Dalam pengertian konvensional, tari adalah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu tertentu untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud, dan pikiran. Sedangkan Telisik berasal dari kata ‘selisik’ yang artinya mengusut atau menyelidiki dengan teliti.

Sadar akan perlunya menelisik tari-tarian yang ada di Indonesia, Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta tahun ini kembali menggelar program besar pada awal Desember nanti sebagai format baru dan pengembangan program Maestro! Maestro!. Program yang berbasis wacana yaitu Telisik Tari.

Telisik Tari, Komite Tari DKJ bukan mengajak kita untuk bernostalgia semata atau klangenan menonton prestasi seorang empu tari, tetapi menciptakan wadah untuk mendiskusikan isu-isu tari tradisional di Indonesia secara lebih kritis dan mendalam.

Kesempatan untuk mengasah pemahaman tentang “tradisi” dan “tradisional” dalam konteks perkembangan tari Indonesia pun tidak luput untuk diperbincangkan. Hal ini dilakukan dengan didasari kesadaran adanya ‘tegangan’ antara pelaku tari tradisi sebagai komunitas penyebaran tari tradisi dengan pelaku di daerah asal.

“Maestro adalah istilah yang terlanjur dirujuk namun sesungguhnya tidak tepat digunakan sebagai pengganti gelar empu dalam dunia tari, baik dilihat dari sudut diksi maupun kesejarahan. Telisik Tari ingin lebih mendiskusikan dan mempermasalahkan istilah tradisi dan tradisional sebagai bagian dari pembentukan identitas tari Indonesia. Tari  tradisi dan tradisional harus ditelisik dengan kritis,” ujar Helly Minarti, anggota Komite Tari DKJ yang juga ketua bidang program DKJ.

Telisik Tari edisi pertama ini memilih Betawi sebagai pokok bahasan, tepatnya Tari Topeng dan Cokek. Dengan melibatkan dua pakar tari dan kesenian Betawi,  Julianti Parani, PhD. dan Rachmat Ruchiat, jantung Telisik Tari adalah upaya rekonstruksi dan revitalisasi musik dan tari Cokek, seminar ilmiah, masterclass oleh para empu tari, dan ditutup oleh sebuah pertunjukan yang telah diperkaya dengan hasil pengembangan yang ada alias tafsir baru yang terinspirasi oleh Tari Topeng dan Cokek.  Salah satu empu Tari Cokek adalah almarhum Meme Krawang yang berjaya di era 1970-1980-an dan sempat mengajar  mahasiswa IKJ. Jejak dan ingatan akan goyang Cokek ala Meme Krawang inilah yang akan ditelusuri.

Program Telisik Tari ini menjadi sebuah strategi Komite Tari DKJ mengajak masyarakat luas mengapresiasi dan membangun kesadaran pentingnya merawat tari lewat diskusi, pengajaran singkat, dan pertunjukan sehingga dapat menelusuri sejarah sekaligus mengkritisi perkembangan tari tradisi Indonesia dalam konteks kekinian.