Senin, 10 November 2025 – Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) kembali menggelar Pidato Kebudayaan dengan tema besar “Ruang sebagai Agensi: Jakarta, Kota Global, dan Negoisasi Budaya”. Gelaran ini dilaksanakan bersamaan dengan ulang tahun Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki. Menggandeng seniman dan sastrawan Afrizal Malna, Pidato Kebudayaan DKJ 2025 dilaksanakan di Graha Bhakti Budaya mulai pukul 19.00 WIB.
Dengan tajuk “Suara Bajaj dari Cikini”, Afrizal Malna membawakan persoalan besar yang mengakar dari masa kecilnya di Jakarta. Lebih jauh lagi, Malna berupaya membaca Jakarta sejak konteks Batavia di Hindia Belanda untuk mengurai memori kolektif warga yang tumpang tindih atau bahkan hilang. Moda transportasi bajaj dan becak menjadi salah satu mediumnya untuk melihat perkembangan serta negosiasi budaya dari ruang kehidupan sehari-hari.
“Bajaj merupakan kendaraan pengganti kenangan saya tentang becak di masa kanak-kanak saya. Kendaraan yang brutal ini sebenarnya sangat berbeda dengan becak. Sejak saya mulai sekolah di taman kanak-kanak dan sekolah dasar di Jalan Kwini, Jakarta Pusat, becaklah yang mengantar saya ke sekolah dan kemudian menjemput saat pulang sekolah. Orang tua tidak khawatir abang becak akan menculik anaknya,” ujar Afrizal Malna dalam pembukaan pidatonya.
Afrizal Malna tidak tampil sendirian. Malam Pidato Kebudayaan DKJ 2025 ini juga dimeriahkan oleh Voice of Baceprot, band metal Indonesia yang telah mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.
Afrizal Malna juga hadir bersama kolaborator Jaringan Masyarakat Miskin Kota – Urban Poor Consortium perwakilan warga Pulau Pramuka. Salah satu warga perwakilan Pulau Pramuka, Mahariah yang merupakan aktivis lingkungan, turut hadir memenuhi perbincangan terkait geliat warga kampung kota Jakarta. Bersama, mereka kembali menapak tilas ide Jakarta sebagai Kota Global yang juga lahir dari agensi tangan-tangan kecil di sepenjuru kota.
“Apakah kota global itu: Rumusan AI: “Adalah kota yang bisa menjadi pusat jaringan ekonomi dan politik global. Sebagai pusat keuangan, perdagangan, dan jasa global; tempat berbagai perusahaan transnasional maupun multinasional menjalankan bisnisnya. Pusat inovasi budaya, tempat berkumpulnya seniman-seniman dunia, dan acara-acara kesenian berskala internasional. Memiliki infrastruktur transportasi dan komunikasi yang canggih, mampu menghubungkan dan mempengaruhi kota-kota di seluruh dunia. Mampu mengembangkan teknologi baru yang berpengaruh secara global.” Afrizal Malna merefleksikan kembali definisi kota global dengan bantuan AI sebagai bagian dari pidatonya.
Memori kolektif, agensi ruang dan warga, serta perkembangan kota menjadi elemen penting bagi langkah-langkah kota Jakarta. Pidato Kebudayaan DKJ 2025 diharapkan dapat membuka ruang diskusi dan refleksi bagi lebih banyak lapisan masyarakat untuk menyongsong Jakarta sebagai kota global.
(Hanadia Mumtaz)
