Komponis legendaris Indonesia, Slamet Abdul Sjukur, meninggal dunia hari ini (24/3) pukul 06.00 WIB di Rumah Sakit Graha Amerta, Surabaya. Slamet meninggal dunia diusianya yang ke 79 tahun, setelah sempat dirawat selama dua pekan terakhir karena terjatuh dan pangkal pahanya patah.

Beberapa hari sebelum Slamet, yang dikenal sebagai pionir musik kontemporer Indonesia, wafat para sahabat mengadakan penggalangan dana untuk operasi beliau. Slamet sempat menolak untuk dioperasi, tetapi secara mendadak ia bersedia.

Pesan dari murid beliau, Gema Swaratyagita, diterima oleh Dewan Kesenian Jakarta. Dalam pesan pendek tersebut, keluarga menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya terhadap seluruh murid, teman dan sahabat-sahabat beliau atas seluruh dukungan dan persahabatan yang tulus selama ini.

“Mohon dimaafkan atas segala kesalahan dan kekhilafan beliau selama hidup. Semoga almarhum tenang dan damai di sisi-Nya. Amin,” tulis murid beliau dalam pesan pendek.

Slamet Abdul Sjukur sempat menjadi anggota Komite Musik DKJ periode 1979-1981. Komite Musik DKJ periode 2013-15 juga sering melibatkan beliau dalam merancang program, seperti menghidupkan acara diskusi bulanan Pertemuan Musik Jakarta (PMJ) yang digagas Slamet sejak lama sejak masih di Surabaya. Beliau juga sempat mengisi acara Pekan Komponis Indonesia edisi 2013 yang dirancang Komite Musik DKJ. Dalam sesi lokakarya, beliau menjadi pembicara dengan tema Debussy, Gamelan, dan Salah Kaprah. Makalah beliau – seperti biasa – ditulis dalam gaya nyeleneh namun provokatif.

“Slamet adalah satu contoh manusia sederhana yang setia pada apa yang ia percaya sebagai benar. Tidak banyak mengganggu orang lain, bahkan berhasil mengajak banyak orang menikmati kesendiriannya masing-masing. Pribadi yang mempersembahkan semua keringkihannya untuk mengingatkan pada kita sebuah kekuatan superhuman: musik,” ujar Tommy Prabowo, anggota Komite Musik DKJ ketika ditanya mengenai sosok Slamet Abdul Sjukur.

Tahun lalu, untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-79, Slamet Abdul Syukur menggagas pertunjukan karyanya di tiga kota (Surabaya, Yogyakarta dan Jakarta) bertajuk Sluman Slumun Slamet. Untuk sesi Jakarta, DKJ menjadi mitra dan dirayakan dengan diskusi pemutaran film tentang musik di kineforum dan pertunjukan di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki. Kedua acara berlangsung meriah dan berkesan. Slamet – yang bernama asli Soekandar ini – ingin menyebarluaskan gagasan dan pemikirannya kepada masyarakat di Jakarta, khususnya kaum muda, melalui diskusi untuk mencari solusi bersama terhadap tergerusnya seni lokal dari keseharian kita di ibukota.

Slamet mengenyam pendidikan musik tingkat lanjut di Conservatoire National Supérieur de Musique de Paris. Beliau memperkenalkan konsep minimaks, yaitu menciptakan musik dengan menggunakan bahan yang sederhana dan minim. Semasa hidupnya beliau sering bolak-bolak Jakarta-Surabaya dengan kereta untuk mengajar, menulis komposisi, atau terlibat aktif dalam diskusi tentang musik.