PIDATO KEBUDAYAAN
DEWAN KESENIAN JAKARTA (DKJ)
ARUS BALIK KEBUDAYAAN: SEJARAH SEBAGAI KRITIK
oleh
HILMAR FARID
“Kita perlu belajar tentang Majapahit, tapi bukan tentang kejayaannya melainkan kejatuhannya yang menimbulkan arus balik yang hebat dalam sejarah.”
Kalimat di atas adalah penggalan dari Pidato Kebudayaan DKJ yang akan disampaikan oleh Hilmar Farid. Sejarawan yang juga pendiri Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) akan mengajak kita untuk kembali ke masa lalu. Melihat dan menelusuri situasi Indonesia hari ini sekaligus menjabarkan mengapa kita perlu mengubah orientasi pada laut dan desa dengan pendekatan sejarah.
“Untuk memahami kebangkitan nasional abad ke-20 kita pertama harus memahami kejatuhan di masa lalu”, ujar Hilmar Farid. Kegagalan menguasai dan mengendalikan laut sesuai dengan ritme bangsa adalah akar masalah Indonesia. Laut yang sejatinya fundamental dalam kehidupan sebuah negeri maritim ditinggalkan sejak zaman Amangkurat I. Laut yang semula menghubungkan sekarang jadi penghalang.
Itulah sebagian buah pikiran dari Hilmar Farid yang akan dipaparkan dalam pidato kebudayaannya yang mengambil tema ARUS BALIK KEBUDAYAAN: SEJARAH SEBAGAI KRITIK. Pidato kebudayaan yang ditargetkan dihadiri oleh seribu orang, dari undangan dan masyarakat umum, diadakan pada Senin (10/11/14) pukul 19.30 WIB di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Mengulang kesuksesan Pidato Kebudayaan DKJ 2013 lalu, tahun ini juga akan dikemas secara komunikatif, atraktif dan performatif, tanpa menghilangkan esensi dari pesan yang akan disampaikan.
Acara Pidato Kebudayaan ini akan dibuka dengan pertunjukan kolaborasi musik dan teater antara Ketua Komite Musik Aksan Sjuman dan Sekretaris Komite Teater Faiza Mardzoeki. Mereka akan menampilkan teater gerak oleh Gallis Agus Sunardi, yang terinspirasi dari karakter Wiranggaleng dalam kisah Arus Balik (1974) karya Pramoedya Ananta Toer dalam pembuangan di Pulau Buru. Novel tersebut juga adalah salah satu rujukan Hilmar Farid dalam menulis pidato kebudayaannya. Pertunjukan akan diiringi musik oleh Aksan Sjuman Fantasia Ensemble.
Mengenai Hilmar Farid
Kelahiran 8 Maret 1968, Hilmar Farid adalah sejarawan yang juga aktif di pergerakan tani. Pada 1994, Hilmar mendirikan Media Kerja Budaya bersama beberapa orang seniman, peneliti, aktivis dan pekerja budaya di Jakarta. Pada 2002, lulusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia ini, mendirikan Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) yang berlokasi di Kramatjati, Jakarta. Fay, panggilan akrabnya, juga seringkali menuangkan pemikirannya mengenai ekonomi politik, hak asasi manusia, serta tentang seni dan budaya Indonesia.
Mengenai Pidato Kebudayaan – Suara Jernih Dari Cikini
Pidato Kebudayaan 2014 adalah program bersama DKJ bersama Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ-TIM). Program ini pertama kali diadakan pada 18 Agustus 1989 yang bertepatan dengan ulang tahun Taman Ismail Marzuki. Pidato Kebudayaan pembukaannya diresmikan oleh Gubernur Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta, Ali Sadikin. Seperti tahun-tahun sebelumnya Pidato Kebudayaan yang digelar Taman Ismail Marzuki selalu menyoroti perkara aktual penting Indonesia pada tahun di mana pidato itu digelar.
Mengenai Gallis Agus Sunardi
Gallis adalah seorang seniman topeng kontemporer. Ia bergabung dengan Jakarta Oncor Studi untuk belajar tari dan seni pertunjukan. Gallis mendalami pengetahuannya tentang topeng secara otodidak dengan berguru pada Made Sije, seniman topeng terkenal di Bali. Karya-karyanya telahdipamerkan antara lain di British Council, Jakarta (2002) dan Festival Topeng Nusantara (2010). Pada 2000 ia dan istrinya, Irawati, membangun Komunitas Budaya Paseban sebagai ruang edukasi bagi komunitas yang berbasis kesenian dengan mengembangkan metode pendidikan alternatif yang informal.