Mendengarkan alunan musik keroncong dapat dipastikan akan membuat batin merasa tentram. Irama musik keroncong yang unik dan terkesan minimalis seakan membius siapa saja yang mendengarkannya. Perkembangan musik keroncong dari tahun ke tahun memang sangat menarik untuk diikuti, mulai dari kalangan anak muda hingga dewasa cukup familiar dengan genre musik ini.

Riwayat keroncong sendiri tidak dapat dilepaskan dari Kampung Tugu, Jakarta Utara, yang dihuni oleh komunitas Tugu sejak 1661. Komunitas Tugu ini mewarisi budaya musik Portugis asal bangsa Arab Moor yang disebut Moresco, sebagai cikal bakal dari musik keroncong. Dari berbagai hasil penelitian mengenai musik keroncong ditemukan rujukan bahwa musik ini merupakan proses evolusi yang kreatif dalam menggabungkan elemen budaya Timur dan Barat.

Menurut tuturan sejarah, tahun 1620an, sebuah kapal karam di lepas pantai Batavia, dan para penumpang kapal, yaitu marinir Portugis asal Goa, India, beserta keluarga mereka asal Banda mencari pertolongan ke pantai. Mereka ditangkap oleh Belanda, namun setelah bersedia berpindah agama dari Katolik menjadi Protestan, mereka dibebaskan dan dibuang ke Kampung Tugu pada tahun 1661.

Komunitas Tugu sebagai marinir asal Goa mewarisi budaya Portugis. Mereka tidak hanya mampu berbahasa Portugis cristão, namun juga menguasai musik Portugis, serta ketrampilan membuat gitar Portugis. Letak Kampung Tugu yang terisolasi membutuhkan hiburan, sehingga mendorong komunitas Tugu untuk menghidupkan kembali musik Portugis. Mereka membuat gitar dari batang kayu meniru gitar Portugis yang mereka namakan keroncong, lalu membentuk ensambel untuk mengiringi tarian dan nyanyian Moresco. Dari permainan ensambel itu kemudian lahir musik keroncong yang mereka namakan Krontjong Toegoe.

Penyebaran awal musik Keroncong terjadi pada abad ke-20 dimulai dari Batavia ke Soerabaja yang digabungkan dengan pementasan teater komedi bangsawan yang bertemakan kisah dari Timur Tengah. Pada pertunjukan tersebut lagu-lagu keroncong tersebut juga menjadi lagu pengiring pemain sandiwara dalam berakting, menari, bernyanyi dan berkomedi. Ketika teater komedi itu tidak lagi digelar, lagu keroncongnya tetap dinyanyikan dengan nama Stambul Keroncong, dalam bentuk lagu maupun instrumental.

Kini memasuki abad ke-21 musik Keroncong dapat dipastikan akan tetap bersinar dan semakin menjangkau pencinta musik dari berbagai macam kalangan. Beberapa faktor yang membuat musik Keroncong tidak akan lekang dimakan jaman adalah ketahanannya yang telah teruji cukup lama dan telah sah bukan menjadi musik musiman. Berikutnya adalah musik Keroncong memiliki keunikan yang cukup fenomenal yaitu perpaduan budaya Timur dan budaya Barat; fleksibilitas dan keterbukannya dalam mengiringi semua lagu dengan pola ritmiknya yang khas juga menjadi faktor penguat berikutnya pada musik ini. Sejarah telah membuktikan bahwa melalui proses yang panjang dari keunggulannya dalam beradaptasi dan berasimilasi, musik keroncong diyakini akan tetap terdengar sepanjang masa.