Ada banyak alasan bagi seseorang untuk menciptakan karya seni, namun pada prinsipnya ini adalah ekspresi kreatif dari emosi, nilai, dan pengalaman mereka. Dorongan untuk berekspresi adalah bagian dari sifat alami manusia, itulah sebabnya seni memiliki kekuatan untuk menginspirasi dan memobilisasi perubahan, karena beresonansi dengan orang-orang yang mengkonsumsinya. Baik secara eksplisit maupun implisit, seni sering kali digunakan untuk mengekspresikan kegelisahan seniman secara simbolis terhadap apa yang terjadi di sekitar kita, yang dapat dirasakan oleh para penikmatnya.

Seni, terutama seni visual, di era media digital dan media sosial berfungsi sebagai alat yang ampuh untuk aktivisme dengan memperkuat suara, menumbuhkan solidaritas, dan mendorong perubahan sosial, namun juga menghadapi tantangan dalam hal komersialisasi dan distorsi pesan.

Aktivisme Seni dalam Sejarah

Kegelisahan adalah motivasi yang kuat untuk berkarya dan sepanjang sejarah, seni sering digunakan untuk mengkritik ketidakadilan dan kesalahan, meningkatkan kesadaran, dan memobilisasi perubahan. Sepanjang sejarah sudah ada banyak contoh karya seni yang menjadi wahana bagi pembuatnya untuk memprotes keadaan atau untuk menyebarkan ide dan semangat yang beresonansi luas dengan orang-orang yang melihatnya. Kadang karya seni aktivisme bisa mengakibatkan pembungkaman atau penangkapan seniman, karena keputusan untuk menciptakan dan menyebarluaskan karya seni aktivisme pada dasarnya adalah cara seniman tersebut memprotes sesuatu yang bertentangan dengan nilai dan prinsip yang dianutnya.

1. Grafiti merdeka ataoe mati yang menjadi simbol perlawanan atas penjajahan bisa dilihat banyak orang karena posisinya yang berada di sisi gerbong kereta.

2. Guernica oleh Pablo Picasso (1937) adalah reaksi pelukisnya terhadap berita peperangan yang terjadi saat itu. Hingga saat ini Guernica masih menjadi salah satu

3. Yayak Yatmaka adalah salah satu seniman aktivis Indonesia yang sudah aktif sejak zaman orde baru, hingga saat ini beliau masih aktif memproduksi karya seni aktivismen di media sosial.

Titik Pertemuan Antara Seni Dan Aktivisme Di Zaman Digital

Seni berevolusi seiring dengan berjalannya waktu, seiring dengan berkembangnya teknologi dan semakin meluasnya penggunaan teknologi, seni pun bertransisi dan berekspansi ke dalam bentuk digital. Kini lebih mudah bagi para seniman untuk berbagi dan mempromosikan karya mereka, tidak lagi terbatas pada pameran dan galeri, kelompok audiens dan penikmat mereka tidak lagi dibatasi oleh jarak.  Kini, aktivisme seni memiliki media dan platform yang memungkinkannya untuk berkembang. Seorang seniman sekarang dapat mengekspresikan emosi dan kepedulian mereka secara langsung dan cepat dan mempresentasikannya kepada dunia, baik dengan membagikannya secara digital atau dalam kasus instalasi atau mural melalui unggahan dan kabar yang dibagikan di media sosial oleh orang-orang yang mengalaminya secara langsung.

Karya-karya seni ini diterima oleh khalayak yang lebih luas, mendorong mereka untuk peduli terhadap ketidakadilan, mengedukasi mereka tentang hak asasi manusia serta isu-isu yang membebani kaum minoritas, dan menyerukan perubahan. Jika hal tersebut beresonansi dengan seseorang, mereka akan membagikannya kepada orang lain, semakin memperluas penyebaran karya seni dan pesan aktivisme.

4. Akun @komikfaktap di instagram adalah salah satu akun yang aktif membagikan karya seni yang mengaungkan kegelisahan rakyat Indonesia.

Dampak aktivisme berbasis seni di Indonesia memiliki potensi yang besar, dengan 139 juta pengguna media sosial yang aktif. Gambar Garuda biru yang menyerukan Peringatan Darurat dibagikan oleh setidaknya 53.000 pengguna Instagram dalam beberapa jam dan memicu demonstrasi massal keesokan harinya. Namun aktivisme dalam seni tidak selalu bersifat ekstrim, seringkali seorang seniman hanya mengekspresikan keinginan mereka untuk melakukan perubahan terhadap situasi saat ini. Di lain waktu, seniman menggunakan bakat dan platform mereka untuk membantu menggalang donasi atau menyerukan perubahan perilaku dengan cara yang tidak terlalu mengganggu dan mudah dibagikan, sehingga format dan media ini menjadi sangat efektif untuk kampanye online.

5. Dengan membagikan karya dari seniman seperti @gambarnana di sosial media, netizen mengekspresikan kegundahan mereka yang terwakili oleh karya tersebut.

 

6. Media sosial memungkinkan kita untuk memahami dan berempati dengan apa yang terjadi di tempat lain, seperti akun @palestinianartist yang membagikan karya seni oleh seniman Palestina serta mendorong penggalaman dana bagi pengungsi Gaza.

Besarnya potensi kekuatan aktivisme seni melalui sosial media juga diimbangi dengan tantangannya tersendiri. Ada risiko karya seni visual kehilangan pesannya akibat komersialisasi. Kadang seni aktivis dapat disalahartikan atau dikooptasi oleh kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Ada juga tantangan dalam memastikan bahwa seni dalam aktivisme menjangkau dan beresonansi dengan audiens yang beragam serta memberikan mereka informasi mengenai cara untuk menindaklanjuti. Sebagai bentuk seni visual statis dan video, seniman aktivis juga harus dirundung masalah yang membayangi seniman lainnya di masa kini, misalnya isu pencatutan karya atau maraknya peniruan dengan penggunaan kecerdasan buatan (AI). Tidak lupa, sama seperti aktivisme lainnya dari masa ke masa, akan selalu ada risiko pembungkaman.

Evolusi, Relevansi, Resonansi

Sebagai perwujudan ekspresi, memang seni tidak bisa dipisahkan dari aktivisme dan simbolisasi dari nilai-nilai yang dianut senimannya serta bagaimana orang-orang yang mengkonsumsi karya seni tersebut menyikapinya. Di zaman serba digital, aktivisme berbasis seni sudah berevolusi dan kini semakin cepat penyebarannya berkat media sosial. Masih ada banyak tantangan dan akan selalu ada aspek subyektif dalam mengkonsumsi karya seni namun tidak bisa dipungkiri bahwa seni akan selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Seiring dengan perkembangan tersebut, aktivisme berbasis seni juga akan ikut berkembang, penting bagi semua orang untuk memahami dan mendukung sinergi antara seni dan aktivisme.

***

Indira Prana Ning Dyah

Indira adalah penulis, penyunting dan penerjemah yang berdomisili di Jakarta. Dengan latar belakang Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris dari Universitas Atma Jaya Jakarta dan Master of Management dari Binus Business School, ia sudah mencicipi berbagai jenis posisi dan pekerjaan, antara lain sebagai wartawan, konsultan humas, dan peneliti pemasaran sebelum akhirnya memutuskan untuk menjadi pekerja lepas. Proyek yang pernah ditangani datang dari beragam industri, dari mulai laporan bisnis, penerjemahan naskah panggung, hingga penulisan blog dan takarir media sosial.Sembari malang melintang selama lebih dari dua dekade sebagai perangkai kata, Indira juga terus memperkaya ilmu melalui berbagai hobi, kegiatan, dan komunitas yang diikutinya, antara lain akting, puisi, dan kerajingan tangan.  Di waktu senggangnya Indira juga menyempatkan diri untuk menghadiri pameran seni, pemutaran film dan pementasan teater. Semenjak tahun 2021 ia juga aktif menjadi game master untuk permainan Tabletop Role-Playing Game, terutama Dungeons and Dragons.