Jakarta – Tiga tahun lalu, Marina Abramovic menulis 10 seniman provokatif yang karyanya wajib ditonton. Dia menuliskan nama seniman asal Solo Melati Suryodarmo di posisi ketiga, berdampingan dengan nama-nama yang melegenda lainnya di dunia. Perkenalan Melati dengan Marina terjadi saat dirinya tengah belajar di Jerman selama kurun waktu 1997 hingga 2003.

Di awal 1990-an, perempuan kelahiran 1969 itu sudah hijrah dari kampung halamannya untuk menimba ilmu di sana. Melati pun menjadi asisten tak resmi Marina. Ibarat ngabuburit jelang buka puasa, Melati hadir dan menceritakan kisahnya.

“Saya menjadi asisten kemahasiswaan dia. Mengurus tiket pesawat, tiket kereta kalau Marina akan bepergian atau residensi, ngurus jadwal perkuliahan, dan juga saya belajar banyak dari Marina,” ungkap Melati di Galeri Cipta II, kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), dalam program ‘Lintas Media’ yang digelar oleh Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

Bagi Melati, persoalan ketubuhan sudah meracuninya sejak masih di Solo. Saat belajar dengan Marina, dia pun sudah meneliti ‘ketubuhan’ dan persoalan ‘meminjam’.

“Sesungguhnya apa yang ada di tubuh ini adalah pinjaman. Dan Marina tidak mau menjadikan muridnya jadi seperti dia. Saya belajar banyak hal, termasuk semangat mempertahankan genre dan bagi saya ini sangat penting,” lanjut Melati.

Suatu hari, Melati sebagai mahasiswi Marina hadir di sebuah konferensi pers dan menjelaskan mengenai karya yang bakal ditampilkannya. Ada seorang wartawan yang mengatakan karyanya mirip dengan karya seniman lainnya. Melati terkejut.

“Saya tidak tahu siapa seniman itu dan bagaimana karyanya. Sontak, saya defensif dan bilang tidak tahu. Tapi Marina langsung meng-cut dan mengatakan, mohon maaf murid saya ini masih kurang pengetahuan, jadi mohon dimaafkan. Duh, saya malu sekali kalau ingat itu. Sekarang saya mengerti apa maksud dari Marina mengatakannya kepada media,” kenang Melati.

Perjalanan Melati dari Solo ke Jerman, dari Marina Abramovic ke Boris Nieslony mempengaruhi karier berkeseniannya. Di program ‘Lintas Media’, Melati menerangkannya secara runut dan detail, segala peristiwa yang terjadi sejak kecil hingga dia kembali ke Indonesia.

Melati merupakan lulusan studi Hubungan International di FISIP UNPAD pada 1993. Ia belajar jurusan seni rupa dengan fokus pada bidang studi Konsep Ruang dan Performance Art di Hochschule fur Bildende Kunste Braunschweig (HBK), Jerman di tahun 1994.

Selain berguru pada Marina, di HBK Braunschweig, Melati belajar performance di bawah bimbingan intensif Anzu Furukawa (performance/ Butoh). Dia telah menampilkan karyanya di berbagai festival internasional dan berpartisipasi di pameran seni rupa di berbagai negara. Di antaranya adalah 52nd Venice Biennale Dance Festival (2007), KIASMA Helsinki (2007), TransART Festival, Bolzano (2012), dan OzAsia Festival, Adelaide (2015). Sejak 2007, Melati memfasilitasi PALA (Performance Art Laboratory Project) dan ‘undisclosed territory’, performance art event yang diadakan setiap tahunnya. (Sumber: Detik.com)

(tia/mmu)