oleh Ilham Akbar Arianto

Dalam video game, masa depan tidak terlihat begitu asing, bukan? 

Ibarat Ramalan Nostradamus, masa depan kerap dibayangkan dengan alangkah kacaunya, sebagai suatu peringatan untuk masyarakat kontemporer. Kita bisa melihat penuturan ini pada berbagai medium, melalui kisah-kisah distopia yang mengeksplorasi topik semacam totalitarianisme dan industrialisasi seperti novel Brave New World (Huxley, 1932), film Akira (Otomo, 1988), dan video game Bioshock (Irrational Games, 2007). 

Karya-karya tersebut berperan bukan hanya sebagai penambah saja. Mereka menunjukkan bahwa evolusi medium menawarkan potensi baru untuk merepresentasikan naratif distopia. Genre ini dibentuk sebagai respons kepada dunia yang menyematkan mahkota kepada para jajaran direktur. Dunia di mana deregulasi menjanjikan oligarki untuk mendominasi.

The Outer Worlds merupakan video game karya Obsidian Entertainment yang dirilis oleh Private Division pada penghujung 2019. Game ini merupakan simulasi efek domino dari sebuah pertanyaan besar milik Amerika Serikat: “Bagaimana jika Theodore Roosevelt tidak pernah dilantik sebagai presiden?”. 

Ideologi dalam Narasi 

The Outer Worlds menggambarkan sebuah sejarah alternatif yang berawal jika presiden Amerika Serikat, William Mckinley, tidak pernah ditembak seorang anarkis Leon Czolgosz di 1901. Akibatnya, McKinley tidak akan pernah diganti oleh Theodore Roosevelt dan kebijakan Square Deal yang mengekang eksploitasi buruh batu bara tidak pernah disahkan. Game ini menceritakan nasib kita di tahun 2355, di mana eksploitasi pekerja dan pelapisan masyarakat berbasis kelas menjadi norma. 

Dunia The Outer Worlds berserakan dengan imaji feodalisme korporat dan humor gelap. Cerobong asap menghiasi cakrawala, logo perusahaan menerangi langit malam, mengesahkan kepemilikan atas penduduk di bawah. Kemana pun Anda pergi akan disambut oleh kepulan asap yang diikuti oleh lantunan mesin berat yang memekakkan telinga. Tak jarang, suasana produktif ini dilengkapi oleh buruh pabrik yang berlalu-lalang, dibayangi iklan cetak raksasa yang berkata: “Taste the Freedom: With Extra Ingredients ~ At No Extra Cost!”. 

Orang mana pun tidak membutuhkan IQ setinggi Einstein untuk melihat betapa suram dan tidak manusiawinya keserakahan korporasi yang digambarkan para developer. Mereka sangat gamblang dalam menunjukkan hal ini , sehalus dentingan piano Beethoven dalam Simfoni nomor 5. Jujur, saya tidak keberatan. Sebuah misi di level pertama menceritakan sekelompok warga desa yang membayar iuran untuk melunasi cicilan sewa tanah kuburan kawannya. Karena sepertinya, tindakan bunuh diri merupakan vandalisme yang dianggap merusak aset perusahaan. 

Tidakkah ini semua terdengar akrab, sebagaimana yang diinginkan perusahaan? Untuk menihilkan batasan bermodal supaya taring mereka dapat menembus semua aspek kehidupan manusia. Sebagai seseorang yang mengamini tuduhan-tuduhan terhadap kapitalisme ekstrim,

saya menyambut segala bentuk satir yang menampakkan ketidakstabilan, ketidakberlanjutan, dan sifat eksploitatif yang inheren. 

Berbicara tentang satir kapitalisme, mereka juga paham bahwa masyarakat yang patuh pasti membutuhkan hiburan di waktu luang mereka.. Di seluruh penjuru kota, tersebar serial televisi dan film bioskop fiktif dengan estetika zaman keemasan Hollywood. Ditambah dengan gerai perjudian untuk mempertaruhkan tim favorit tossball (Bisbol versi The Outer Worlds). Para penguasa ingin menjinakkan pekerja mereka dengan menormalisasi gaya hidup yang berlebih Hiburan tersebut merupakan opium bagi massa, untuk mengobati kesengsaraan sehari-hari mereka. 

Retorika Dalam Simulasi 

Qurrat-Ul-Ain Mukhtar (2015) mengungkapkan bahwa video game merupakan teks multimodal yang terdiri atas dua “mode” yaitu narasi dan “bermain”. Menilik inkarnasi “bermain” dalam video game merupakan sebuah konsep baru, yang mengakui interaktivitas sebagai salah satu komunikasi persuasif. Ian Bogost (2007) mengaitkan wawasan teoritis dan metodologis video game, dengan memperkenalkan konsep procedural rhetorics, yang mengungkapkan potensi game design atau interaktivitas untuk beretorika. 

The Outer Worlds merupakan game bergenre role-playing game (RPG) yang menitik beratkan pembuatan avatar secara strategis. Pemain didorong untuk mendistribusikan poin statistik yang merepresentasikan aspek tertentu dari karakter mereka seperti ketangkasan, kekuatan, dan kapasitas intelektual. Mereka juga dipacu untuk mengumpulkan persenjataan dan perlengkapan yang paling ideal dengan menukarkan uang hasil jerih payah mereka. Dorongan optimisasi ini yang mendorong analisis biaya-manfaat merupakan manifestasi individualisme dan kewirausahaan neoliberalisme. 

Jika kita hanya berfokus pada dimensi naratologi, tidak diragukan lagi kisah The Outer Worlds mempertanyakan status-quo dan keberlanjutan dari gaya hidup Amerika. Namun,

kombinasi elemen narasi dan “bermain” dari game ini lah yang menempatkan konsekuensi dari neoliberalisme di depan cermin cembung.

Daftar Pustaka 

Bogost, I. (2007). Persuasive games: The expressive power of videogames. Cambridge, Massachusetts: The MIT Press. 

Mukhtar, Q. (2019). A multimodal approach to video games and the player experience. Social Semiotics, 30(5), 743-745. doi:10.1080/10350330.2019.1629524


Ilham Akbar Arianto, mahasiswa semester akhir yang sedang bergulat dengan skripsinya. Dikenal sebagai inkarnasi fisik dari humor milenial, Ilham menghabiskan mayoritas dari waktunya bermain video game dan menonton film. Sebagai pegiat film, Ilham telah mengerjakan berbagai proyek pribadi dan di organisasi kampus. Ia bekerja sebagai buruh kreatif lepas. Pada 2019, Ilham berpartisipasi dalam produksi film pendek period piece “Perjumpaan” yang dikerjakan oleh gabungan 8 PH di kota Surabaya. Awal 2020, sebelum pandemi melanda, ia sempat menggarap PSA TV berjudul “Cargasm” untuk meningkatkan awareness terkait kekerasan seksual. Ilham benci menulis. Namun, cinta dan optimismenya terhadap medium inilah yang menggugurkan kemalasannya. Ilham percaya dengan terus menulis, ia dapat meningkatkan kualitas dialog publik seputar seni budaya dan video game.