Pernyataan Dewan Kesenian Jakarta Menanggapi Sensor Pemerintah terhadap Karya Seni

Belakangan ini, dunia kesenian Indonesia menghadapi serangkaian tindakan sensor yang mengancam kebebasan berekspresi para seniman. Kasus-kasus ini mencakup berbagai bidang seni, mulai dari musik, seni rupa, hingga teater.

Kasus terbaru yang mencerminkan upaya pembungkaman terhadap ekspresi seni adalah yang menimpa grup musik punk asal Purbalingga, Sukatani.

Pada Februari 2025, mereka terpaksa meminta maaf dan menarik lagu mereka, “Bayar Bayar Bayar”, dari semua platform. Lagu ini mengkritisi pungutan liar dan korupsi di berbagai institusi, termasuk kepolisian. Setelah menjadi viral dan mendapat tekanan, Sukatani akhirnya menyampaikan permohonan maaf kepada Kapolri serta menarik lagunya dari peredaran.

Situasi ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk mempersekusi karya-karya seni yang kritis terhadap pemerintah. Tekanan semacam ini tidak hanya berdampak pada individu atau kelompok yang menjadi target, tetapi juga memicu tindakan swasensor, di mana institusi seni mulai membatasi ruang bagi ekspresi yang dianggap sensitif.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa iklim kesenian semakin terancam oleh sensor dan pembatasan terhadap karya yang mengandung kritik sosial.

Padahal, kebebasan berekspresi dijamin oleh Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal 32 UUD 1945 juga menegaskan bahwa negara harus memajukan kebudayaan dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan melindungi hak para seniman dalam berkarya. Pasal 4 menyebutkan bahwa pemajuan kebudayaan bertujuan untuk:

  • Melindungi dan memperkuat jati diri bangsa melalui budaya,
  • Meningkatkan kontribusi budaya Indonesia di tingkat global,
  • Mewujudkan masyarakat yang demokratis dan inklusif.

Sementara itu, Pasal 6 menegaskan bahwa negara wajib menjamin kebebasan berekspresi dan apresiasi seni. Tindakan sensor terhadap karya seni bukan hanya bertentangan dengan UU ini, tetapi juga merusak ekosistem budaya yang seharusnya berkembang dalam kebebasan dan keterbukaan.

Dewan Kesenian Jakarta menegaskan komitmen untuk berdiri bersama para seniman dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi dan berkesenian.

Dewan Kesenian Jakarta mendorong pemerintah dan semua pihak terkait untuk menghormati dan melindungi hak-hak seniman dalam berkarya, serta memastikan bahwa ruang-ruang ekspresi seni tetap terbuka dan bebas dari intervensi yang tidak semestinya.

Negara harus menjamin kebebasan berekspresi agar tidak ada pembungkaman karya-karya seni baik oleh aparat maupun oleh pemilik ruang seperti yang terjadi belakangan ini.

Kami percaya bahwa seni memiliki peran vital dalam membangun masyarakat yang kritis, inklusif, dan demokratis. Oleh karena itu, segala bentuk sensor dan pembatasan terhadap karya seni harus dihentikan demi kemajuan budaya dan peradaban bangsa.

Dewan Kesenian Jakarta akan terus memantau perkembangan situasi ini dan siap bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan kebebasan berkesenian di Indonesia tetap terjaga.

Jakarta, 20 Februari 2025

Dewan Kesenian Jakarta