“Perlukah teori dalam melukis?” berangkat dari pertanyaan tersebut, Dewan Kesenian Jakarta melalui Komite Seni Rupa mencoba menjawabnya dengan menyelenggarakan pameran yang bertajuk Lukisan Tanpa Teori. Lukisan koleksi Dewan Kesenian Jakarta yang akan dipamerkan merupakan karya empat serangkai maestro pelukis Indonesia: Nashar, Oesman Effendi, Rusli dan Zaini, dari 1970-1978.

Dari beberapa karya keempat maestro tersebut, DKJ memilih 16 lukisan yang dapat menjadi titik tolak untuk dihubungkan dengan gagasan-gagasan mengenai seni lukis yang pernah dikemukakan ke empat pelukis itu: lukisan yang berdasar pada rasa, irama alam, situasi jiwa dan bayangan kehidupan. Gagasan-gagasan itu merupakan bagian dari perdebatan alot pada era 70an—soal apa itu seni lukis Indonesia, yang hingga saat ini belum dibakukan.
Pameran resmi dibuka pada 7 November 2017 pukul 19.00-21.00 WIB. Dalam rangkaian pembukaan pameran juga akan disuguhkan alunan musik jazz oleh Adra Karim yang mencoba menginterpretasikan karya-karya lukisan.
Pameran ini akan berlangsung di sepanjang 8-23 November 2017 di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki Jakarta. Pameran ini dibingkai secara ketat melalui hasil kurasi dari dua orang kurator, yaitu Leonhard Bartolomeus dan Gesyada Annisa Namora Siregar. Pengunjung diperbolehkan mengunjungi pameran ini mulai pukul 10 pagi hingga pukul 9 malam.

Di hari terakhir pameran, yaitu tanggal 23 November pukul 19.00-21.00 WIB, akan berlangsung diskusi dan peluncuran buku post-event pameran yang berisikan tulisan dari Theo Frids Hutabarat dan Tyson Tirta.

Melalui Pameran ini, Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta ingin menawarkan penglihatan gaya melukis yang dilakukan keempatnya sebagai keindonesiaan yang dicari-cari itu, yang tanpa teori, yang berpaling dari seni lukis Barat ataupun motif tradisi Nusantara. Lebih dari itu, pameran ini diharapkan dapat membuka lebar kesempatan masyarakat untuk menikmati koleksi-koleksi seni rupa yang dimiliki oleh Dewan Kesenian Jakarta. Membaca ulang sejarah, perkembangan seni rupa dan situasi sosial yang terjadi dalam sejarah seni rupa dan sosial-politik di Indonesia dengan perspektif sekarang dan menjadi sumber referensi sejarah seni rupa Indonesia dan membangun kesadaran pentingnya arsip, dokumentasi, dan distribusi koleksi lembaga publik.