“Ngobrol Teater Teh Kopi Enter”, salah satu program Komite Teater DKJ, menganggap perlu menyebarkan notulen yang telah dibuat Dendi Madya berdasarkan Workshop dan Audisi SCOT (Suzuki Company of Toga) , Jepang, yang dipimpin oleh Tadashi Suzuki di bawah ini:

Pada tanggal 2 dan 3 Juni 2016 telah diadakan serangkaian audisi terhadap aktor-aktris Indonesia untuk rencana proyek produksi teater kolaborasi antara Indonesia dengan Jepang. Kelompok teater Jepang yang melakukan kolaborasi ini adalah Suzuki Company of Toga (SCOT), pimpinan Tadashi Suzuki, yang juga bertindak sebagai sutradara dalam produksi ini. Kegiatan audisi berlangsung di Sanggar Teater Populer, Jl. Kebon Pala I No. 295, Tanah Abang, Jakarta.

Sebelum audisi dilaksanakan, terlebih dahulu para peserta diperkenalkan kepada metode keaktoran Suzuki. Pertama kali, peserta audisi diminta melakukan pemanasan dengan stretching atau peregangan tubuh yang dikerjakan sendiri-sendiri. Metode keaktoran Suzuki memiliki tiga gerakan dasar. Setiap gerakan diperagakan dan dijelaskan oleh Takemori, asisten Suzuki serta salah seorang aktor kelompok SCOT. Dalam penjelasannya, Takemori dibantu seorang penerjemah bahasa dan dibantu pula oleh Bambang Prihadi, sutradara Lab Teater Ciputat yang pernah mendapatkan workshop metode Suzuki secara langsung di desa pegunungan Toga, Jepang, dimana kelompok SCOT bermarkas.

Gerakan Pertama

Aktor berkonsentrasi pada bagian perut atau ‘area di bawah pusar.’ Posisi tubuh direndahkan sedikit dengan cara menekuk sedikit kedua kaki tapi tidak terlalu rendah. Kaki kanan diangkat lalu dihentakkan ke bawah disusul dengan kaki kiri. Telapak kaki dalam kondisi lurus. Kaki kanan dan kaki kiri diangkat dan dihentakkan ke bawah secara bergantian sesuai dengan tempo musik yang diputar selama 3 menit dalam satu putaran latihan. Tempo gerak berlangsung konstan berdasarkan alunan musik itu. Kurang lebih seperti menginjakkan atau menjejakkan kaki ke bumi. Gerakan pertama ini disebut juga sebagai ‘stomping the earth’ (menghentak bumi). Bagian tubuh dari atas perut hingga kepala tidak bergerak tapi dalam keadaan rileks dan lurus, tidak condong ke belakang atau ke depan.

Takemori menginstruksikan para peserta melakukan gerakan pertama itu dengan bergerak mengisi ruang. Peserta diperbolehkan menentukan arah moving yang bebas di area latihan tapi tetap berhati-hati untuk menghindari tabrakan dengan peserta lain. Setiap satu kali tiga menit putaran latihan gerakan pertama ini usai, Takemori memberikan evaluasi. Masih ada peserta yang tubuhnya condong ke belakang, misalnya, atau energi yang kendur dari peserta selama durasi tiga menit itu, hingga bahu dan kepalan tangan yang menegang. Meskipun memang sulit, Takemori mengharapkan level energi dan konsentrasi yang stabil selama setiap satu putaran latihan. “Seperti layangan manteng,” demikian Bambang Prihadi mencoba mengibaratkan. Supaya tidak terkesan sekadar ‘melemparkan kaki’ ke belakang, Takemori meminta para peserta mengangkat kaki lebih tinggi.

Gerakan Kedua

Berjalan ke depan secara perlahan (slow motion) dengan gerakan yang mengalir tanpa tersendat atau terhenti. Prinsipnya sama dengan gerakan pertama, aktor berkonsentrasi pada bagian perut, sementara pandangan mata diarahkan lurus dan fokus ke depan. Posisi tubuh lurus, tidak condong ke belakang atau ke depan. Tempo gerak tetap konstan, begitu pula saat berbalik arah, jangan sampai ada perubahan speed.Catatan-Workshop-dan-Audisi 2

Pertama, para peserta mencobanya tanpa musik. Takemori memperhatikan, masih ada peserta yang ketika melangkah, pada saat yang sama kehilangan konsentrasi. Terlihat langkah mereka seperti terhenti atau berubah tempo atau tidak mengalir. Ada juga yang terlalu lebar melangkah, membuat bobot tubuh menjadi lebih berat. Kemudian mereka bergerak mengikuti alunan musik. Selanjutnya, Takemori meminta para peserta mempercepat sedikit laju gerakan.

Tidak hanya sampai di situ, gerakan kedua ini ditambah dengan pose kedua tangan secara statis tapi bentuk pose tangan itu bebas seperti yang dikehendaki peserta dan sesuai dengan sebuah imajinasi yang ingin disampaikan peserta kepada penonton. Pose tangan itu tidak boleh membuat gerakan melangkah secara slow motion menjadi berantakan. Peserta berpose tangan secara statis setelah Takemori memberikan aba-aba, “With hands!”

Catatan-Workshop-dan-Audisi

Tony Broer, salah seorang peserta audisi

Gerakan Ketiga

Dari posisi berdiri menuju posisi jongkok dengan tangan rileks di samping dan kepala menunduk. Selanjutnya, menuju posisi berdiri kembali dengan menjinjitkan kedua telapak kaki. Saat berdiri kembali itu, jarak posisi antara kedua kaki tidak berubah, tidak terlalu lebar dan tidak terlalu sempit, pandangan lurus ke depan. Fokus tetap pada bagian perut, bagian bahu dan tangan rileks. Gerakan ‘naik-turun’ ini dilakukan berulang-ulang dengan aba-aba pergantian gerakan melalui suara tongkat yang dipukulkan Takemori ke lantai. Pergantian gerakan ini juga harus dilakukan secara cepat. Sedangkan durasi bertahan pada satu gerakan dikendalikan oleh Takemori, bisa cepat atau sedang.

Variasi gerakan pada gerakan ketiga ini sama dengan gerakan kedua. Pada saat berdiri, para peserta diminta membuat pose dengan kedua tangan masing-masing. Pose itu bebas dan boleh berubah- ubah tapi statis dan peserta boleh berkreasi menciptakan pose yang terbaik. Variasi yang lain pada gerakan ketiga ini adalah dengan menambahkan posisi tengah diantara jongkok dan berdiri. Posisi tengah itu dilakukan dengan cara berdiri sambil menekuk sedikit kedua kaki, sedangkan pada posisi berdiri kedua kaki harus lurus dan jinjit.

Dalam ketiga posisi yang bergantian itu (low=rendah, middle=tengah, high=tinggi), kedua tangan melakukan pose. Ketika mencapai satu posisi, maka tubuh harus dalam keadaan statis, tidak bergoyang sedikit pun.

4

5

Gerakan Keempat

Posisi duduk dengan kedua kaki ditekuk didepan lalu kedua tangan merangkul
dengkul. Kepala ditundukkan dalam posisi rileks. Lalu kedua kaki diangkat perlahan dan kedua tangan melebar sambil diikuti oleh panciptaan pose dari kedua tangan, kepala tidak boleh terlalu mendongak. Juga jangan terlalu memberatkan pada bagian dada, agar suara aktor dapat keluar.

Tahap Audisi

Setelah peserta dilatih dalam gerakan dasar keaktoran metode Suzuki, berlanjutlah ke audisi. Sebenarnya ketika mereka berlatih metode Suzuki itu, juga telah ada tim penilai yang melakukan pengamatan terhadap para peserta. Diantaranya adalah Siohara, salah seorang aktor dari kelompok SCOT dan Shigemasa yang berperan menangani manajemen kelompok SCOT. Sebelum melakukan aksinya, para peserta diminta menyebutkan nama. Kemudian mereka diinstruksikan untuk menyanyikan lagu bebas sesuai pilihan masing-masing dalam posisi tubuh melakukan gerakan keempat. Ketika Takemori memberikan aba-aba dengan pukulan tongkat, maka peserta harus menghentikan nyanyiannya untuk masuk ke monolog bebas. Bambang Prihadi sempat menyampaikan kepada peserta agar lebih baik bernyanyi dan bermonolog dengan menggunakan ‘bahasa ibu’ dari masing-masing peserta.

Banyak peserta yang mengikuti anjuran Bambang. Hanya sedikit peserta yang menggunakan bahasa Indonesia. Rata-rata peserta juga menampilkan kesenian bela diri atau tarian daerahnya. Sedikit pula dari peserta yang menampilkan komedi, lebih banyak ke drama tragis.

Peserta audisi berjumlah total sekitar 40-an pemain teater yang datang dari berbagai kota di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Lampung, Palembang, Padang, Tegal, Solo, Madura, Makassar, Pontianak dan Papua. Peserta dari Aceh batal datang karena kekurangan ongkos pada hari-hari terakhir menjelang pelaksanaan audisi ini. Bambang Prihadi yang bertugas mengumpulkan aktor-aktris ini memang tidak melakukan semacam pengumuman terbuka dikarenakan kendala dana, waktu dan tempat. Jadi, hanya mereka yang sempat terhubungi saja yang mengetahui kegiatan ini. Diantara para aktor dan aktris itu, bisalah disebut beberapa orang diantaranya, seperti Tony Broer, Anwari, Joind Bayuwinanda, Erythrina Baskoro, Ruth Marini, Sir Ilham Jambak, Dadang Badoet, Yustiansyah Lesmana, Apito Lahire, Yohana Gabe. Hanya 12 orang saja yang akan dipilih. Sementara rencana naskah yang akan dibawakan berjudul Electra.

Ke-12 orang yang akan terpilih nanti akan mengikuti training langsung di desa pegununungan Toga, Jepang, pada sekitar bulan Agustus-September 2016. Sedangkan produksinya sendiri akan dipentaskan pada tahun 2018 dengan rencana keliling di berbagai kota di Indonesia dan Jepang.

6

Siohara dan Shigemasa

Tulisan oleh: Dendi Madiya