Fadly Rasyid yang akrab disapa Mbah Fadly, yang salah satu karyanya monumen Jenderal A. Yani dan S. Parman di Jakarta, meninggal dunia dalam usia ke-71 setelah mendapat perawatan di Rumah Sakit Jember Klinik, Kamis.
Istri Mbah Fadly, Sri Utami, menuturkan, suaminya meninggal pada hari Kamis pukul 01.00 WIB, setelah lima jam tidak sadarkan diri, akibat penyakit stroke yang dideritanya.
“Beliau minta di makamkan di tempat pemakaman umum (TPU) di Desa Lampeji, Kecamatan Mumbulsari, Kabupaten Jember, Jatim,” katanya menerangkan.
Ia mengaku, sangat kehilangan sosok suaminya yang sederhana dan bertanggung jawab dalam memperjuangkan sebuah karya seni, baik lukisan maupun tulisan.
“Beliau sangat tegas dan kokoh dalam berjuang sebagai seniman,” katanya sambil terisak.
Sementara itu, seniman Jember, Oong Faturahman, menuturkan, Mbah Fadly merupakan seniman Jember yang layak disebut sebagai maha guru para seniman, karena peranannya sangat besar dalam mengembangkan seni rupa dan seni sastra di Indonesia.
“Banyak karya seni yang dihasilkan almarhum dikagumi oleh seniman dan masyarakat awam,” katanya menerangkan.
Ia mengungkapkan, karya seni yang dihasilkan almarhum seperti monumen Gerbong Maut di Bondowoso (Jawa Timur), monumen Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal S. Parman di Jakarta.
“Karya seni almarhum sangat hebat, termasuk karya tulisnya,” katanya lirih.
Mbah Fadly, kata dia, pernah mendirikan majalah anak-anak Kawanku bersama Toha Mohtar dan kawan-kawan, karena ia sangat mencintai karya tulis tentang anak dan lingkungan.
“Cerita atau novel yang sudah diterbitkan di antaranya Arman Anak Revolusi, Merah Putih Berkibar Kembali, dan Tamu yang Cerdik (cerita jenaka),” katanya menerangkan.
Sebelum wafat, kata dia, Mbah Fadly memenuhi cita-citanya untuk membangun sebuah sanggar dan galery pribadi yang diberi nama “Galery Fosil” pada akhir Februari lalu di Desa Mumbulsari, Kecamatan Mumbulsari.
“Mbah Fadly juga menulis sebuah sajak dengan judul ’Aku dan Maut’, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya,” katanya menambahkan.
Almarhum meninggalkan seorang istri bernama Sri Utami dan dua orang anak yang bernama Bayu Anggun Nilatandi dan Bahana Purwa Kendita serta tiga orang cucu.
Tentang Fadli Rasyid
Lahir 1938 di Jember, Jawa Timur. Menjadi guru SD, dan kemudian tertarik bergabung dengan Sanggar Bambu, Yogyakarta, yang di awal 1960-an mengadakan pameran di Jember. Rasyid lalu pindah ke Yogya bergabung dengan Sanggar Bambu, melukis dan menulis cerita pendek secara otodidak. Awal 1970-an ia pindah ke Jakarta karena diajak mendirikan majalah anak-anak Kawanku oleh Toha Mohtar, Julius Sijaranamual, Asmara Nababan, Trim Sutedja. Di majalah inilah Rasyid antara lain menghidupi dirinya, dengan menulis cerita anak-anak dan membuat ilustrasi serta kartun. Sempat dua kali pameran tunggal di Balai Budaya, Jakarta (1975 dan 1992). Ia menikah di akhir 1980-an, dan karena itu kembali menetap di Desa Mumbulsari, Jember, mengelola 2,5 hektar sawah, sambil terus melukis dan menulis cerita pendek. (Sumber : Kompas.com, foto : Hamka AB)