Tari Melayu adalah satu di antara produk budaya masyarakat yang ada di Nusantara yang tidak luput mengalami pengaruh dan dinamika sejarah dan sosial masyarakat. Sebagai sebuah produk dari sebuah entitas masyarakat, tari Melayu dalam kesejarahannya tidak bisa merujuk pada sebuah batas teritori satu wilayah, dan bahkan satu negara tertentu. Ia bahkan adalah produk sebuah bangsa yang bisa dilacak hadir sebelum adanya batas negara, sehingga keberadaannya bisa dirujuk pada banyak negara dalam satu kawasan. Sebagai budaya, Melayu pada dasarnya tidak bisa diklaim sebagai milik satu negara tertentu.
Pada periode tahun 1950an, tari Melayu banyak berkembang di Negara Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam. Bahkan Soekarno sempat mencanangkan para pemudi-pemuda Indonesia untuk belejar tari Melayu “Serampang 12” sebagai usaha untuk membentengi pergaulan dari tarian-tarian budaya Barat (Cha-Cha, Waltz, Agogo, dll) yang trend di kalangan anak muda kala itu. Jauh sebelumnya pada masa kemerdekaan, budaya Melayu sebenarnya juga sangat dekat dengan hiburan rakyat, seperti pada teater bangsawan ataupun Komedi Stamboel, serta pada masa masuknya Islam di Nusantara yang banyak menggunakan budaya Melayu sebagai alat syiar agama.
Tahun ini, Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menyelenggarakan program Telisik Tari dengan mengusung tema Tari Melayu. Telisik Tari adalah platform untuk mendiskusikan isu-isu seputar tari tradisional di Indonesia secara kritis. Program ini adalah program pengembangan dan penyempurnaan dari program sebelumnya, Maestro! Maestro!, dengan berbasis wacana. Komite Tari DKJ melibatkan pakar-pakar di bidang kesenian Melayu sebagai konsultan dalam merancang rangkaian acara yang terdiri dari seminar, master class, dan pertunjukan yang berbasis riset.
“Fokus ini kami ambil dengan tujuan untuk mengingatkan kembali bahwa banyak budaya Indonesia berdasar pada budaya Melayu. Kami merasa generasi muda saat ini melihat Melayu seakan-akan adalah milik negara tetangga. Untuk itu pada Telisik Tari tahun ini kami angkat Tari Melayu,” ujar Hartati, Ketua Komite Tari DKJ.
Telisik Tari 2016: Tari Melayu diadakan selama dua hari, Rabu & Kamis (23-24 November 2016) di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Hari pertama diisi dengan seminar yang menghadirkan Suhaimi Magi (Peneliti dan Koreografer Tari Melayu – Malaysia) dan Julianti Parani (Ahli Tari) sebagai pembicara, serta Renee Sariwulan (Peneliti Tari) sebagai fasilitator. Setelah seminar, dilanjutkan dengan masterclass tari Melayu Nusantara bersama Kak Wardi dan Irianto Catur SBP mulai pukul 14.00 WIB.
Hari kedua, program ini diisi oleh pertunjukan Panggung Empu Tari Melayu yang menampilkan Kak Wardi, Tom Ibnur, dan Irianto Catur SBP mulai pukul 19.00 WIB. Selama pertunjukan kita akan dipandu oleh pembawa acara terkemuka, Uli Herdinansyah. Untuk menambah rasa Melayu dalam program ini, kami pun membuat pameran dan kuliner khas Melayu di lobi Graha Bhakti Budaya.