Pada 2024 ini, komite seni pertunjukan Dewan Kesenian Jakarta, yaitu Komite Tari, Komite Teater, dan Komite Musik menyelenggarakan program Performing Arts Incubation Trajectory (PAIr) 2024. Program lintas komite tersebut bermitra dengan Jejaring Produser Pertunjukan Indonesia.
Rangkaian acara dalam program PAIr 2024 ini diawali dengan panggilan terbuka (open call) kepada seniman seni pertunjukan di seluruh Indonesia. Ada 58 seniman dari seluruh Indonesia yang mendaftar. Setelah melalui kurasi dan rapat seleksi, akhirnya terpilih 7 seniman untuk mengikuti Program Transit 1 PAIr 2024: PAIring dalam Artistic Development. Para seniman yang terpilih adalah Ishvara Devati, Shohifur Ridho’i, Razan Mohamad, Putri Wartawati, Deska Bayu, Enji Sekar, dan Said Riyadi. Ketujuh seniman tersebut datang dari disiplin yang bervariasi yang meliputi teater, tari, musik, dan performans. Program Transit 1 diadakan pada 21-28 Juni 2024 di Taman Ismail Marzuki yang meliputi Studio Latihan Tari, Studio Latihan Tari Tradisi, dan Ruang Pameran Lantai 2 Gedung Planetarium untuk Presentasi Studio pada dua hari terakhir.
Sebagai perlintasan pertama PAIr 2024, Artistic Development sendiri merupakan program Komite Tari–DKJ, yaitu sebuah program yang bermuatan kerja praktif serta kreatif dengan pendekatan lintas disiplin. Di dalam Artistic Development, koreografi dimaknai secara beragam dan inklusif berdasarkan keterhubungan dengan berbagai konteks disiplin, keilmuan, dan latar belakang lokalitas masing-masing peserta. Dalam konteks PAIr 2024, dikemukakan perihal Koreografi Sosial dalam Artistic Development, baik sebagai penawaran dan basis dalam lokakarya; sebagaimana pada tahun ini, Komite Tari-DKJ mengangkat tema Koreografi Sosial, terkait tema besar DKJ pada 2024 yaitu “Reposisi: Seni, Kota, Warga”.
Pemaknaan Koreografi Sosial sendiri adalah pada peran koreografi dalam mencermati isu-isu sosial—berdasarkan suatu kepedulian. Adapun peran tersebut bermuatan kolaborasi lintas-disiplin; semisal terkait filsafat, ilmu-ilmu sosial, ekologi, dan terkait ruang secara spasial dan temporal. Selain itu, tema ini mengandung isu sosial dalam ruang sosial, dengan kembali pada Expanded Choreography; tema yang diangkat oleh Komite Tari-DKJ pada tahun sebelumnya.Sebagai kerangka yang kemudian mendorong kerja keartistikan, expanded choreography memungkinkan terbukanya peluang secara keterhubungan dengan praktik selain/di luar tari; termasuk menegasikan yang diketahui secara konvensional terkait seni pertunjukan.
Dalam lokakarya Artistic Development, para seniman ditantang untuk melahirkan sebuah karya berdasarkan sudut pandang yang baru. Dengan dipandu oleh Taufik Darwis selaku fasilitator lokakarya, awalnya para peserta mendapat pemaparan mengenai dasar inkubasi kekaryaan yang dipantik oleh ketua Komite Tari, yaitu Josh Marcy, dan Saras Dewi, anggota. Dalam pemaparannya, Saras Dewi menyampaikan bahwa “koreografi sosial sebagai suatu konsep menggambarkan bagaimana perilaku sosial dan interaksi antar individu diorganisasikan dalam (ke)masyarakat(an) serupa dengan gerakan dalam tarian”. Konsep tersebut melibatkan analisis kritis tentang struktur sosial yang mengandung elemen ruang, norma, dan kuasa.
Setelah berproses pada 21-26 Juni 2024, di penghujung lokakarya yaitu pada 27-28 Juni 2024, para seniman akan menampilkan gagasannya kepada publik dengan format Presentasi Studio. Para peserta ditantang mengemukakan poin materialisasi gagasan yang selama lokakarya dibangun dengan berbagai pertimbangan. Presentasi Studio hari pertama menampilkan Said Riyadi, Ishvara Devati, Shohifur Ridho’i, dan Enji Sekar; dan hari kedua menampilkan Putri Wartawati, Razan Wirjosandjojo, dan Deska Bayu. Presentasi Studio dipenuhi oleh para penonton yang tertarik dengan format presentasi karya bertumbuh.
Lokakarya dan presentasi studio Artistic Development memberikan kesan kepada para seniman peserta. Hal tersebut diungkap oleh Deska Bayu, salah satu seniman:
“Menurut saya, program PAIr Artistic Development kemarin berjalan cukup baik dan tentu saja menantang. Bekerja dan bertumbuh bersama dengan seniman lintas disiplin lain tentu membuat banyak sekali asupan pengetahuan dan cara pandang baru di dalam menggali gagasan soal kekaryaan. Hal inilah yang kemudian mungkin mengubah sedikit banyak kebiasaan atau pakem-pakem saya dalam berkarya, dan tetap menjadi pengalaman yang seru. Bisa bergabung dengan program ini adalah hal yang saya syukuri.”
Penulis: Muhammad Ridho
Editor: Fadjriah Nurdiarsih, David R. Tandayu