Diskusi Kineforum
Radio 68H, 12 November 2007
Kritik Film Indonesia , apakah sudah mati?
Pembicara: Farisad I Latjuba (FL), Arya Gunawan (AG), Hikmat Dharmawan (HD-line phone)
Apa definisi kritik film?
FL: Jembatan antara orang yang melihat film tersebut dari sisi lain kepada publik yang masih hijau melihat film , memang orang melihat kritik film tersebut isinya hanya sinopsis ada yang lebih jauh lagi apabila kita melihat kririk-kritik film diluar mereka tidak hanya membicarakan masalah teknik secara tidak langsung apa yang akan dicoba film maker waktu dia menempatkan dirinya dalam film tersebut terkadang ada yang tersirat dan tersurat dalam film.
Sebatas apa kritik film di Indonesia?
FL: Umumnya 75% masih baca sinopsis lebih baik kita membuka situs film tersebut.
Benarkah kritik bisa menjadi jembatan antara film bagus?
AG: apabila kita ingin mencoba mengkategorisasi kritik film tersebut hanya review singkat hanya intisari dari sinopsis, sinopsis sudah singkat jadi hanya memberikan informasi singkat awal kepada publik, jadi hanya memberikan catatan opini pribadi dari penulis, dulu di tahun akhir 80an dan diawal 90an kompas memberikan peringkat berdasarkan bintang apabila bintang 5 maka dianjurkan untuk menonton tapi hal tersebut hanya opini pribadi penulis preview mungkin juga suara institusi yaitu suara Kompas atau suara pribadi. Tingkat paling rendah dan yang paling tinggi yaitu betul kritik sesuai dengan yang telah diungkapkan oleh mas Echa kalau sudah masuk dalam kritik, tidak hanya membahas review saja seperti siapa pemain didalam film apa, siapa sutradara dalam film apa, apa intisari dalam film tersebut tetapi mencoba membedah film tersebut apa sih relevansi pesan film ini terhadap publik kemudian pendekatan kreatif pembuat film tersebut atau sineasnya, seharusnya idealnya membedah seperti itu sayangnya di Inonesia ini kita belum melihat kuantitas belum banyak tulisan-tulisan yang kita sebut sebagai kritik lengkap tadi apabila kit abaca kita mendapatkan pemahaman yang hampir komplit satu karya sineas tersebut bukan berarti kita setuju dengan pendapat tersebut tetapi kita mendapat pencerahanan ternyata ada poin yang ini sebagai penonton kita mungkin tidak sempat memikirkan lebih jauh tetapi diberi oleh kritikus tersebut itulah point jadi saya ingin membuat tentang seperti itu. Kembali ke pertanyaan tadi seberapa penting, sangat penting karena penegertian utama dari seorang kritikus adalah menjadi jembatan antara kreator dengan publik awan yang, kadangkala publik bukan berarti kita menganggap publik tidak mengerti pemahaman tentang karya seni sebuah film tetapi sekarang banyak sekali penonton yang lebih pintar dari pembuat si-resensi tersebut tetapi harus ada orang yang harus menjembati ini itulah sebenarnya menurut saya fungsinya, jadi jika tidak karya ini tidak terbedah dengan lengkap sayang apa bila sebuah karya tidak terinformasikan kepada publik sehingga publik mendapatkan intisari yang penting dari film tersebut, peran ini memang menjadi central yang dimainkan oleh seorang kritikus.
Bagaimana kita menghindari bias dalam mengkritik filmmaker?
FL: Kembali kepada diri masing-masing, kita melihat objektifnya saja dari kritik itu sendiri ini informasi yang kita kritik memang terasa bias, tetapi hal tersebut memang harus diungkapkan karena memang kita kenal kita bisa berbincang seperti “eh, gue kok kenal dengan bagian yang ini kok kenapa begini begini ya?” atau “apa sich waktu itu loh maksud membuatnya?” mungkin kita mendapatkan perbincangan seperti itu. Kita bisa memaafkan dan juga bisa saling berdebat itu bisa kita masukkan kedalam tulisan secara tidak langsung hal tersebut sama saja dimana kita bisa memposisikan diri kita, apa kita bisa berani bukan berani, apakah kita bisa jujur apa yang kita lihat dan kita tulis. Hal ini tergantung dari filmmaker tersebut.
AG: Kalau saya lebih baik mengambil jarak terlebih dahulu karena saya kadang-kadang, tapi terkadang kita tidak bisa bersingungan langsung dengan kreatornya yang mengkritik dari sebuah karya sutradara asing hampir tidak mungkin kita melakukan perdebatan dengan kreatornya yang idealnya akan lebih baik apa bila kita melakukan tersebut, tetapi kita bisa terpengaruh apabila melakukan hal tersebut jadi saya sering sekali menempuh cara ketika saya masih aktif menulis tentang film saya pernah kerja dikompas selama 1 tahun dan bidang yang saya geluti adalah bidang perfilman dan tentang kritik tersebut. Ketika saya menulis saya akan mengambil jarak terlebih dahulu sesudah menulis baru saya bertemu dengan orangnya, apabila orang tersebut tidak setuju terserah orangnya mau memaki-maki saya tetapi saya menganut sebuah sistem yang kadang kala beranggap bahwa pengarangnya sudah mati ketika karyanya dilempar kepada publik ada bukunya bahkan pengarang sudah mati, biarkanlah karya tersebut menjadi juru bicara dari kreatornya juru bicara itulah yang menjadi tugas seorang kritikus, artinya sang kritikus ini harus membaca karyanya dan menjaga jarak dengan kreatornya, sehingga kritikus harus berbicara dengan para kreatornya terlepas dari kritik tersebut keliru dan kreatornya tidak sesuai belakangan kita selesaikan saya menempuh dengan cara seperti itu upaya saya menangkap dari karya tersebut tetapi bukan berarti kita tidak mengikuti proses pembuatan dari karya tersebut dulu zaman saya beberapa kali bukan beberapa kali tetapi cukup sering saya melihat mereka bekerja itu yang menimbulkan semacam…. Tetapi saya beranggap bahwa kritikus semata-mata “menghabisi si kreator” tetapi salah satu cara untuk menghindari kata menghabisi si-kreator lebih baik sering melihat bagaimana mereka cara bekerja sulitnya mereka menciptakan sebuag proses produksi dan dari jauh kita menulis bahwa, walapun film tersebut buruk sekali bahwa kita sudah mempunyai perangkap untuk membantai mereka habis-habisan tetapi kita teringat itu ya kita sudah lah kita menggunakan cara lain yaitu publik mendapatkan sesuatu dan kreator mendapatkan sesuatu itu cara ideal dari sebuah kritikus publik merasa dicerahkan dan terdapat input terhadap kreator. Kita mengetahui bahwa kreator adalah orang yang sangat sulit mereka meliki ego yang sangat tinggi dan seorang kritik dianggap salah tetapi tidak apa-apa kita menjelaskan setelah tulisan tersebut muncul dan menjaga hubungannya dengan profesional, profesional antara pembuat film sebagai kreator dan kita sebagai kritikus.
Apakah tanggapan jadi masukan atau cenderung diabaikan?
AG: Kadang-kadang menjadikan masukan dan kadang-kadang dalam, mereka tidak malu-malu untuk mengungkapkan, mereka bertanya maksudnya apa? Saya pernah dengan beberapa sineas film Indonesia bersitegang hubungan tetapi setelah itu saya jelaskan, dan membina hubungan baik kembali. Menurut saya mereka mendengarkan juga tetapi karena ego kesenimanan mereka yang tinggi dan kita kita harus menghargai itu, karena tidak gampang untuk menjadi seorang kreator melindungi karya mereka seperti orang tua yang melindungi anaknya menurut mereka karya seni adalah anak kandung mereka yang mereka jaga tetapi apa bila ada pihak luar yang ingin menyakiti mereka menjaga dan melindungi mereka saya kira sah-sah saja tetapi beraneka ragam respon mereka ada yang senang walaupun tulisan tersebut kritis terhadap filmnya tetapi mereka tetap berterima kasih dan kita melihat poin dari mereka dan kita mendiskusikannya lagi dan diterima dengan baik, tetapi ada juga yang penerimaannya tidak bersahabat dan sedikit merusa hubungan tetapi 6-7 bulan kemudian baik lagi saya kira itu hal yang biasa.
FL: Proses pembelajaran kali untuk kritikus dan kreator , bagaimana kita bisa mengenali sungai kita masing-masing, bahkan sebagai ada yang sampai frustasi seperti yang diungkapkan mas arya bahwa itu anak sendiri, anak di bilang jelek-jelekin akan “ngambek”.
Apa saja upaya kineforum sehingga membuat kritik film tersebut menjadi penting?
FL: Untuk di kineforum sendiri itu lebih ke screening, tetapi setiap bulannya kita mengadakan diskusi tatap muka dengan para sineasnya atau pembuat atau tidak kritikus film untuk membicarakan film-film yang diputar, itu menjembati ke publik dimana kita melihat sebuah karya , tetapi secara masa dulu mas arya gunawan adalah seorang mantan dkj, dulu salah satu programnya adalah ada sebuah kritik film pada tahun-tahun awal untuk sekarang tidak ada lagi tetapi akan sedang dicanangkan untuk tahun depan kembali tetapi kita mau melihat ini dibangkit dahulu kepada khalayak umum seperti teman kita yang akan datang ini rumahfilm.org meraka berkumpul untuk membuat sebuah wacana yang juga beberapa bloger-bloger mereka juga bisa melihat beberapa film mereka juga bisa mengeluarkan kritik tentang film walaupun mereka belum menjadi kritikus film.
Tujuan membuat kritik film dan memuat di website ?
HD: Tujuan rumahfilm.org adalah baru tetapi orang lama karena masing-masingnya akan ada Eric sasono, krisnadi yang menjadi pimpian redaksi rumahfilm.org adalah wartawan yang banyak meliput film di Gatra, saya juga banyak menulis tentang kritik film dan Eric yang tahun 2000an yang rajin mendalami film nasional terutama sementara kami berkomentar tentang semua film khususnya semua film dunia dan akhirnya kami prihatin dengan semua penulisan kritik film yang ada di media resmi yang mempunyai masalah dalam kredibilitas tetapikan faktanya bahwa dunia situs mempunyai sisi jurnalis, sedang sisi jurnalis di Koran-koran yang besar menurut kami masih mempunyai masalah, sedang seharusnya kritik film harus sesuai dengan apa yang telah diungkapkan oleh arya dan Echa tadi yang tidak menjadi jembatan, saya mengkutip ini “dalam seni informasi yang bebas adalah kritik sedangkan yang lainya adalah iklan” sayangnya yang berprofesi dengan wartawan yang ada dalam media resmi malah menjadi jurnal iklan bukan jembatan, menjadi jembatan bukan hanya memperkenalkan film, film tersebut layak atau tidak layak ditonton tetapi jembatan atau terobosan-terobasan yang perlu diperkenalkan terhadap masayarakat, dan masyarakat yang belum sadar dengan terobosan tersebut perlu didampingi penikmatannya oleh karena itu kami yang menulis situs, menurut pengalaman pribadi lebih menyukai menulis disitus , karena koran ada peraturan halaman dan juga kebijakan redaksional yang selalu tidak bisa ditangan kita lebih percaya diri untuk menulisnya.
Seberapa banyak peminat menulis kritik film?
HD: sekarang banyak peminatnya setelah dunia maya ini tetapi sebagaimana terjadi tentang perkembangan dunia media pada masa-masa awal ramainya saja dahulu yang dikejar , sering kali setiap orang tidak memiliki standarisasi benar ketika orang menulis dan mengklik langsung beredar tanpa ada mediasi seringkali menajadi sembarangan saja,akan hal tesebut minatnya banyak jangan-jangan sekarang orang menulis kritik film termasuk curhat online, curhat terhadap film yang ditonton itu merupakan kegandrungan seperti saya, Arya dan Echa pada tahun 80-an lebih suka membaca puisi, sebagai ekspresi yang murah meriah.
Modal utama dalam mengkritik film ?
HD: Membaca, baik membaca bukuku atau referensi yang nantinya membaca film itu sendiri karena film itu adalah teks. Modal utamanya adalah membaca itu dimana profesi menulis adalah modal utamanya adalah membaca itu. Membaca dan menulis, mambaca disini dimaksud membaca sebuah referensi baik referensi sosial politik tergantung bidang masing-masing tetapi dalam hal film kurang orang menyadari teman-teman yang suka menulis tentang film, bahwa film itu sendiri adalah teks yang perlu dibaca dengan kaidah-kaidah membaca tersebut dan disiplin dalam membaca tersebut yang harus terus membaca. Semua orang di rumahfilm.org belajar terus jadinya, karena menulis untuk belajar.
Masih masalah antara media menjembatani antar kreator dan juga penonton?
FL: Masih banyak media resmi yang umum melihat kasih sebuah sinopsis.
AG: Bahwa kutipan yang tadi adalah ekspresi yang paling bebas adalah kritik sementara selebihnya adalah iklan saya kira pernyataan tersebut adalah benar tetapi bila terapkan di Indonesia akan kurang tepat kita mengutipnya karena sebagian bisa di bilang iklan karena membanga-bangakan film tetapi yang paling menggusarkan saya adalah sebaliknya membantai sebuah film tanpa justifikasi yang jelas saya sebagai pembaca menemukan banyak lubang yang banyak belum di isi oleh penulis kritik yang meyakinkan saya pada kesimpulan dia bahwa sebuah film ini buruk hal tersebut banyak sekali bertebaran jadi ada beberapa media besar yang memberikan seperti itu memeberikan penghakiman terhadap sebuah karya tetapi modal tersebut tidak sampai dan cukup untuk membuat orang tergiring terhadap keputusan yang dia ambil katakan seseorang untuk aktingnya jelek, skenarionya jelek tetapi jelek pada sisi apa ketika saya menonton filmnya bagi saya ada hal-hal yang tidak terlihat terhadap penulis ini saya lebih gusar terhadap rubrik lain coba kita lihat dibeberapa media cetak besar contoh di rubrik otomotif hampir semuanya di rubrik tersebut adalah iklan tidak pernah ada tinjauan kritis terhadap produk tersebut saya tidak tahu mengapa apakah itu iklan terselubung ataupun ketika meliput wartawan tersebut dibayar oleh produsen tersebut ketika kita lihat tulisan mengenai otomotif hal tersebut memuji semua tidak ada produk yang jelek berbeda dengan film, film yang masih ada tulisan yang memuat bahwa film ini buruk dan tidak layak dan itu merisaukan saya seperti tadi diawal saya bilang tugas seorang kritikus adalah menjembatani bukan menghabisi atau membunuh si-kreator apabila kita salah dan asal-asalan senjata kita dalam menulis kritik kita akan seperti pisau bermata dua mengakan si kreator dan juga bisa menghabisi apabila kreator ini kreator baru maka mentalnya yang lemah ketika dihabisi sekali mungkin besok-besok tidak akan berkreasi lagi kita kekurangan aset, hal tersebut saya kira penting untuk setiap orang yang mau menggabungkan dirinya kedunai kritik film ini. Mengapa media cenderung mengabaikan saya kira ada pergeseran mengapa itu terjadi terus terang hal tersebut menjadi pertanyaan besar saya mengapa kecenderungan tersebut makin lama makin menjadi karena makin mengabaikan, terutama media yang resmi terutama terhadap kesenian mereka makin abai kemudian masuk ke seni sinema ini mereka telihat asal-asalan terus terang saya cuma hanya menduga , tahunya dugaan tersebut adalah tidak menjual dengan sendiri orang apabila kita berikan sesuai dengan apa adanya orang akan tetap membacanya walaupun rubrik tersebut ada walapun tidak benar juga menghakimi media tidak memberikan tempat, kita lihat tempo masih ada rubrik yang mengangkat di rubrik layar setiap bulan sekali yang membahas tentang film yang cukup lengkap produksi baru katakansaja opera jawa ditulis dengan sangat lengkap menurut saya itu sangat menarik atau kompas yang memiliki ruang yaitu bentara dan saya kira kritikus Eric sasono mengunakan rubrik tersebut untuk menyampaikan pandangannya jadi itu merupakan problem yang merupakan trend besarnya diabaikan sambil lalu saja hal tersebut berbeda dengan saya dan juga generasi diatas saya di kompas tahun 70-an yang masih ada JB Kristanto dan Marselli S., yang masih serius saya cukup beruntung saya masih mendapatkan pembimbingan mereka saya dibawa belakang ini ada unsur asal-asalan yang terus terang saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini.
Ada kritik film dari sisi aktris atau aktornya. Apa gaya tersebut bisa dikatakan kritik film?
AG: Saya kira tidak lengkap, karena aktor atau akting merupakan salah satu elemen jadi banyak sekali elemen yang mendukung keutuhan dari sebuah film tersebut mulai dari banayak elemen dan akting salah satu elemen tapi bukan satu-satunya seperti filsafat itu merupakan syarat perlu tetapi bukan syarat cukup, sebuah cukup bukan hanay sebuah elemen yang bisa mengatakan film itu bagus tidak masih banyak unsur lain seperti pengadeganannya, score musiknya, penyutradaraan, dan skenarionya mestinya seorang kritikus mencoba mengembang semua unsur lain itu supaya saya sebagai pembaca tidak dikasih mosaic yang masih banyak bolongnya seperti lukisan ini bagus, apa yang membuat lukisan ini bagus kasih saya pendapat/mosaic yang berlubang sehingga membuat lukisan ini bagus oleh karena itu saya tidak setuju dengan menggunaka pendekatan seperti itu.
Kalangan mana yang menganggap kritik menjadi acuan untuk menonton?
HD: Kembali kepada keberadaan kritik film, saya hendak melengkapi yang saya ungkapkan tadi saya melihat media cetak yang resmi masih banyak yang iklan dilihat dari jumlah kehadiran media film cetak yang tahun 2000-an ini muncul mungkin ini menandakan ada minat yang besar dalam masyarakat cuma betul di sisi lain ada yang muncul seperti yang mas arya katakana, kita pembaca terjebak dalam 2 ekstrim, yaitu kecenderungan yang tidak keluar dari aparatus industri film yan artinya ikut jualan seperti kritik sinopsisan yang layak ditonton sedang ada yang mengabaikan filmnya bahkan terkadang ada data yang sering keliru seperti film Born Ultimatum dikatakan science fiction hal ini menandakan salah satu kesalahan tetapi kenapa harus dicetak mungkin ada peremehan terhadap penulisan dalam bidang hiburan ini dianggap hanya hiburan jadi siapa yang berminat, kalau saya minat ada tapi tersiksa apabila membaca krtitik film yang ada paling tidak ada rasa menonton yang kuat pasca adanya dvd hampir setiap orang memiliki akses informasi dalam film orang yang berminat adalah orang yang suka terhadap film dan siapa yang tidak berminat adalah orang-orang yang tidak suka dengan budaya film paling tidak orang yang suka nonton film di bioskop kalau mereka abai film sebagai media dan produk biaya tetapi munclnya cukup besar, generasi penonton dvd yang bisa saya kategorikan adalah yang mereka masuk ke dalan urban culture yang menjadi peminat film dan produk-produk pendukunya seperti kritik film walaupun perlakuan terhadap kritik film itu sendiri menjalan pendewasaan lebih lanjut.
Film Indonesia tidak usah dikritik karena masih juga tertinggal dibanding film Mandarin?
FL: Saya tidak setuju, generalisasi aja banyak kita menghasilkan film yang baik terakhir salah satunya opera jawa seluruh dunia mengakuinya dan masih banyak coming up filmmaker baru seperti Edwin yang tahun ini merilis film panjangnya saya kira perlu mendapatkan dukungan dan juga dari kritikus film juga secara tidak langsung jualan dan juga didampingin setidaknya jangan di hancurkan.
HD: Mandarin asumsinya film komersial mereka juga mengalami pendewasaan dan kita harus belajar tapi tanpa ada perhatiaan yang tepat terhadap film dunia dan film sendiri saya kira kapan majunya.
AG: Merupakan cambuk dan juga ungkapan, kita dan mulai generasi baru yang muncul seperti Edwin, fajar dari jogja dan juga generasi riri dan nan. Kita juga membandingkan antara angkatan 45 dan juga transisi seperti beny murdani dan garin ada profresi dan harus lebih baik lagi. Mereka menjanjikan dan juga harus dipelihara kita harus positif.
Siapa kritikus berkualitas Indonesia saat ini?
AG: Harus berbarometer. Saya rasa, kritik merupakan pencapaian yang konfrehensif, orang seperti Eric sasono, Lisabona Rahman, rumahfilm: Ishadi dan juga Ekky Imanjaya. Apa kritik film di Indonesia mengalami kehancuran, saya rasa tidak. Kritikus muda ini akan membawa perjalanan yang lebih maju lagi.
Rekomendasi untuk kritik film di Indonesia?
FL: Optimis akan banyak kritik film kita dengan banyak film-film yang bertebarangyang bisa dibilang dengan bajakan secara langsung mereka bisa belajar dari situs-situs, penulis yang ada dan dari sana mereka bisa berkembang dan dibangunnya sebuag wadah yang akan menaung aspirasi.
HD: Menjadi kritikus film seharusnya memiliki visi seperti pembuat film baik untuk menulis krtitik dan juga posisi dari krtitikus film tersebut. Harus ada jalinan hubungan antara film maker dan juga kritikus film tersebut supaya kita semua sama-sama maju itu adalah visinya.
AG: Paling penting menjadi penulis kritik film jangan setengah hati kerjakanlah dengan sepenuh cinta dengan pekerjaan yang lain dimulai dengan cinta dan ditunjukan minat itu akan membuka pintu lebar ketempat lain, kritikus harus banyak membelajar dan membaca dan banyak kritikus luar yang baik dan banyak baca.