Art Summit Indonesia 2016

Ceramah Umum
“Perkembangan Dramaturgi dalam Pertunjukan Kontemporer”

Peter Eckersall
(Profesor Kajian Teater dan Performance,
Graduate Center, City University of New York)

Abstrak

Ceramah ini akan menjelajahi peekembangan gagasan dramaturgi Eropa dan pengaruhnya terhadap praktik-praktik teater dan pertunjukan kontemporer. Dramaturgi akan dibicarakan sebagai semacam ‘sistem pengoperasian’ (operating system) bagi teater kontemporer, dan sebuah jembatan yang menghubungkan gagasan yang mengilhami suatu karya seni serta perwujudannya melalui ekspresi artistik. Dengan kata lain, dramaturgi dalam ceramah ini dilihat sebagai sebuah cara berpikir tentang bagaimana makna dan pengalaman dari sebuah pertunjukan kontemporer diciptakan melalui bahan-bahan serta proses berteater. Ceramah ini akan membahas posisi penting ‘dramaturgi baru’ dalam perkembangan ini dan akan memapar contoh-contoh pertunjukan yang memperlihatkan tren-tren ‘dramaturgis baru’ seperti: kelintas-disiplinan, percampuran (hybridity) serta anti-teatrikalitas. Ceramah ini juga akan mendiskusikan bagaimana dramaturgi ‘sosial’ serta ‘kehidupan sehari-hari’ telah berkait-kelindan dalam pertunjukan kontemporer. Kuliah ini akan berujung pada paparan ringkas tentang munculnya minat para seniman pertunjukan Asia dalam mendalami dramaturgi.

1. Dramaturgi sangat sulit didefinisikan – dan memang membuat frustrasi.

Di bawah judul ‘Para Dramaturg Mengambil Kesempatan Membela Diri Mereka,’ dialog di bawah ini direkam dalam sebuah artikel yang dimuat di harian The New York Times:

Dengan jengkel, seorang moderator, ia sendiri juga seorang dramaturg, bertanya pada enam anggota panel untuk menyatakan misi dari seorang dramaturg. Ini yang ia peroleh. ‘Saya bisa jadi bakal dibunuh karena mengatakan hal ini, tapi saya tidak tahu jawabannya,’ ujar yang pertama, seorang dramaturg yang bekerja di NY’s Lincoln Centre (pusat kesenian di New York). ‘Saya mencari pola dalam setiap hal (penciptaan),’ kata yang kedua. ‘Saya seorang perantara antara aktor dan sutradara,’ kata seorang dramaturg terkenal dari Volksbühne, di Berlin. Orang keempat, yang pernah bekerja sebagai dramaturg dan perancang set berkata: ‘Seorang dramaturg adalah seorang penyeimbang yang hebat dan seorang pelebur (leveller) yang mulia atas semua elemen yang menyusun sebuah kolaborasi teater. Orang kelima, seorang dramaturg yang bekerja di suatu Shakespeare company, menjawab: ‘Saya ingin memastikan bahwa setiap aktor memahami setiap kata dan setiap dialog dan setiap adegan dalam sebuah lakon’. ‘Para dramaturg menjawab pertanyaan-pertanyaan,’ ujar panelis terakhir… ‘adalah tugas seorang dramaturg untuk membuat pertanyaan-pertanyaan itu sedalam dan sesulit dan seprovokatif mungkin.

“Dramaturgy Network” yang berbasis di Inggris Raya juga menghasilkan rentang jawaban yang lebar ketika berusaha mendefinisikan apa itu dramaturgi dan kerja para dramaturg. Website mereka mencatat bahwa kata Dramaturg berasal dari Yunani kuno: Dramatourgos = drama (laku atau tindakan) + ergos (kerja atau komposisi). Jadi, mulanya, seorang dramatourgos adalah seorang penyusun (composer) drama, atau penulis naskah drama.

Sementara dramaturgi –sebagai analisis struktural dan wacana estetik—bermula dari era Klasik. Sejarah(-sejarah) teater mencatat bahwa dramaturg muncul di institusi-institusi teater abad ke-18 di Eropa. Para penulis, yang dipekerjakan oleh institusi-institusi teater untuk mengelola dan menciptakan repertoar mereka, menjadi dramaturg. G. E. Lessing, seorang penulis lakon ternama dari Jerman pada masa itu, tulisan-tulisannya tentang seni panggung (stagecraft), sastra dan peran teater dalam pembangunan budaya, sangat berpengaruh dalam membentuk bidang dan praktik dramaturgi. Kaitan dramaturgi dengan bidang sastra tetap tersisa; sampai sekarang istilah “dramaturg” secara umum digunakan untuk merujuk pada penasehat sastra yang bekerja di sebuah gedung/institusi teater, yang berpartisipasi dalam proses latihan, dan mengembangkan dan/atau memastikan bahwa “integritas” atau ruh dari naskah lakon tidak hilang di ruang latihan dan penciptaan yang bergerak cepat.

Patrice Pavis mencatat tugas-tugas yang lebih prosaik di bawah ini sebagai tugas dramaturgikal:

  • Memilih naskah-naskah
  • Melakukan penelitian tentang karya
  • Menetapkan makna lakon-lakon dan meletakkannya ke dalam konteks global/luas (sosial/politis, dll.)
  • Hadir dalam latihan sebagai pengamat yang kritis
    (Patrice Pavis “The Ambivalent Job of the Dramaturg”)

2. Sejarah sangat ringkas atas dramaturgi

Bangunan-bangunan dasar: Poetics karya Aristoteles dan landasan dari gagasan tentang lakon baik (well-made play)

Buku karangan Aristoteles, Poetics, (335 Sebelum Masehi) adalah teks dasar dalam perkembangan tradisi teatrikal Barat, dan sebuah karya kritik dramatik (dramatic criticism). Pusat perhatian buku ini, antara lain adalah drama, komedi, serta puisi liris dan epik. Tragedi dibahas khusus di dalam Poetics. Tragedi, sebuah moda pertunjukan epik, merepresentasikan peristiwa-peristiwa alam yang serius melalui kisah-kisah yang diperagakan. Pertunjukan-pertunjukan dramatik semacam ini biasanya mengembangkan alur cerita melalui sebuah proses penemuan (discovery) dan/atau penyingkapan (revelation atau anagnorisis), lalu menutupnya dengan sebuah laku katarsis.

Buku Poetics sangat memperhatikan ihwal representasi (mimesis). “objek-objek representasi …. adalah orang-orang yang beraksi’ (Poetics, xvii).

Aristoteles mengidentifikasi elemen-elemen kunci dari bentuk dramatik:

  • Alur, cerita (mythos)
  • Tokoh, moralitas sang tokoh (ethos)
  • Pikiran dan pilihan-pilihan yang diambil, sebuah ungkapan dari moralitas sang tokoh (dianoia)
  • Gaya, bagaimana cerita dikisahkan (lexis)
  • Melodi, penggunaan music (melos)
  • Spektakel, pemanggungan dari sebuah karya (opsis)

Buku Poetics Aristoteles adalah tonggak kesadaran dramaturgis, dan identifikasinya terhadap elemen-elemen bentuk dramaturgis tetap penting dalam pemahaman kita atas bagaimana teater diciptakan. Elemen lain yang harus ditambahkan adalah fungsi katharsis – tidak diterangkan secara jelas namun berkaitan dengan penyelesaian (resolution) sebuah drama dan efek dari drama tersebut pada penonton. Katarsis adalah sebuah pengalaman penyingkapan kesadaran (revelation) atau pemurnian –emosi-emosi yang ada dalam karya terkait dengan kenikmatan dan rasa sakit.

Poetics, adalah sebuah pertimbangan sistematis tentang drama dan bagaimana drama bekerja – (bisa) menggambarkan struktur cerita di banyak contoh lakon, pertunjukan, film, TV, dll.

Dramaturgi Hamburg (The Hamburgische Dramaturgie)

Ditulis sebagai sebuah kumpulan ulasan teater, ‘Hamburgische Dramaturgie’ (1767-1769) karya Gotthold Ephraim Lessing, adalah rujukan yang penting, dimana sang pengarang menunjukkan bagaimana dramaturgi bisa berguna di dalam pengembangan literatur dramatik.

‘Hamburgische Dramaturgie’ melakukan kritik secara mendasar pada teater neo-klasik di masa itu dan mengusulkan perhatian lebih mesti diberikan pada kesatuan dramatik dan imajinasi.

Lessing memelopori praktik dramaturg yang bekerja di dalam institusi teater untuk mencurahkan perhatian mereka pada pengembangan sebuah karya. Ia mendukung kesatuan waktu dan tindakan serta kebutuhan untuk melanggar aturan secara baik, (ia secara khusus meremehkan teater Perancis saat itu sebagai sebuah bentuk spektakel). Ia menginginkan lakon berfokus pada situasi/lingkungan individual. Dan menekankan untuk berpikir ihwal alasan dalam mencipta karya.

Nilai Dramaturgi Hamburg

  • Tertarik pada fungsi penidikan dalam teater – dalam hal ini dramaturgi Hamburg menunjukan sebuah pemahaman yang mendahului teater modern
  • Memperkenalkan gagasan tentang kritik teater sebagai sesuatu yang terkait dengan penciptaan teater
  • Dramaturgi sebagai proses dan teater dalam situasi/status (yang sedang) dibentuk, tak ada yang pernah selesai.

Dramaturgi atau Dramaturg?

Dramaturgi adalah penghubung antara gagasan dengan praktik dalam pembuatan serta pementasan sebuah pertunjukan langsung (live performance). Dramaturgi juga sebuah cara untuk mengenali elemen serta bahan-bahan pertunjukan, seperti adegan, pengembangan cerita, tubuh, rancangan sets, tempo, dan sebagainya. Terutama, kemampuan mengenali bahan dan properti dasar sebuah pertunjuan serta pemahaman atas gagasan dan makna-makna kultural yang melatari (pilihan atas) bahan dan properti dasar pertunjukan itu.

Dramaturgi selalu hadir dalam proses penciptaan dan presentasi pertunjukan langsung (live performance). Dramaturgi dapat dijelaskan sebagai suatu himpunan efek, atau sebagai satu konsentrasi dari efek dan cara bekerja yang tunggal seperti dramaturgi teks, dramaturgi akting, dramaturgi media, dan sebagainya. Dramaturgi adalah pengantara proses kreatif.

Seorang dramaturg adalah seseorang yang bekerja di dalam sebuah tim untuk memberi penekanan pada, dan kadang memberi nasihat atas peristiwa, elemen dan properti-properti dramaturgis. Para dramaturg melayani kebutuhan penciptaan, dan peran mereka ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan itu. Mereka mungkin melakukan penelitian, membantu dan berkolaborasi dengan pelaku penciptaan lain seperti sutradara, koreografer dan/atau para perancang, serta mengembangkan diskusi tentang karya melalui tulisannya atau menawarkan konteks-konteks lain ke dalam diskusi.

3. Dramaturgi Baru (New Dramaturgy)

  • Dekade terakhir ini telah menyaksikan penyebaran teori dan praktik dramaturgi. Banyak dari teori dan praktik dramaturgi itu disusun di atas suatu konsep dramaturgi yang masih terus berevolusi, yang lintas disiplin, dan menjadi sebuah jembatan antar gagasan, antara politik dan masyarakat serta praktik seni.
  • ‘Jaringan’ adalah kata kunci.
  • Kerja para dramaturg juga telah berubah; mereka kemudian terlihat melakukan pekerjaan-pekerjaan riset, menyunting, memfasilitasi praktik-praktik penciptaan pertunjukan kontemporer (devised practices) dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan besar tentang kebudayaan dan agensi.
  • Para dramaturg menjadi penghubung antara teater dan konteks-konteks lain di kesenian dan masyarakat.
  • Peran dramaturg dan kurator menjadi sedikit kabur.

Dalam upaya menggambarkan praktik dramaturgi sebagai suatu jejaring (sistem) tindakan (network of operations), Marianne Van Kerkhoven memunculkan istilah ‘dramaturgi baru’ (new dramaturgy).

Van Kerkhoven menyebut dramaturgi baru: “belajar menyikapi kompleksitas … dan memberi masukan pada percakapan tentang karya yang sedang berlangsung, ia merawat potensi reflexif sebagaimana juga daya puitis penciptaan. Dramaturgi adalah.. terutama suatu pergerakan yang terus-menerus.” Marianne Van Kerkhoven, ‘European Dramaturgy in the 21st Century’, Performance Research, 14: 3, (2009) 10.

Dalam “mengamati tanpa pensil di tangan,’ Van Kerkhoven bilang bahwa dramaturgi baru:

  • Memulai dengan pertanyaan tentang jarak –‘situasi penuh perasaan yang intens’.
  • Diskusi itu susah.
  • Setiap produksi (karya) memiliki metodenya sendiri.
  • Dramaturgi selalu menaruh perhatian pada pengubahan perasaan ke dalam pengetahuan, dan sebaliknya.
  • Dramaturgi itu tentang melihat.
  • Menyetujui dan menolak, masing-masing ada saatnya.
  • Melibatkan hubungan-hubungan personal.\
  • Dengan menulis tentang karya, sang dramaturg melancarkan jalan (karya) pada penyiaran publik.
  • Suatu mediasi psikologis.
  • Sebuah profesi yang terbatas.
  • Menghadiri dan mengisi proses kreatif.
  • Tak ada perbedaan mendasar antara dramaturgi tari dan dramaturgi teater.
  • Kerap tak linear, berupaya mengelola kompleksitas.

Dramarugi baru:

  • Menunjukkan kepekaan/kesadaran atas sistem dan jaringan.
  • Menemukan lapisan-lapisan makna dalam sebuah karya.
  • Lebih menyukai kolaborasi ketimbang model sang pencipta tunggal.
  • Menjelajahi kerja seni dalam keragaman konteks yang dimilikinya.
  • Lintas disiplin dan menolak hirarki.

Dengan berpegangan pada poin-poin ini, dalam ceramah ini saya ingin melihat beberapa kemungkinan dan masalah dramaturgi baru terkait dengan pertanyaan-pertanyaan tentang percampuran (hybridity) dan bentuk, dan juga dalam hubungannya dengan minat atas dramaturgi di Asia.

4. Bahan-bahan dasar dramaturgi – menuju dramaturgi media baru (new media dramaturgy – NMD).

Dramaturgi media baru (DMB) memberi arah baru pada visualitas, kelintas-mediaan (intermediality), dan bagaimana praktik artistik bergerak di antara pertunjukan dan seni instalasi. – Marshall McLuhan: “We have our nervous system outside us in electric technology’.

Ketika memikirkan hal ini, Marianne Van Kerkhoven mengatakan:
is there a dramaturgy for movement, sound, light and so on, as well? Is dramaturgy the thing that connects all the various elements of a play together? Or is it rather, the ceaseless dialogue between people who are working on a play together – or is it about the soul, the internal structure, of a production: or does dramaturgy determine the way space and time are handled in a performance, and so the context and the audience too. And so on…We can probably answer all these questions with ‘Yes, but…’”(Van Kerkhoven 1994, theatreschrift, nr8: 5). “… adakah suatu dramaturgi kusus untuk gerak, bunyi, cahaya dan seterusnya? Apakah dramaturgi adalah sesuatu yang mengaitkan seluruh elemen yang beragam dari suatu lakon menjadi kesatuan? Atau ia hanyalah suatu dialog terus menerus di antara orang-orang yang bekerja dalam suatu lakon? Atau ia tentang jiwa, struktur dalam, dari sebuah karya: atau apakah dramaturgi menentukan cara ruang dan waktu disikapi dalam suatu pertunjukan, sebagaimana juga cara menyikapi konteks dan penonton? Dan seterusnya… Kita mungkin bisa menjawab seluruh pertanyaan ini dengan ‘Ya. Tapi…’“ (Van Kerkhoven 1994, theatreschrift, nr 8: 5)

  • Dramaturgi benda-benda.
  • Dramaturgi hubungan-hubungan keruangan.
  • Dramaturgi kepenontonan.
  • Dramaturgi tujuan/niat artistik.
  • Dramaturgi estetika.
  • Dramaturgi karya.
  • Gagasan Van Kerkhoven atas dramaturgi itu hibrid, interaktif, dan politis.
  • Projek kita untuk dramaturgi media baru ini berfokus pada ‘dramaturgi gerak, bunyi, cahaya, dan seterusnya…”

Dramaturgi media baru menekankan pada sifat bahan (materiality) dari suatu pertunjukan dan menyatakan ulang fakta bahwa pertunjukan dibuat dengan teknologi, medium, bentuk, atmosfir dan adegan-adegan kreatif yang ditubuhkan, visual, tinampilan (performative) dan kisah (narrative). Kaitan satu sama lain antara semua hal ini dan bagaimana itu semua berelasi dengan penonton kerapkali berubah.

5. Dramaturgi dan Asia.

Bagian ceramah ini akan mendiskusikan ihwal dramaturgi di Asia.

• ASIAN DRAMATURGS NETWORK, pertama kali bertemu di Singapura pada bulan April 2016, didirikan oleh Lim How Ngean dan kawan-kawan.
• “Baik di tari maupun teater, peran dramaturgi (dan sang dramaturg) telah berkembang menjadi semakin penting di Asia Tenggara dan Asia, dengan penyebaran karya-karya baru yang didorong oleh jaringan festival seni pertunjukan dan pusat-pusat seni pertunjukan yang semakin terkelola dan tertata secara formal. … Komunitas dramaturg di Asia, yang meski kecil tapi aktif, kerap beroperasi secara mandiri dalam isolasi.” Ini kutipan dari dokumen pendirian mereka. Tujuan mereka adalah untuk memformalkan praktik dan pelatihan dramaturgi dan mendukung pertumbuhan dramaturgi dalam hubungannya dengan, tapi juga mandiri dari, dramaturgi Eropa.

Sebagai suatu projek, ADN, melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sangat provokatif tentang apa itu dramaturgi dan apa yang bisa ia sumbangkan bagi seniman di wilayah ini. Lim, yang bekerja di dunia tari, melihat sebuah kebutuhan untuk mengembangkan kesadaran dramaturgi tari dan juga dramaturgi yang bekerja dalam hubungannya dengan festival-festival dan penciptaan karya-karya baru dalam peristiwa-peristiwa ini.

Ragam pertanyaan lain adalah tentang bagaimana dramaturgi bisa memenuhi harapan para pembuat seni pertujukan di wilayah ini. Di sisi lain, ada banyak resistensi dari model-model penciptaan tradisional dalam teater dan tokoh-tokoh ‘sutradara jenius’ dari tradisi teater avan-garde di Asia.

Telah ada beberapa contoh karya yang menarik, yang sangat dramaturgis dalam penciptaannya: misalnya, karya Ong Keng Sen, serta karya Jerome Bel “Pichet Klunchun and myself”.

Apa yang bisa disumbangkan dramaturgi dalam lanskap pertunjukan Asia?

  • Menggerakkan praktik-praktik lintas disiplin.
  • Membantu proyek-proyek kolaborasi.
  • Membangun pengetahuan akan pertunjukan di dalam lanskap ini – para dramaturg membawa pengalaman teater yang luas.
  • Membuat pertunjukan yang lebih baik – perhatian yang lebih pada struktur, teknik, presentasi, dan sebagainya.
  • Membuka kemungkinan untuk pentas keliling (touring) – membuat pertunjukan untuk acara dan konteks tertentu seperti festival, acara dalam komunitas, menjadi bagian dari aktivitas pembangunan masyarakat.
  • Menciptakan dialog yang lebih kuat tentang dan di dalam teater – gagasan-gagasan apa yang melandasi penciptaan sebuah karya dan bagaimana itu semua terlihat di dalam praktiknya.

Catatan Penutup – kenapa dramaturgi penting.

Ceramah ini akan ditutup dengan beberapa pemikiran umum tentang mengapa dramaturgi itu penting.

Hal pertama yang bisa disampaikan adalah bahwa dramaturgi tidak sedang ‘menyelamatkan’ teater/pertunjukan, maupun akan membuat pertunjukan yang selalu bagus. Kita harus skeptikal pada peran dramaturg sebagai ‘dokter naskah’, yang siap menyelamatkan seniman dari ketololan mereka sendiri dan memulihkan tatanan dalam proses kreatif yang kacau. Tidak, ini bukan kenapa dramaturgi itu penting, meskipun bisa saja peran-peran itu bisa dimainkan oleh para dramaturg.

Buat saya, dramaturgi itu penting karena ia mengubah pemahaman kita atas apa itu teater atau seni pertujukan, dan kemungkinan perkembangannya lebih lanjut. Pertanyaan tentang kenapa teater/pertunjukan selalu mementingkan dramaturgi karena dramaturgi menyikapi teater sebagai sebuah medium untuk menyampaikan gagasan-gagasan. Dramaturgi adalah suatu cara di mana kita berfikir dalam terma-terma yang kongkrit atas bagaimana gagasan diekspresikan dan dikomunikasikan di dalam proses kreatif.

Dramartugi itu penting karena ia adalah kerangka kerja yang menempatkan teater/seni pertunjukan dalam pertimbangan kesadaran kebudayaan, sosial dan politis, sembari tetap mempertahankan, dan tinggal di dalam sistem estetika pembuat makna. Saya suka gagasan tentang ‘jaringan’, bukan hanya karena ia menyampaikan penekanan bahwa seni itu terhubung dengan aspek-aspek kehidupan lain, tetapi juga karena suatu jaringan adalah juga sebuah komunitas, seperangkat kolaborator, sebuah sistem aliran dan interaktifitas. Jika berada di dalam jaringan, teater tidak bisa mandeg (fixed) atau macet di dalam sejenis ketakbergerakan (stasis). Teater menjadi dinamis dan aktif.

Dramaturgi itu penting karena ia bisa membuat kita (pelaku) menjadi lebih baik dalam apa yang kita lakukan. Dramaturgi menempatkan proses, kolaborasi, dan fikiran, di dalam jantung praktik penciptaan.

Dan yang terakhir, saya telah sampai pada pandangan yang melihat dramaturgi sebagai sebentuk agensi kultural. Saya melihat kerja dramaturg sebagai sesuatu yang bisa menempatkan diri di ruang-ruang kultural dan politis di antara teater/seni pertunjukan dan lingkungan social (social sphere), beserta banyak dimensinya. Pada titik ini kita melihat para dramaturg menyelenggarakan konferensi, debat dan workshop. Mereka juga mengkurasi festival dan bekerja dengan kelompok-kelompok dalam komunitas di dalam kerangka lintas disiplin. Banyak dari aktivitas-aktivitas ini dengan jelas tampak terhubung dengan praktik-praktik kesenian yang telah ada sebelumnya, tapi sebagian yang lain tidak. Meskipun demikian, menurut saya semua aktivitas ini diantarai dan disusun dari suatu kesadaran yang sungguh-sungguh atas pertunjukan.