051103910003
Tempat dan Tanggal Lahir: Sabang, 11 Maret 1991
Umur: 31 Tahun
Jenis Kelamin:Laki-laki
Agama: Islam
Status Perkawinan:Belum kawin
Posisi saat ini: Pengurus Lembaga Media Kreatif Bangsa Jakarta
Alamat:  Jl. Pertanian 3 No 79 Lebak Bulus,  Cilandak, Jaksel.
Nomor Hp: 082110992124
E-mail:  thcmahdi@gmail.com
9. Mohammad Dendi Madya Utama

Teater Permasalahan utama dalam pembinaan dan pengembangan teater di Jakarta adalah pelaku teater Jakarta masih tertinggal dalam wacana teater jika dibandingkan dengan pelaku-pelaku teater di kota-kota lain di Indonesia, seperti Jogjakarta, Bandung, Lampung dan Makassar. Perkembangan wacana teater dunia belum terpahami secara merata oleh pelaku teater Jakarta. Hal ini sepertinya berdampak pada bentuk pertunjukan yang diproduksi pelaku teater Jakarta yang kurang variatif, minimnya produksi pengetahuan teater yang dihasilkan pelaku teater Jakarta, hingga perbincangan tematik yang terjadi diantara pelaku teater Jakarta yang kurang kaya.

Perlu rangsangan besar dan dorongan terus-menerus bagi pelaku teater Jakarta untuk senantiasa mempelajari hal-hal baru dan mencermati perubahan atau perkembangan zaman. Riset dalam produksi pertunjukan perlu menjadi tradisi baru dalam proses yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teater Jakarta. Pola-pola berkesenian yang berkembang saat ini seperti membangun jejaring, proses kolaboratif dan pencerapan karakteristik media-media baru perlu segera menjadi pengalaman yang menarik bagi pelaku teater Jakarta.

Harapan saya mengenai pengembangan teater di Jakarta adalah terciptanya platform laboratorium penciptaan teater yang berkesinambungan, terbuka terhadap perkembangan zaman, intensif, inklusif dan efektif dalam pengasahan keterampilan, wacana, pengetahuan dan produksi pertunjukan bagi pelaku teater Jakarta. Hal ini memerlukan kekompakan visi dan misi diantara para pemangku kepentingan teater di Jakarta. Saya kira, platform seperti ini bisa dimulai dalam bentuk yang sederhana, seperti klub baca buku, diskusi mengenai tema-tema tertentu, kelas-kelas intensif, workshop-workshop sederhana, forum presentasi karya-sedang-tumbuh hingga pemfasilitasan kolaborasi pelaku teater Jakarta dengan seniman-seniman lintas disiplin dan lintas negara. Termasuk di dalamnya, pembukaan wawasan mengenai kesempatan-kesempatan bagi pelaku teater dari forum-forum di luar negri, mulai hibah seni, panggilan terbuka hingga kesempatan residensi seni.

Forum-forum laboratorium yang mewadahi semangat belajar bersama diantara para pelaku teater Jakarta sepertinya efektif untuk meredakan semangat kompetisi berformat lomba diantara para pelaku teater Jakarta dengan mengalihkannya ke dalam semangat berbagi dan menggali pengetahuan, mengeratkan jejaring, serta bertukar keterampilan dan wawasan lingkungan.

Dendi Madiya adalah sutradara teater, penulis dan performer. Dendi mengikuti berbagai workshop kesenian, menyutradarai pertunjukan dan terlibat proyek kolaborasi. Karya terbarunya dalam penyutradaraan teater adalah “Pandemic, What Do You Choose?” (2022). Sebelum menjadi anggota Komite Teater-Dewan Kesenian Jakarta (2020-2023), Dendi bergiat pada Ikatan Teater Jakarta Timur dan Komunitas Teater Bekasi.
10. Silmi rahmadi

Teater Kelemahan masyarakat teater kita, adalah di ekosistem birokrasi.. kenapa? Karna seniman teater masih asik terhadap artistik dan tidak melihat setiap pertunjukan menjadi sebuah product yang bisa di jual dan di kemas . Serta permasalahan birokrasi yang masih berantakan secara dari hulu ke hillir bagaimana membuat sebuah kerjasama yang baik antara dinas kebudayaan dan Dewan perwakilan rakyat daerah. Silmi rahmadi
Pekerjaan : Produserr  Kompas tv
Seniman : sutradara dan aktor teater (teater cahaya dan Teater stasiun)
Posisi : WAKIL KETUA IKATAN DRAMA JAKARTA BARAT.
11. Suaeb Mahbub

Teater MERAJUT MISI KESENIAN TEATER DI JAKARTA.

Teater adalah peradaban dunia, sejak 400 SM, dari masa ke masa teater berevolusi, draomai,teathron, teater klasik,new klasik,realis, new realis, dramaturgi, dan postmodern.
Di Indonesia peradaban itu mengalir, pada masa-masa jaman kerajaan, masa kolonial  dan masa kini (postmodern), peradaban atau kesenian teater tersebut mengalir melalui jalur rempah, mengalir melalui misi kebudayaan, pertukaran kesenian pada zamannya sebagai jembatan diplomasi antara kerajaan atau negara yang menjalin bilateral.

Di Indonesia kesenian teater terjadi akulturasi dengan akar budaya sehingga teater memiliki 2 dimensi yaitu, teater kontemporer dan teater tradisi .
Pada era saat ini yaitu era postmodern antara teater modern yang merujuk kepada teori dramaturgi dan teater tradisi yang merujuk kepada pakem ( kondite) kini mengadaptasi dan melebur menjadi postmodern dengan melakukan,experimentasi dan kolaborasi tanpa meninggalkan pakemnya sebagai akar budaya.
Dewan Kesenian Jakarta melihat teater adalah suatu cipta karya unggul yang layak di konsumsi oleh publik domestik maupun internasional, tentu  melalui proses laboratorium dan pengkurasian.

Residensi, relaksasi kesenian antar negara merupakan salah satu upaya-upaya pemajuan kebudayaan Indonesia.
Sebagaimana telah dipayungi oleh UU no 5 THN 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan, pada poin ini negara harus tampil dengan regulasi yang telah dibuatnya.

Dewan kesenian Jakarta dalam hal ini komite teater, telah dikembalikan fungsinya yaitu bersifat aspiratif,konsultatif dan melakukan laboratorium-laboratorium terkait ranah kesenian teater.
Oleh karenanya adanya suatu wadah untuk menyampaikan aspirasi itu pada forum musyawarah kesenian Jakarta sebagaimana telah diamanatkan melalui Pergub no 4 tahun 2020 tentang DKJ dan AJ.

Pandangan terhadap kawasan TIM.
TIM adalah tempat suatu pagelaran kesenian unggul yang layak di konsumsi oleh publik domestik dan internasional, sebagai simbol pusat kesenian negara.
Namun bukan itu saja komite teater harus memiliki pemikiran betapa pentingnya ekosistem berkesenian di luar TIM, yaitu pada venue-venue yang tersebar di Jakarta dan tempat-tempat kampung budaya yang berpotensi adanya ekosistem kesenian,pada ekosistem itu adalah cikal bakal lahirnya seniman unggul dan karya unggul, sebagai pertimbangan layak atau tidak layak untuk di tampilkan pada kawasan TIM, sebagaimana tertuang dalam Ingub no 45 tentang Penciptaan dan Pengembangan Ekosistem Berkesenian di Jakarta, di samping itu perhatian  pula terhadap kesejahteraan seniman, lintas disiplin dan unsur-unsur kesenian yang  saling menopang dan menghasilkan ekonomi dari unsur berkesenian.
Pokok pikiran pemerintah daerah melalui keputusan gubernur no 1531 tentang Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah provinsi DKI Jakarta, pada poin 7 adalah seni, bahwa seni yang berkembang di Jakarta bukan saja Seni penduduk inti di Jakarta,tetapi berorientasi kepada seni tradisi lainnya seperti sandiwara Miss Tjitjih, wayang orang Bharata juga terhadap seni modern atau kontemporer.

Jakarta adalah kota magnetik Indonesia yang mampu menarik wisatawan manca negara, oleh karenanya Dewan Kesenian Jakarta, mereferensikan pokok-pokok pikiran  untuk dijadikan dasar pembuatan kebijakan pemerintah untuk pemajuan kebudayaan di Jakarta, termasuk mengusulkan agar pemerintah mengakomodir para seniman  baik itu berbentuk bimbingan teknis maupun fasilitasi agar mendorong seniman membuat karya unggul untuk dapat layak tampil di kawasan TIM dan mampu berkolaborasi dengan seniman dari pelbagai negara di dunia,tentu saja mempertimbangkan kemampuan APBD DKI Jakarta.

Program-program yang saat ini berlangsung, seperti DTP ( Djakarta theater Platform), Loka karya naskah anak dan remaja, sayembara naskah, FTJ ( festival teater Jakarta) Lebaran teater orang Jakarta, DITP ( Djakarta Internasional Theater Platform), WIP ( Work In Progress) terus di perjuangkan dan di pertahankan, ada yang berkala ada yang rutin setiap tahun diadakan sebagai program inti, kita terus mengupayakan program-program baru hingga ke hilir,
Memproses untuk menciptakan bibit-bibit unggul ,  menata rapih khususnya seni teater dari hulu hingga hilir, hulu adalah puncak yaitu kawasan TIM sedangkan hilir adalah komunitas masyarakat seni sebagai penyelenggarakan kegiatan seni, tempat-tempat pelatihan seperti PPSB milik pemerintah di tingkat kota, ekosistem kesenian di kampung-kampung berbasis budaya.
Ketika proses penataan dari hulu ke hilir terealisasi, maka regenerasi berkesenian berberkelanjutan, sebagaimana tujuan negara-negara berkembang di dunia mendeklarasikan SDGs ( Sustainable Development Goals) pada point’ ke 11 yaitu ” Cities and communities”. demikian pula apa yang diharapkan oleh UNESCO pelestarian seni dan budaya masing-masing negara melakukan pemanfaatan dan perlindungan, hal ini menjadi target UNESCO hingga 2045 mendatang.
Harapan dari saya sebagai pelaku seni adalah mengajak para teaterawan senior,para dramaturg, membahu membangun perteateran Indonesia lebih maju dan di kagumi dunia, tentu kita harus membangun SDM agar setiap seniman teater memiliki SOP (sertificate of profesi) dengan bekerja sama dengan LSP ( lembaga sertifikasi profesi). Jadi cukup jelas jenjang kita dan memiliki identitas, dengan fase Seniman kreatif muda, Seniman kreatif madya, seniman kreatif utama dan puncaknya adalah maestro.

Bahwa kita sedang bersaing menghadapi pasar global, para seniman kita di harapkan mampu menjadi aktor dan tampil di belahan dunia manapun, selagi seniman kita memiliki SOP (sertificate of profesi) dan sertifikat tersebut mewakili portofolio yang begitu panjang.

” Seni adalah karya indah, darimanapun ia lahir, baik dari kalangan akademis ( exacta ) maupun non akademis (pedagogik) adalah sama, semua lahir dari berlatih dan berproduksi”.

Jakarta,14 Oktober 2022.

Oleh Suaeb Mahbub.

Suaeb Mahbub
TTL : Bekasi 2 Oktober 1975
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : seniman
Alamat: jalan kampung Marunda Kepu RT 08 RW 07 Kel.Marunda kec.Cilincing. Jakarta UtaraPrestasi
1. Pemuda pelopor terbaik ke III nasional bidang kebaharian Oleh presiden melalui SK menteri pemuda dan olah raga.2009
2. Penerima penghargaan pelestari seni tradisi lisan ngebuleng oleh Badan pelestari nilai budadaya ( BPNB) 2018 Jawabarat, Jakarta,Banten, Lampung.
3.penerima penghargaan teknologi tepat guna oleh Mentri pertanian.
4.juara harapan II lomba sahibul hikayat tingkat provinsi.tahun 2017
5.Juara. Harapan II grup lenong tingkat provinsi DKI Jakarta .Pengabdian masyarakat
1.community development family fisherman in Marunda.2008
2. Pelestarian lingkungan berbasis pemberdayaan masyarakat di Marunda.2007.
3.Melatih lenong di Rumah Pitung
4.melatih tradisi lisan di  sanggar rumah Pitung.
5.menyutradarai lenong pada komunitas MURIA.2018
6.menyutradarai drama musikal di kampus global Sevilla internasional school 2018.
7.pemerhati Batik Betawi.Pengalaman pekerjaan:
1. Ketua yayasan pendidikan Islam Al ishlah Taruma Jaya1997 s/d sekarang.
2.bekerja di TTG kecamatan Cilincing dan wakil ketua Forum komunikasi posyantek DKI Jakarta 2011-2014.
3. Pengurus Lembaga Kebudayaan Betawi,tahun 2014-2018 dan 2018-2021.
4.pengurus Bamus 2018 SD sekarang.
5.ketua seniman intelektual Betawi Jakarta Utara 2019 SD sekarang
6. Pengurus persatuan artis pemusik dan pencipta lagu (PAPPRI) Jakarta Utara 2017–2020.
7. Ketua forum pemuda pelopor DKI Jakarta rangkap sekjen forum pemuda pelopor nasional.2014- 2018.
8. Seksi pemuda tingkat RW 07 Kel.Marunda 2003-2005.
9.pengurus RT 008 RW 07 Kel.Marunda 2005- 2011.
10. Pemateri seni Budaya
11. Aktor dan sutradara lenong
12.dewan juri pop akustik
13.dewan juri seni nuansa islami
14.Dewan juri musikalisasi puisi.
15.praktisi tradisi lisan ngebuleng
16.pengurus Lesbumi DKI Jakarta 2021 -2024.
17. Anggota DKJ komite teater 2020-2023
12. Sugianto

Teater Perspektif.

Wajah klasik perteateran di Jakarta mulai muncul kembali dengan lebih tebal riasnya. Sejak pasca pandemic di tahun 2022 ini, Teater tengah berusaha bergerak satu dua langkah didepan masyarakat sebenarnya –bisa jadi—tidak benar-benar bergerak dalam peradaban kemajuan. Para Pelaku teater turut terjebak dalam kemelaratan ekonomi  yang mengalami pertumbuhan (developed poor and poverty), yang meskipun bertumbuh, tetapi tidak cukup kuat untuk melepaskan diri dari belenggu kemiskinan. Kemiskinan yang bertahan itu dipastikan bukan dalam wujud kelangkaan pekerjaan dan keterbatasan penghasilan, melainkan dalam sistim nilai, struktur sosial, dan perilaku sehari-hari tetap miskin dan hanya mampu menyerah pada proses pemiskinan yang semakin massal. Ketika kita miskin terhadap arti kemiskinan, maka pilihan yang tersedia menjadi tidak begitu banyak, selain mendekam aman dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Untuk itu harus di ciptakan gerakan teater dan peradaban (Civilization and Theatre Movement) yang bisa saja menjadi distingtif para pelaku teater, tampaknya bisa tepat dilakukan melalui pengembangan teater kontemporer yang diwujudkan secara terimbang, terukur dan berkelanjutan. Dan harus saling kuat-menguatkan. Karena  pada dasarnya masyarakat dan para pekerja teater saling merasakan adanya kebutuhan  timbal balik. Masyarakat membutuhkan seni dan hiburan. Sementara Pekerja seni teater membutuhkan adanya kesempatan pentas/berkarya. Karena pentas adalah aksi sekaligus makna, ia adalah enersia yang luar biasa, karena bersifat epistemik.
Berharap dapat muncul gagasan-gagasan besar dan wajah-wajah baru yang bagi perteateran di Jakarta yang tidak hanya sebatas pemanggungan tapi juga mindset, pola berfikir kreatif mencari solusi atas masalah yang muncul, berjiwa  kompetitif, produktif, pantang menyerah, akulturatif, menistakan keserakahan, bercita rasa dan karena itu –seharusnya—lebih berbudi.

Anto RistarGie

C U R I C U L U M   V I T A E
Nama :  SUGIANTO
Nama Panggilan :  Anto RistarGie
Tempat/tgl lahir :  Jakarta 10 September 1969
Alamat :  Jl.Kampung Baru No.8 Kembangan Jakarta 11610
Jakarta Barat.
Telpon/WA :  0838 0658 2000 /  WA.0819 0863 8000
E-mail :  ristargia2020@gmail.com / antoristargi@yahoo.com
FB :  Anto RistarGie II
IG :  anto_ristargiPengalaman Kerja Kreatif :§ 1995 Mendirikan Sanggar Teater Cermin yang berawal dari  Contemporery musical Anto Ristargi menunjukan prestasinya dengan memenangkan kejuaraan Musikalisasi Puisi Tingkat Nasional di RRI dan Gedung Kesenian Jakarta.
§ 1996 -1997 Dua (2) tahun berturut-turut meraih penghargaan Juara II dan Juara III Musikalisasi Puisi tingkat Nasional dgn Juri diantaranya: Sapardi Joko Damono, Sutardzi CB dan Franky Raden.
§ 1997 Total berkecimpung diteater dengan memproduksi karya-karya teater diantaranya:
(1997) TARI, karya: Anto ristarGie. (1998) LAKEKOMAE, karya : Anto ristarGie. (1999) LONCENG, naskah : Frans Raharjo. (2000) NARKOBANO, karya : Anto ristarGie. (2001) TUAN KONDEKTUR, naskah Anton Chekov. (2002) Jalan ke Sorga, naskah : Akhudiat. (2003) Gen X, karya : Anto ristarGie. (2004) AWAL dan MIRA, naskah : Utuy Tatang Sontani. (2005) SAYANG ADA ORANG LAIN, naskah : Utuy TS. (2006) KURA-KURA dan BEKICOT, naskah : Eugene Lonesco. (2007) SUARA-SUARA MATI, naskah : Emmanuel Van Logem. (2008) ASA ADORA, karya : Anto Ristargi,  Produksi SSD 78. (2009) PERHIASAN GELAS, naskah : Tennesse William. (2010) SENJA DENGAN DUA KELELAWAR, naskah : Kirdjomulyo . (2011) MIMPI DAN SEBONGKAH BALOK ES, naskah: Ayak MH. (2012) ANTORIUM, naskah karya: Anto ristarGie. (2013) SIMARDAN, naskah cerita legenda dari Batak.. (2014) DUEL, karya: AntoristarGie. (2010-skrg) Memproduksi karya pertunjukan seni tradisi Betawi dan modern bekerjasama dgn BLK / PPSB (Pusat Pelatihan Seni Budaya). Tahun ini Pd tgl, 27 April 2017 menyutradarai GELAR PENTAS BUDAYA ‘KARTINI DAN PEREMPUAN PEJUANG INDONESIA Bekerjasama dengan KEMENTERIAN PEMEBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA. Bertempat di gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail.
§ 2006-2008 Sebagai Sutradara, karya-karya teaternya  mengantarkan Grup Teater Cermin menjuarai  Festival Teater Jakarta se-DKI Jakarta pada tahun 2006-juara III, 2007-juara II ,dan 2008 Nomine 5 besar, di Taman Ismail Marzuki.  Yang dijurii oleh: Putu Wijaya, Danarto, Nano Riantiarno, Remmy Silado, Ratna Sarumpaet dll
§ 2009 Memberikan workshop  teater di  lembaga kesenian , termasuk di BLK / PPSB dan Konsultan di setiap proses penggarapan  teater sekolah dan kampus.
§ 2011 Sbg Asisten Sutradara Pementasan Drama Kolosal BUNG KARNO/Dharma Gita Mahaguru produksi Marhaen Production. Pimp. Hj. Rachmawati Soekarno Putri.
§ 2012 Sbg Stage Manager Pementasan Drama Kolosal DHARMA GITA MAHAGURU produksi Marhaen Production. Pimp. Hj. Rachmawati Soekarno Putri.
§ 2012 Anto Ristargi menciptakan metode teater kontemporer  yang disebut ‘Antorium Teatro’. Yang bertujuan Menggali dan Mengembangkan puncak-puncak Budaya lokal dengan pola pertunjukan ruang publik.
§ 2021.Pentas drama “Remi Rumi” pada peringatan Hari Teater Se-Dunia (Hatedu).
§ 2022 sbg Sutradara Mementaskan drama “Mencari Keadilan” karya: Bertolt Brecht. Terjemahan: WS.Rendra. Teater Kecil.TIM. Produksi: Road Teater.Pengalaman KERJA  EVEN
• 2002 Sbg Stage Manager pada Festival Teater Pelajar. Penyelenggara : INDRAJA dan Dinas Kebudayaan dan permuseuman DKI.
• 2002, 2004, 2006 Sbg Koord. Acara Fest. Teater Anak DKI Jakarta. di Ged. Nyi Ageng serang, Jaksel.Penyelenggara Lembaga Teater Jakarta dan Dinas Kebud & Permuseuman DKI.
• 2006, 2007, 2008 Sbg Koord. Acara Seminar dan Pelatihan Guru Teateral di Puncak-Bogor.Penyelenggara: Federasi Teater Indonesia (FTI) dengan Depdiknas.
• 2005, 2006, 2007 Sbg Koord. Acara Hari Jadi FTI dan FTI Award di Teater Kecil TIM.
• 2007 – 2012 sbg Manajer Program Federasi Teater Indonesia.
• 2008 Sbg Ketua Stering Comitte (SC) Fest.Teater SLTA seJabodetabek. Penyelenggara :
SMAN 78, Komunitas Teater Sekolah dan Dinas Permuseuman dan Kebudayaan DKI Jakarta.
• 2008 Sbg PJ Diskusi Fest. Teater Jakarta Di  Taman Ismail Marjuki (TIM).Penyelenggara : Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
• 2009 Sbg Ketua Penyelenggara Fest. Teater Pelajar Terbuka Penyelenggara : Ikatan Drama Remaja Jakarta Barat (INDRAJA) dan Gelanggang Remaja.
• 2010 Sbg Ketua Penyelenggara Fest. Teater Pelajar /FTP ke 9 Jakarta Barat Terbuka.  (2010) Sbg Pendamping Juri  FTJ Final 2010 – DKJ.
• 2014 Sbg Ketua Penyelenggara Fest. Teater Pelajar /FTP ke 13 Jakarta Barat Terbuka. Penyelenggara Indraja dan Gelanggang Remaja.
• 2014 Sbg Steering Comitte (SC)  FTJ Final 2014 – DKJ.
• 2015 Sbg Ketua Penyelenggara Fest. Teater Jakarta ke 43  Tingkat Kota Administrasi Jakarta Barat , penyelenggara: Indraja dan GRJB.
• 2015 Sbg Koordinator Steering Comitte (SC)  FTJ Final 2015 – DKJ.
• 2016 Sbg Ketua Penyelenggara Fest. Teater Jakarta ke 44  Tingkat Kota Administrasi Jakarta Barat. Penyelenggara: Indraja dan GRJB.
• 2009 –skrg sbg Instruktur Pelatihan seni teater tradisi dan modern bagi Pelaku Seni Teater
• 2015 –skrg sbg Instruktur Pelatihan kesenian bagi guru TK,SD.
• 2017-2018 Sbg Project officer dan Steering Committe Festival Teater Jakarta.
• 2017-2020 Sbg KETUA INDRAJA (Ikatan Drama Jakarta Barat).
• 2020-skrg Sbg KETUA RSJ (Rumah Seni Jakarta).Jakarta, 17 Oktober 2022(Sugianto Riste)
13. Yustiansyah Lesmana

Teater Jakarta sebagai salah satu kota yang memiliki sejarah tata kelola seni dan kebudayaan modern terbesar di Indonesia, telah memproduksi sejarah kebudayaan yang tak ternilai dalam perkembangan kebudayaan Indonesia. hari ini, seturut perkembangan kebudayaan dan masyarakatnya, rasanya kita perlu melihat kembali, relevansi sejarah, peran, fungsi dan orientasi antara ruang, program, publik dan kebijakan strategis terkait dinamika serta fenomena sosial dan budaya dalam kehidupan kota.

Approachment lembaga seperti DKJ terkait kebijakan dan program-program seni di dalam kota, sebaiknya secara inklusif aspiratif dan mengakomodir diversitas kebutuhan serta tujuan atas program dan praktik seni di dalam kota itu sendiri.

Kehidupan teater di Jakarta memiliki kompleksitas yang tinggi. soal mutu dan kredebilitas, produksi pengetahuan, posisi generasi, akses terhadap ruang, kemandirian dan audience development menjadi soal yang bagi saya prioritas untuk satu persatu di urai dan pelan-pelan dipecahkan. Tentu itu tidak mudah. Namun pemetaan dan kerangka dasar strategi untuk menghadapi tantangan itu mesti dilakukan bersama publik, sehingga kita setidaknya memiliki orientasi bersama.

Tentu mimpi akan ekosistem yang baik selalu melekat dan menjadi harapan kita bersama. Namun itu tidaklah akan terjadi tanpa kerja bersama dari semua pihak. Publik sebagai pemangku kebijakan, peneliti, programing, Budayawan, seniman, teknisi dan semua komponen dalam ekosistem teater, juga mesti ingat, bahwa menghadapi konsekuensi sebagai negara berkembang, di kota yang kental asimilasinya ini, haruslah bersikap cepat, kritis dan tanggap menghadapi perubahan yang terkadang membutuhkan keberterimaan melalui ukuran-ukuran tertentu, dengan bersahaja.

YUSTIANSYAH LESMANA adalah seorang Sutradara yang berdomisili di Jakarta. Tergabung dalam Majelis Dramaturgi Indonesia dan Asia Performing Arts Forum  (APAF). Ia juga merupakan seorang desainer video, artistik dan  grafis independen yang banyak terlibat dalam proyek kolaborasi artistik dan lintas disiplin di Indonesia.

Bersama Teater Ghanta –sebuah platform kolaborasi terbuka untuk kerja seni pertunjukan, karya-karyanya telah dipentaskan di berbagai daerah di Indonesia  serta beberapa forum internasional. Mendapatkan  penghargaan sebagai Sutradara terbaik oleh Dewan Kesenian Jakarta pada  tahun 2013 dan 2014 melalui Festival Teater Jakarta.