Djakarta Teater Platform (DTP) untuk keempat kalinya kembali diselenggarakan pada awal tahun 2018 ini. Program Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta yang terdiri dari (Afrizal Malna, Adinda Luthvianti, Budi Sobar, dan Rita Matumona) ini sudah bergulir sejak tahun 2017 dengan menampilkan 3 teater, yaitu Teater Payung Hitam, Teater Poros, dan Bandar Teater Jakarta. Masih dengan gagasan yang sama, program ini mencoba menjawab kebutuhan adanya platform untuk teater mendapatkan putaran balik antara gagasan, produk-produk intelektual masa kini, respon publik maupun pasar sebagai basis penciptaan dan didistribusi kembali ke dalam putaran balik ini.
Melanjutkan edisi sebelumnya, DTP kali ini akan menampilkan sebuah pertunjukan produksi Teater Stasiun dengan judul Memori Disorder.

Memori Disorder bercerita tentang tiga orang tua yang mengalami peristiwa traumatik pada saat masa mudanya. Ketiganya bersahabat dan memiliki masa lalu berbeda. Ketiganya juga ingin menyelesaikan persoalannya pada masa tuanya. Teater Stasiun kali ini mencoba mensinergikan antara tubuh aktor, tubuh boneka dan topeng sebagai salah satu penyimpan memori. Mereka akan berkolaborasi mengungkap memori-memori tersembunyi.
Mengenai apa yang disampaikan oleh pertunjukan Memori Disorder, Edian selaku sutradara menyatakan bahwa pertunjukan ini tidak membicarakan soal Timor Timur. Peristiwa operasi militer di Timor Timur hanya menjadi bagian dari sejarah kelam kerabat dekatnya yang justru tidak terlalu memusingkan perkara Timor Timur.

“Teater Stasiun yang berkerja hampir 1 tahun untuk mewujudkan pertunjukan ini, juga menggunakan media penopang untuk mewujudkannya (arsip video, musik digital, video mapping). Penggunaan media ini bisa menggantikan unsur “cermin” yang tidak hadir sebagai bagian dari representasi rumit dalam mata rantai “aku” dan “aku-yang-lain” (topeng, boneka, cermin).” Tulis Afrizal Malna sebagai Ketua Komite Teater DKJ dalam esai kuratorialnya untuk pertunjukan Teater Stasiun ini.

Teater Stasiun berdiri sejak tahun 1993 atas prakarsa para aktifis Karang Taruna Kelurahan Angke. Nama stasiun diambil karena kedekatan tempat tinggal anggotanya dari Stasiun Angke, Jakarta Barat. Selain pernah menjadi juara umum pada Festival Teater Karang Taruna se-Jakarta Barat tahun 1993, Teater Stasiun pada tanggal 11 April 1996 juga dinobatkan sebagai “grup senior” karena sudah berhasil selama tiga (3) kali berturut-turut sejak tahun 1994, 1995 dan 1996 menjadi pemenang pada Festival Teater Jakarta tingkat DKI Jakarta.

Djakarta Teater Platform (dengan huruf D di depan, untuk merawat memori kolektif kita tentang Djakarta) diharapkan dapat menjadi sebuah laboratorium bersama sekaligus menjadi ruang belajar untuk bagaimana teater “dipertaruhkan” dalam medan politik budaya di sekitarnya.

Diskusi Biografi Penciptaan
Sabtu, 27 Januari 2018
Pukul 16.00 WIB
Gedung Kesenian Jakarta.

Pertunjukan Teater
Minggu, 28 Januari 2018
Pukul 14.00 WIB (Pelajar)
Pukul 20.00 WIB (Umum)
Gedung Kesenian Jakarta.

Karya & Sutradara: Edian Munaedi

Staff Produksi:
Pimpinan Produksi: Nega Yoselina Banuampu | Stage Manager: Doni Lazuardi | Keuangan: Trisfahilda | Penata Lighting: Mamet SLasov | Penata Musik: Budi Sadewo | Penata Bunyi: Sentanu | Penata Kostum, MakeUp & Disain Grafis: Anggun Anggendari | Penata Videografi: Daeng Haris & Silmi Rahmadi | Penata Artistik, Pembuat Boneka & Topeng: Edmun

Pemain:
Bram : Joind Bayuwinanda
Merry : Anggun Anggendari
Bardi : Indra Prasto

Ikuti juga media sosial Djakarta Teater Platform:
Facebook Fan Pages: /dteaterplatform
Instagram: @d_teaterplatform