Komite Film Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bersama Komnas HAM, Universitas Katolik Indonesia ATMA JAYA, dan Final Cut for Real mengadakan pemutaran khusus film dokumenter Senyap (The Look of Silence) dan seminar dengan tema Upaya Mendorong Rekonsiliasi Peristiwa 1965 Melalui Film Senyap pada Rabu, 15 April 2015 pukul 13.00 WIB di Ruang Multimedia Fakultas Teknik Universitas Katolik Indonesia ATMA JAYA, Gedung K3 Lantai 1, Jl. Jend. Sudirman Kav.51 Jakarta Selatan.

Kegiatan akan dimulai dengan pemutaran film Senyap (The Look of Silence) lalu dilanjutkan dengan seminar dengan nara sumber:

  1. Muhammad Nurkhoiron (Komnas HAM): Tanggung Jawab Negara dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM yang Berat di Masa Lalu,
  2. Dr. Nani Nurrachman Sutoyo (Psikolog dan Dosen Universitas ATMA JAYA): Melihat pentingnya rekonsiliasi dari sudut pandang kemanusiaan, keluarga korban peristiwa 1965, dan upaya rekonsiliasi di bidang akademis,
  3. Dr. Bisri Efendy (Peneliti Senior LIPI): Pentingnya rekonsiliasi bagi bangsa Indonesia,
  4. Bonnie Triyana (Sejarawan): Sejarah Indonesia dalam peristiwa pelanggaran HAM 1965-1966.

Dengan moderator Alex Sihar, Komite Film Dewan Kesenian Jakarta.

Berlarut-larutnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu berakibat terlanggarnya hak atas kebenaran, hak atas keadilan, maupun hak atas pemulihan dari korban atau keluarga korban. Upaya-upaya terus dilakukan untuk mendorong negara agar segera menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu, salah satunya melalui media film.

Film dokumenter Senyap (The Look of Silence) karya Joshua Oppenheimer mengajak kita untuk menjelajahi apa yang dirasakan oleh Adi Rukun, salah satu anggota keluarga penyitas korban genosida pada 1965 di Sumatera Utara, Indonesia. Adi, berprofesi sebagai tukang kacamata keliling tumbuh dalam keluarga yang dicap sebagai simpatisan PKI. Kakak Adi, Ramli, menjadi salah satu korban pada pembantaian 1965. Adi bertekad memecahkan belenggu kesenyapan dan ketakutan yang selama ini menyelimuti kehidupannya.

Media film diharapkan tidak hanya mampu mengungkapkan persoalan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, tetapi juga meningkatkan kesadaran publik untuk mendesak negara dalam menyelesaikan dan merekonsiliasi pelanggaran di masa lalu.

Komnas HAM dan DKJ menyesalkan adanya penolakan dari Lembaga Sensor Film (LSF) untuk memutar film ini kepada publik. Berdasarkan UU No.33 Tahun Pasal 3 tujuan perfilman antara lain:

a) Terwujudnya kecerdasan kehidupan bangsa;

b) Terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa;

c) Meningkatkan harkat dan martabat bangsa.

Komnas HAM dan DKJ juga menyesalkan adanya tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi massa, pihak akademik, dan aparatur negara yang melarang pemutaran film dan juga pembubaran pelaksanaan pemutaran film yang telah berlangsung di beberapa tempat. Hal ini menunjukkan tidak adanya dukungan terhadap upaya rekonsiliasi yang sedang dibangun. Oleh karena itu, Dewan Kesenian Jakarta dan Komnas HAM merasa perlu untuk mengadakan seminar mengenai upaya mendorong rekonsiliasi melalui film Senyap ini dengan para sejarawan, akademisi, aparatur negara dan masyarakat agar terbangun kesadaran akan pentingnya rekonsiliasi tersebut bagi bangsa Indonesia.