Betapa berbahayanya bila setiap buku yang dianggap salah harus dibakar. Pembakaran buku sejarah kurikulum 2004 yang dilakukan di beberapa daerah oleh kejaksaan setempat karena buku tersebut tidak mencantumkan nama PKI saat menjelaskan tentang Gerakan 30 September 1965, kontan memancing protes keras dari sejumlah tokoh masyarakat, cendekiawan, dan elemen masyarakat. Selasa (7/8/2007) lalu, mereka yang tergabung dalam Masyarakat Pecinta Buku dan Demokrasi mengecam perbuatan tersebut.

Beberapa tokoh yang hadir dalam acara yang diselenggarakan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, antara lain Ketua Dewan Kesenian Jakarta, Marco Kusuma Wijaya, budayawan Franz Magnis-Suseno, penulis Ayu Utami, Anggota Komnas HAM M Ridha Saleh, Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Setia Darma Madjid dan Sekretaris Fraksi PDIP Ganjar Pranowo.

“Pembakaran buku apapun alasannya adalah teror terhadap kebebasan berpikir. Hal seperti itu harus kita lawan terus,” kata Marco Kusumawijaya. Hal senada juga diungkapkan Ayu Utami yang mewakili penulis. Dia menyatakan bahwa tindakan tersebut juga telah membakar akal sehat. Menurut Ayu jika sebuah buku dinilai salah, maka yang harusnya dilakukan adalah mendebatnya atau dengan menerbitkan buku dengan versi berbeda. Bukan dengan menyulutkan api di atas buku