Abstrak
Ruang interaksi melalui gerobak makanan menjadi salah satu simbol sosial di masyarakat. Kesadaran akan bentuk, warna, dan tipografi pada sebuah gerobak bersifat lokal merupakan cerminan dari lingkungan, budaya, serta sejarah yang berkembang di daerah setempat yang disesuaikan pada kebutuhan. Dan patut kita dokumentasikan sebagai kearifan lokal yang berkembang ditiap wilayah.
Pandangan terhadap suatu karya di acara pameran dan pertemuan dengan beberapa seniman, membawa saya menilik kedalam suatu proses ide yang terbentuk. Melalui pendekatan analogi gerobak makanan sama seperti karya yang dipamerkan oleh seorang seniman, orang- orang akan datang untuk mengetahui ide atau nilai dari ciri khas dan konsep yang ditawarkan, melalui nilai estetika yang terjadi lebih mudah untuk mengetahui siapa dan bagaimana proses menjadi suatu produk yang dihasilkan. Dan dengan pendekatan melalui simbol sosial terdekat seperti gerobak makanan inilah saya pikir seniman harus punya keberpihakan terhadap isu-isu sosial atau ruang lingkup sosial.
Persepsi terhadap suatu produk tidak hanya terdiri atas permukaannya, melainkan dalam lingkungan tertentu melibatkan kelompok orang dengan tradisi dan cara berpikir tertentu. Ragam bentuk gerobak makanan di Jakarta tidak lepas dari pendekatan masing- masing wilayah, dikarenakan Jakarta adalah kota metropolitan, sehingga banyak dari unsur masyarakat luar untuk mengadu nasib di Jakarta. Seperti sebuah gerobak makanan mie ayam Donoloyo yang bisa dibilang franchise asli Wonogiri, umumnya menggunakan furnitur kayu secara keseluruhan dan menggunakan warna biru pada penulisannya. Gerobak cilok Sari Rasa asli ciamis, memiliki kesamaan bentuk dan desain di setiap gerobaknya. Hal ini menjadi sebuah simbol bukti dari nilai fungsi dan ketahanan budaya lokal di masyarakat. Perubahan terhadap suatu gerobak juga terjadi karena penyesuaian dalam suatu proses nilai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang lebih efisien.
Dengan mempresentasikan konsep estetika dengan karya-karya moodboard pada gerobak-gerobak tertentu yang memiliki nilai estetika dalam ciri khas dan keunikan tersendiri melalui pedagangnya dalam membangun identitas yang dijajakannya. Penulisan ini bertujuan untuk memahami makna tanda dan bentuk cara komunikasi visual pada gerobak makanan sebagai representasi perilaku masyarakat urban dan juga untuk memahami relasi antara bentuk produk gerobak makanan dengan aktivitas pengguna saat menjajakan dan mengolah makanan.
MEROMBAK ESTETIKA GEROBAK KOTA
Kesadaran dalam memahami makna tanda dan bentuk cara komunikasi visual pada gerobak makanan sebagai representasi perilaku masyarakat urban dan juga untuk memahami relasi antara bentuk produk gerobak makanan dengan aktivitas pengguna saat menjajakan dan mengolah makanan. Desain sebagai suatu fenomena sosial menjadi wujud gagasan tentang kehidupan masyarakat urban. Setiap perancangan produk yang muncul dalam kehidupan masyarakat urban mempertimbangkan beberapa parameter terpadu yaitu fungsi, pembuatan, pemasangan, penggunaan, perawatan, nilai komersial, dan dampaknya. Para pedagang sektor formal menjalankan usaha dengan membuka warung tenda dan berkeliling dengan gerobak dorong (Mustika, 2013). Secara perorangan mungkin mereka tidak membutuhkan desain, tetapi dilihat dari skala makro dan ketertiban perkotaan, tentu usaha mereka perlu penanganan partisipatif dari dirinya sendiri dan pihak-pihak terkait. Untuk itu pemecahan desain tetap diperlukan sebagai salah satu alternatif dengan memperhatikan konsep perkotaan (Sachari, 2007: 86).
Gerobak merupakan alat bantu manusia yang terkait dengan kegiatan sehari-hari manusia untuk mempermudah pekerjaan manusia (Nugroho, 2018). Gerobak makanan tradisional menjadi salah satu solusi bagi penjual makanan untuk mendatangi pembeli (Fanthi, dkk., 2018). Gerobak makanan dibuat sebagai sarana berjualan makanan khas, yang juga mengadopsi kemajuan teknologi dan kreativitas masyarakat dalam perkembangannya.
Pada penulisan tipografi sebuah gerobak umumnya menggunakan tipografi Vernakular, fungsi pembuatan visual seperti ini biasanya untuk suatu tanda atau memberitahukan kepada orang-orang yang sedang berkendara atau melewati tempat tersebut tentang adanya identitas dari pedagang kepada Masyarakat. Dituliskan dengan menggunakan tulisan tangan dengan gaya bentuk huruf yang seadanya tanpa adanya suatu grid antar satu sama lain dan seringkali dicap sebagai kesenian rendah dan penuh keterbatasan dalam pembuatanya.
Dengan menampilkan karya-karya visual dari bentuk gerobak makanan, memuat identitas karakteristik dibaliknya, sebagai informasi mengenai ruang sosial yang terjadi dan kesadaran masyarakat tentang visual yang juga merupakan bentuk dari komunikasi visual. Konsep karya yang akan dibawa seperti bentuk tipografi Vernakular dan desain gerobak yang memiliki memori kolektif pada Masyarakat. Contoh seperti gerobak batagor ini yang tetap menggunakan gaya umum gerobak batagor bandung, tetapi penuh dengan hiasan stiker nama- nama sekolah, hubungan yang terjalin antara si pedagang dengan pembeli yang kebanyakan anak sekolah rasa-rasanya sudah bukan pedagang dan pembeli, lebih kepada ayah dan anak- anaknya, tentang anak-anak yang butuh tempat bercerita dan silaturahmi dengan teman-teman sebayanya terjalin dibalik sebuah gerobak batagor.
Setiap gerobak makanan memiliki tanda kekhasan budaya kuliner yang menjelaskan jenis makanan yang ditawarkan. Hal ini bisa dikenali berdasarkan bentuk, warna, juga bunyi dari penjual makanan gerobak saat berkeliling di jalan. Seperti gerobak ketoprak Jakarta yang berbentuk perahu dengan dominan warna cerah, dekat dengan budaya Betawi, sedangkan gerobak ketoprak Cirebon yang aktif berjualan di malam hari dengan tampilan gerobak sederhana berwarna coklat. Walaupun belum ada sumber data tertulis akan klasifikasi gerobak makanan, tetapi masyarakat sudah mengetahui jenis jajanan yang ditawarkan hanya melihat dari jenis gerobaknya. Hal ini memperlihatkan bahwa gerobak makanan sudah sangat dekat dengan keseharian masyarakat. Kesadaran dalam memahami makna tanda dan bentuk cara komunikasi visual pada gerobak makanan sebagai representasi perilaku masyarakat urban dan juga untuk memahami relasi antara bentuk produk gerobak makanan dengan aktivitas pengguna saat menjajakan dan mengolah makanan. Melalui pendekatan semiotika dalam estetika pada sebuah gerobak merangkum ruang sosial yang terbentuk dan juga kearifan lokal yang berkembang ditiap wilayah.
***
Laksamana Alhafizh
Laksamana Alhafizh atau biasa akrab dipanggil Ayam, lahir di Jakarta 23 April 2002. Tumbuh dan besar di Jakarta tepatnya di wilayah Cipete Selatan, Jakarta Selatan sampai menamatkan sekolahnya di SMAN 46 Jakarta. Kemudian melanjutkan studi kuliahnya di Yogyakarta sebagai mahasiswa program studi Tata Kelola Seni di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Sedari sekolah, penulis sudah memperhatikan hal hal kecil yang bersinggungan dengan dunia seni, hal ini yang menjadikan multi lintas disiplin dalam seni rupa. Tertarik akan pengalaman baru dan selalu membuka ruang untuk tumbuh secara pribadi agar dapat memberi kontribusi yang signifikan kepada komunitas yang lebih luas.