Di Indonesia, karya-karya sastra sangat sulit dijangkau oleh orang kebanyakan. Selain motivasi dan minat membaca yang masih rendah – sebuah data survey mengatakan rasio pembaca suraktabar dengan jumlah penduduk di Indonesia tahun 1999 adalah 1 : 43, bandingkan dengan Singapura 1 : 2 atau bahkan Malaysia 1 : 8 – juga harga-harga buku yang mahal. Padahal kebanyakan penduduk Indonesia masih berjibaku dengan urusan ‘perut’. Pada Jakarta Biennale ke-13 lalu, Dewan Kesenian Jakarta mencoba menghadirkan sastra dengan lebih ‘cair’, lebih mudah diakses oleh khalayak. Caranya dengan memanfaatkan ruang-ruang publik seperti taman kota, tembok-tembok di jalan raya, mal, stasiun dan sebagainya. Tujuannya satu, memberikan pengalaman sastra kepada lebih banyak orang.

Sastra di Ruang Kota menjadi bagian dari Jakarta Biennale ke-13 yang diselenggarakan DKJ. Diluncurkan di Teman Menteng oleh berbagai kalangan sastrawan, penikmat sastra termasuk masyarakat umum yang kebetulan tengah menikmati senja di taman itu.

Untuk melihat cuplikan video, klik tautan berikut :

http://www.youtube.com/watch?v=9wtbjp2et6E